"Kamu sedang apa di sini, Dek?" tanya Adam."Hanya lewat saja, Kak!" balas Laila dengan wajah bersemu merah.
"Apakah kamu mendengarnya ...."
Laila mengangguk. "Kak Adam berbicara dengan siapa? Kenapa kalian membicarakanku?"
"Tadi Adnan yang telepon, dia bilang dalam waktu dekat ini dia akan menikah dengan seorang gadis pilihan orang tuanya. Kebetulan Kakak sudah mengenal gadis itu, dan menganggapnya seperti adikku sendiri. Kenapa? Jangan bilang kalau kamu cemburu!" goda Adam.
"Yaelah, Bang. Siapa juga yang cemburu? Kak Adnan itu bukan sosok lelaki idaman Laila!" balas Laila seraya duduk dan langsung menyalakan televisi.
"Terus lelaki idamanmu yang seperti apa, Dek?"
"Mau tahu apa mau tahu banget?"
"Mau tahu banget," balas Adam singkat.
"Pastinya dia itu lelaki yang saleh, murah senyum, perhatian dan romantis. Berbeda jauh dengan Kak Adnan, jangankan romantis, tersenyum saja dia tak pernah."
Adam mencoba menahan tawa. Apa yang diungkapkan sang adik memang benar adanya. Andai saja Adnan mendengar semua yang ditutur 'kan oleh Laila, sudah pasti wajah sahabatnya itu memerah bak kepiting rebus.
"Kak, ke mana ayah dan bunda pergi? Sedari tadi Laila tidak melihat mereka," ujar Laila.
Adam menepak keningnya sendiri. "Maaf Kakak lupa tidak memberitahumu, kalau mereka tadi tergesa-gesa terbang ke Korea. Makanya tadi menyuruh Adnan yang menjemputmu, karena tadi Kak Adam harus mengantar mereka ke bandara."
"Jahat, tidak pamit dulu padaku!" misuh Laila.
"Mereka tadi tergesa-gesa dan titip salam untukmu."
"Selalu seperti itu!" ucap Laila seraya beranjak dari duduk.
"Mau ke mana, Dek?"
"Cari pangeran masa depan," balas Laila singkat.
Adam tersenyum seraya mengelus dada, saat Laila menghilang dari pandangan. Setidaknya sang adik tidak menanyakan lebih lanjut, perihal pembicaraannya dengan Adnan di telepon tadi.
*****
Di tempat lain Adnan sedang bersandar di kursi kerja. Perkataan Adam sudah berhasil membuat hatinya menjadi ciut. Pasalnya ia sendiri merasa takut, bila ada lelaki lain yang lebih dulu meminang wanitanya. Namun, untuk berbicara jujur itu tidak mungkin. Mengingat betapa benci Laila pada dirinya.
Memorinya kembali mengingat kejadian malam itu, di mana laki-laki tak bertanggung jawab seperti Rival, hampir menjamah sesuatu paling berharga milik Laila. Wanita yang selama setahun terakhir ini mengisi relung hati. Mengingat kembali kejadian malam itu, membuat hatinya tidak sabar ingin segera meminang Laila, agar bisa melindunginya dari lelaki berbahaya seperti Rival.
Ingin rasanya malam itu juga ia menghajar Rival, tapi Laila melarang. Mungkin saja rasa cinta gadis itu pada Rival lebih besar dari rasa bencinya, hingga tidak ingin ada orang yang melukai kekasihnya.
Mencintai dalam diam itu tidak mudah. Apalagi saat melihat seseorang yang kita cinta tengah bermesraan dengan orang lain. Terkadang memberikan rasa sakit tersendiri di hati kita. Begitu pun dengan Adnan, kerapkali ia memergoki kebersamaan Laila bersama sang kekasih. Tak jarang ia harus mengelus dada demi menenangkan hati dan pikirannya. Apalagi dengan gaya berpakaian Laila yang jauh dari kata sopan, menghadirkan rasa sesak tersendiri di hati Adnan.
Namun, satu yang membuat Adnan tetap bersabar dalam penantian panjangnya. Ia termotivasi dengan kisah cinta Ali bin Abi Thalib pada Fatimah Az-Zahra putri Rosulullah SAW. Di mana Ali tidak pernah berani mengutarakan cintanya dengan alasan karena dia seorang pemuda yang miskin. Kerap kali kesedihan dan kegalauan melanda hati, saat melihat para sahabatnya yang melamar Fatimah dengan menawarkan mahar yang mewah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istikharah Cinta Laila (Terbit)
RomanceLaila Qaira Nazhira, seorang gadis yang memutuskan untuk berhijrah, setelah sang kekasih akan memerkosanya. Cobaan demi cobaan menghampiri hidupnya, selain teror dari sang kekasih, ia juga harus dihadapkan dengan kebangkrutan perusahaan orang tuanya...