Part 15

607 40 4
                                    

Elsa tak percaya kalau putranya akan berani membantah ucapannya. Baru kali ini Adnan bersikap seperti itu. Elsa semakin membenci Laila, karena pikirnya gegara wanita itu kini putranya berubah.

"Kamu sudah berani membantah Mama! Wanita itu membawa pengaruh buruk di hidupmu!" hardil Elsa.

"Tidak pernah sekalipun Laila memengaruhiku, Ma. Apalagi untuk membantah ucapan orang tua. Dia gadis yang baik, bahkan aku hampir menyerah karena tidak kunjung mendapat balasan cintanya. Sekarang saat cinta itu sudah berbalas, Mama menentang hubungan kami."

"Mama bukannya menentang hubungan kalian, Mama hanya kasian padamu bila mendapatkan gadis seperti itu."

"Apa karena dia lumpuh, Ma? Apa yang salah dengannya? Laila sendiri pun tidak pernah menginginkan dirinya seperti itu. Hanya saja takdir yang sudah menggariskan semua itu terjadi padanya."

"Kamu ...."

"Selama ini aku tidak pernah membantah ucapa Mama. Aku selalu menuruti apa yang Mama inginkan, sekalipun aku tidak menyukainya. Kali ini aku hanya meminta restumu, untuk menikah dengan wanita pilihan hatiku," ucap Adnan seraya bersimpuh di hadapan Elsa.

Elsa bergeming, ia memandang putranya dengan napas naik turun menahan emosi. Haruskah ia menyetujuinya atau tetap dalam pendiriannya?

"Mama hanya tidak ingin kamu menyesal di kemudian hari, karena memiliki istri yang lumpuh."

"Mama!" Pekik Risa dari dalam kamar. Ia tidak tahan mendengar perdebatan antara mama dan kakaknya.

"Jangan ikut campur, Risa!"

"Mama, jangan pernah memandang seseorang sebelah mata. Kak Laila hanya lumpuh sementara, suatu saat ia akan sembuh dan bisa berjalan normal kembali."

"Kamu jangan ikut-ikutan membantah Mama, Sa! Selain lumpuh dia juga sekarang miskin. Harusnya kakak kamu bersanding dengan wanita yang tidak sederajat dengan kita."

"Astahfirullah, aku kecewa sama Mama. Apakah Mama lupa dulu ekonomi keluarga kita seperti apa? Kita bisa seperti sekarang ini karena kerja keras Kak Adnan," misuh Risa.

"Sudah, Risa. Jangan bahas hal itu! Biarkan saja dulu, Kakak akan coba memberi pengertian pada Kak Laila," ucap Adnan murung, kemudian berlalu dari hadapan ibu dan adiknya.

Adnan menatap langit-langit kamar dengan tatapan sendu. Ternyata untuk bisa bersama dengan seseorang yang dicintai itu tidak mudah. Banyak halang dan rintang yang menghadangnya.

Mendapatkan hati seorang Laila bukanlah hal yang mudah. Gadis itu tidak seperti wanita kebanyakan yang mudah luluh hatinya hanya dengan melihat ketampanan dan kemewahan. Laila gadis yang istimewa! Apalagi saat ia mulai berhijrah, semakin sulit untuk bisa meraih hati dan cintanya.

Kini saat cintanya mulai berbalas dan ingin berlanjut ke hubungan yang lebih serius, sang mama menentang hubungannya dengan Laila. Adnan mengembuskan napas kasar, lalu memejamkan mata. Mencoba memikirkan cara untuk meluluhkan hati sang mama.

"Mengapa begitu sulit untuk bisa bersama denganmu, La?" batin Adnan.

-o0o-

Pagi-pagi sekali Adnan sudah bertandang ke rumah Laila. Tadi malam Adam menelepon meminta tolong mengantarkan Laila ke kampus.

"Apakah kamu yakin hari ini akan berangkat ke kampus, La?" tanya Adnan.

Laila mengangguk. "Hari ini ada kelas bu Diva, Laila tidak ingin ketinggalan materinya."

"Baiklah, aku akan mengantarmu."

Adnan membantu Laila untuk naik ke mobilnya. Walaupun dalam hati kecilnya, Adnan sangat mengkhawatirkan keadaan gadis itu.

"Apakah Kak Adnan tidak malu mengantar gadis lumpuh sepertiku ke tempat ramai?" tanya Laila.

"Tidak! Mengapa harus malu?"

"Kak Adnan dokter yang tampan dan juga mapan, pastinya banyak gadis cantik yang mengejar cinta Kakak. Bagaimana tanggapan mereka bila melihatmu sedang bersama gadis lumpuh sepertiku!" misuh Laila.

