part 22

487 28 0
                                    

"Baiklah kalau keputusan Kak Adnan sudah bulat seperti itu, aku bisa apa? Keputusan itu sudah keluar dari mulut Kakak sendiri, semoga bahagia." Isi balasan pesan dari Laila.

Adnan membaca pesan sebelumnya yang ia kirimkan pada Laila. Di sana hanya ada pesan yang ia kirim saat di kafe tadi, mempertanyakan siapa lelaki yang sedang bersama sang istri.

Lelaki itu berpikir keras, kalau balasan Laila seperti itu, berarti ada seseorang yang telah membuka ponselnya, serta mengirim pesan penuh kebohongan kepada Laila.

"Rianti," gumamnya lirih.

Adnan langsung menghampiri Rianti yang sedang berada di ruang rawat mamanya. Wajah lelaki itu merah padam, menahan amarah yang sedari tadi bergejolak hebat di dalam diri.

Sesampainya di sana, ia langsung menarik tangan Rianti keluar ruangan.

"Ada apa, Sayang?"

"Apakah kamu yang sudah membalas pesan Laila?"

"Iya, memangnya kenapa? Bukankah dia juga sudah punya pilihan hati? Tinggal menunggu keputusan darimu!"

"Walau bagaimanapun kamu tidak memiliki hak untuk membuka dan membalas pesan di ponselku ...."

Tiba-tiba Adnan kembali merasakan sakit yang hebat di kepala. Rasanya seperti banyak jarum yang menusuk keras kepalanya. Adnan sendiri tidak mengerti, mengapa akhir-akhir ini ia kerapkali merasakan rasa sakit seperti itu.

"Kenapa, Sayang?"

"Tidak tahu, akhir-akhir ini sering sekali merasakan sakit seperti ini."

"Apa mungkin kamu terkena guna-guna dari istrimu?"

Adnan menatap tajam Rianti, ia mencoba mencari kebenaran di sana. Walaupun dalam hati kecilnya mengatakan, kalau Laila tidak mungkin melakukan hal yang sesesat itu.

"Kak Adnan," pekik Risa dari dalam ruangan.

Adnan langsung menghampiri sang adik dengan sebelah tangan yang memegang kepala. Risa memberitahu keadaan Elsa yang sudah mulai siuman. Dengan senyum yang merekah, Adnan masuk menghampiri sang ibu.

"Ibu ...."

Namun, Elsa hanya membuka mata. Ia kesulitan untuk berbicara! Hanya dengan kedipan mata, ia merespon ucapan Adnan. Diam-diam Rianti tersenyum kecut. Melihat kondisi Elsa yang seperti itu, akan mudah baginya untuk segera menyingkirkannya.

Mata Elsa mengarah pada Rianti, seakan ia menyuruh wanita itu mendekat padanya. Ia merasa beruntung memiliki calon menantu seperti Rianti. Di tengah sakit seperti ini, dia masih setia menjaganya.

Rianti tersenyum seraya mendekat pada Elsa. Ia mengelus lembut tangan calon ibu mertuanya, lalu mendekatkan bibir, di telinga Elsa. "Aku senang kamu seperti ini. Mengapa tidak langsung mati saja!"

Mendengar perkataan Rianti, tentu saja Elsa merasa kaget dan panik. Seorang Rianti yang sudah ia anggap sebagai menantu idaman, kini mengharapkan kematiannya.

Senyum kepuasan kembali menghiasi bibir Rianti. Ia bangga dan merasa berada di paling atas, karena sebentar lagi ia akan menyandang nama dengan panggilan nyonya Adnan.

"Ada apa? Mengapa ibuku ketakutan seperti itu?" tanya Adnan penuh curiga.

"Tidak apa-apa! Aku hanya berbisik, kalau nanti biar aku saja yang akan merawatnya. Mungkin karena itu Tante Elsa merasa terkejut dan terenyuj," jawab Rianti.

Risa dan Adnan mengangguk mengerti. Elsa menggeleng, ia ingin mengatakan apa yang diucapkan Rianti itu penuh kebohongan. Namun, jangankan berbicara, untuk membuka mulut saja ia kesulitan.

Istikharah Cinta Laila (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang