"Tolong ... tolong!" teriak seorang gadis yang terus berlari menembus hutan di kegelapan malam.
Sesekali ia terjatuh karena menginjak ranting pohon yang menghalanginya. Temaram malam yang gelap tanpa cahaya rembulan serta tanah yang berlumpur karena sebelumnya habis turun hujan, membuat gadis itu kesulitan untuk berlari.
Seorang pria mengejarnya dari belakang, membuat gadis itu semakin ketakutan. Lalu ia mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. Tak pernah terlintas dalam benaknya, seseorang yang selama ini mengisi relung hati, malam ini dengan tega akan memerkosa dirinya.
"Ah, sial! Ke mana larinya wanita itu?"
Sayup-sayup terdengar teriakan pria itu dari jauh. Laila membekap mulutnya sendiri, seakan setiap hembusan napasnya sekali pun tak ingin terdengar oleh pria yang kini tengah mengejar dirinya. Tetesan air mata mengalir dari kedua sudut matanya. Tak hanya hati yang terluka, tapi kini jiwanya pun terguncang hebat.
Andai saja tadi ia mendengarkan larangan orang tuanya, tentu hal ini tidak akan terjadi. Salahnya sendiri terlalu mempercayai dan mencintai sang kekasih , sehingga tak pernah menggubris dengan nasihat yang diberikan ayah dan bundanya selama ini.
Cinta itu buta, tak pernah bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kini penyesalan itu benar-benar terjadi pada diri Laila. Menyesal karena lebih mempercayai sang kekasih daripada orang tuanya sendiri.
Perlahan Laila mengeluarkan ponsel dari dalam saku. Dengan tangan yang gemetar, ia berusaha mengetik pesan pada seseorang dan memberitahu tempat di mana ia bersembunyi. Namun, tak sengaja ia menginjak ranting pohon, sehingga menimbulkan suara yang membuat kedua sudut bibir pria itu terangkat.
"Laila, kekasih hatiku. Keluarlah! Aku tidak akan pernah menyakitimu. Asalkan kau mengizinkanku untuk menjamah dirimu," ucap Rival dengan nada yang dibuat semanis mungkin.
Pria itu berjalan perlahan mendekati asal suara ranting tadi berbunyi. Mendekati tempat di mana seorang gadis sedang bergemetar hebat, menahan ketakutan yang tengah membuncah pada dirinya.
"Kau tak akan bisa lari lagi, Sayang."
Kini, ketakutan itu benar-benar di depan mata. Rival sudah berada di hadapannya dengan senyum menyeringai yang menakutkan.
"Kumohon jangan lakukan itu padaku, Rival!" teriak Laila seraya mundur satu langkah untuk menghindari sentuhan Rival.
Pria itu tidak menyerah, ia terus melangkah mendekat dan mencengkeram erat tangan Laila. Gadis itu berusaha memberontak. Namun, tenaganya tak sebanding dengan tenaga Rival. Sekuat mungkin Laila menggigit tangan Rival, lalu menendang kencang bagian area sensitifnya menggunakan lutut.
"Aww!" pekik Rival.
Laila tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Dia berlari secepat mungkin menjauhi Rival, gelapnya malam dan suasana mencekam tidak membuat ia menyerah. Laila terus berlari tanpa memedulikan telapak kaki yang penuh luka, ia berlari hingga menemukan jalanan di mana tadi Rival menurunkannya.
"Alhamdulilah!" ucapnya tersenyum lega.
Laila terus berlari menelusuri jalanan, sesekali ia menengok ke belakang. Takut tiba-tiba Rival mengejarnya.
Sebuah motor berhenti tepat di sampingnya. "Ayo naik!"
"Kak Adnan, kenapa ada di sini?"
"Ck, naik sekarang atau aku akan meninggalkanmu!" ucap Adnan ketus.
Tak ingin melewatkan kesempatan untuk kabur dari Rival, ia segera naik ke atas motor. Walaupun selama ini dia tidak menyukai Adnan, setidaknya malam ini dia telah menyelamatkan hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istikharah Cinta Laila (Terbit)
Roman d'amourLaila Qaira Nazhira, seorang gadis yang memutuskan untuk berhijrah, setelah sang kekasih akan memerkosanya. Cobaan demi cobaan menghampiri hidupnya, selain teror dari sang kekasih, ia juga harus dihadapkan dengan kebangkrutan perusahaan orang tuanya...