Adnan mengerem mobilnya mendadak, lalu menatap lekat pada gadis yang berada di sampingnya. Tak lama kemudian Adnan beristigfar dan langsung mengalihkan pandangannya ke depan. Memandang gadis cantik di sampingnya, sungguh menggoda iman.

"Aku tidak peduli dengan tanggapan orang lain tentang kita, karena bagiku kamu adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan untuk menjadi calon permaisuri di hidupku."

"Aku ...."

"Jangan berpikir macam-macam! Jangan pula mendengarkan pendapat orang lain yang hanya akan menyakiti hatimu. Aku menyayangimu tulus apa adanya, kumplit dengan segala kekurangan yang ada pada dirimu. Jangankan lumpuh sementara, lumpuh selamanya pun rasa cintaku padamu takkan pernah berkurang sedikit pun."

Setelah mengatakan itu Adnan kembali melajukan mobilnya. Dia harus bisa menjadi seseorang yang mampu menguatkan hati Laila. Ia ingin menjadi satu-satunya lelaki yang setiap waktu ada di sampingnya dan selalu setia menghibur, saat gadis itu dalam keadaan gundah dan sepi.

-o0o-

Sepulang dari kampus, Laila terlihat murung dan terus mengurung diri di kamar. Bunda Risna sudah mencoba membujuk Laila untuk menceritakan masalah yang tengah menimpanya. Namun, Laila tetap bergeming, memilih menyimpan masalahnya sendiri tanpa ingin berbagi dengan sang Bunda.

Teringat kembali kejadian tadi siang saat banyak teman kampus yang mentertawakan dirinya. Bukan saja karena dia lumpuh, tapi juga karena mereka menganggap Laila seorang playgirl yang suka berganti-ganti lelaki.

Betapa sakit dan terlukanya hati Laila, bahkan hampir semua teman menjauhinya. Hanya Lina yang seharian ini setia menemani dan tak henti memberi semangat kepada Laila.

Pintu kamar kembali diketuk, Bunda Risna melangkah masuk, tak lupa melempar senyum ke arah putrinya. "Laila, ada Adnan bersama keluarganya datang. Ayo temui mereka!"

Laila mengangguk, Bunda Risna langsung membantu Laila mendorong kursi rodanya. Ia berharap dengan bersatunya Laila dan Adnan semoga menjadi awal kebahagiaan untuk putrinya.

Malam ini Adnan terlihat rapi dan memesona. Tampak binar bahagia terpancar dari wajahnya. Risa segera menghampiri calon kakak ipar, mencium takzim tangan Laila, lalu menggantikan Bunda Risna untuk mendorong kursi rodanya.

"Assalamualaikum, calon istriku," ucap Adnan seraya melempar senyum.

"Waalaikumsalam, Kak," balas Laila.

"Maaf mama tidak bisa hadir, beliau hanya menitipkan salam untukmu dan keluarga," ungkap Adnan. Ada kesedihan yang tersimpan jauh di dalam sudut hatinya.

"Tidak apa-apa, Kak."

Malam ini Adnan hanya datang bersama adik dan pakdenya. Sang mama memang telah mengizinkan Adnan menikah dengan Laila, dengan satu syarat dia tidak akan datang dan untuk sementara ini tidak ingin mengakui Laila sebagai menantunya.

Walau berat, Adnan menyetujui apa yang diucapkan mamanya. Ia yakin lama-kelamaan Laila akan bisa meluluhkan hati sang mama. Bagaimanapun juga menikah dengan Laila adalah impian hatinya. Seseorang yang selama ini selalu ia sebut dalam sepertiga malamnya.

"Maksud kedatangan kami ke sini, kami ingin meminang Dek Laila untuk menjadi istri dari Adnan, yang tak lain putra dari adik saya sendiri. Apakah Dek Laila dan keluarga menerima pinangan kami?"

"Insyaallah, kalau kami selaku orang tua setuju saja, tapi semua kami kembalikan lagi pada keputusan putri kami, karena pernikahan adalah ikrar suci yang akan dijalani oleh mereka berdua. Sehingga kami tidak ingin ada salah satunya yang merasa terpaksa atau dipaksa," ucap pak Adhitama.

"Bagaimana, Dek Laila?" tanya pakde Adnan.

Laila terdiam, lalu memberanikan diri menatap keluarga Adnan dan juga orang tuanya. Ia menginginkan pernikahan ini, tapi ada keraguan yang menyelimuti hatinya. Semenjak kejadian tadi pagi di kampus, semangat dan ketegarannya selama ini seperti menghilang dari dirinya. Dia tidak ingin bila nanti menjadi benalu untuk suaminya sendiri. Namun, rasa cinta di hatinya begitu kuat untuk Adnan. Dia ingin bersama merengkuh bahagia dengan lelaki yang kini tengah meminang dirinya.

"Aku ...."

Bersambung ....



Istikharah Cinta Laila (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang