Diana menempelkan telinga di daun pintu. Dia ingin memastikan pendengarannya tadi.
"Diana ...."
Sayup-sayup Diana mendengar seseorang menyebut namanya dari dalam sana. Dia yakin tak salah dengar.
Diana memegang gagang pintu, menekannya pelan hingga pintu terbuka.
Aneh! Biasanya papanya selalu mengunci ruang penyimpanan barang, tapi malam ini pintu ruang itu dengan mudah terbuka.
Diana menyalakan lampu. Tidak ada siapa-siapa di sana. Dia menggaruk kepala dan ingin keluar, tetapi rasanya sayang jika melewatkan kesempatan itu. Kapan lagi bisa melihat koleksi papanya?
Calon dokter itu terpana melihat koleksi benda-benda antik milik papanya. Dia terpancing untuk melihat lebih dekat. Dulu waktu kecil, dia sudah pernah masuk ke dalam sini, tapi belakangan papanya mulai melarang. Alasannya khawatir ada yang rusak.
Diana menyilang tangan di dada. Ruang itu terasa dingin. Pendingin di ruang itu sengaja diatur dengan temperatur rendah. Kata papanya, itu untuk menjaga kualitas beberapa jenis barang antik. Entahlah, benar atau tidak.
Lukisan bunga Raflesia Arnoldi masih terpajang rapi di dinding kanan ruangan. Diana sangat menyukainya. Lukisan sebuah bunga yang tumbuh di lereng Bukit Daun, Kabupaten Kepahiang. Melihatnya membuat Diana merasa sejuk.
Lemari tempat pemajangan barang pecah belah kemudian menyita perhatian Diana. Dia pun berdiri di sana.
Berbagai jenis keramik dari banyak negara, ada di sana. Gadis ini tak habis pikir, berapa banyak uang yang dikeluarkan papanya untuk mengoleksi benda-benda tersebut. Namun, bagi kolektor, itu bukan masalah. Mereka menjunjung tinggi kepuasan.
Diana juga melihat aneka perhiasan dari batu. Ada juga pajangan uang kuno. Dia takjub sekali.
Di sudut ruang, Diana melihat sesuatu yang baru. Lemari kaca dengan gaun yang cantik.
Mata Diana terpana. Gaun itu sangat indah! Warna kusam tak mengurangi keindahannya. Gadis itu menatap detail gaun dari dekat. Gaun itu seakan memiliki kekuatan magis yang memaksa Diana terus menyelami setiap jengkal bagiannya.
Panjang gaun itu kira-kira 170 sentimeter. Pastilah pemilik gaun tersebut seorang perempuan tinggi. Diana akan kesulitan jika mengenakannya. Namun, bukan masalah. Cukup cari sepatu dengan hak setinggi 15 sentimeter jika dia ingin memakai gaun ini.
Gadis penyuka warna putih itu mengernyitkan dahi saat melihat bagian bawah gaun. Kenapa bagian bawahnya kotor? Apa itu darah? Dia menempelkan wajah ke kaca lemari.
Krieet ....
Diana seketika menoleh. Apa ada yang datang? Dia menjulurkan kepala. Tidak ada siapa pun. Pandangannya kembali ke lemari kaca.
Matanya melotot sempurna. Gaun itu ... menghilang!
Diana merasakan angin berembus dan menggerakkan rambutnya. Gadis itu bergidik. Bagaimana mungkin gaun yang dipajang di dalam lemari kaca terkunci bisa hilang dalam sekejap?
Pikiran Diana berkecamuk. Sebenarnya dia ingin segera kabur dari sana, tetapi kakinya seakan dipaku.
Sosok dengan pakaian putih berkelebat di belakangnya. Spontan, Diana menoleh. Jantungnya berdegup mengalahkan bunyi detak jam kuno di ruang itu.
Dia yakin tak salah lihat. Bayangan tadi seperti seorang perempuan dengan gaun pengantin itu. Diana memejamkan mata. Menetralisir ketakutan dan terus mengafirmasi diri.
Hshh ....
Embusan angin menyigar rambutnya. Diana mundur perlahan. Telinganya mendengar bisikan. Pelan, tetapi bisa ditangkap dengan jelas. Dia berkonsentrasi penuh agar terus mendengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaun Pengantin Gaib
TerrorGaun Pengantin Antik Blurb Anak sulung dari Tuan Prawiro, pengusaha ternama, diam-diam mencuri sebuah gaun kuno dari penyimpanan koleksi benda antik milik ayahnya. Dia sangat terpikat dengan gaun itu dan digunakannya untuk membuat foto prewedding. N...