Laila masuk ke mobil milik Alvaro. Tampak jelas ada raut kecewa yang menghiasi wajah Adnan. Lelaki itu tidak menyangka, jika Laila akan lebih memilih pulang bersama Alvaro ketimbang dirinya sendiri.
Di dalam mobil, Laila terus menoleh ke arah belakang. Lelaki itu masih setia berdiri di depan kampus. Bukan maksud hati ingin mengecewakan Adnan, hanya saja tujuan Alvaro bertemu dengan sang kakak, jauh lebih penting dari apa pun.
"Apakah kamu mencintainya?" tanya Alvaro. Matanya tetap fokus pada jalanan.
Laila bergeming, ia tidak tahu harus menjawab apa, karena dia sendiri pun bingung akan jawaban yang akan diberikannya pada Alvaro.
"Mengapa kamu lebih memilih pulang bersamaku, kalau hatimu ada di sana?" tanya Alvaro kembali.
"Mungkin karena aku lebih peduli padamu, Al. Kamu adalah sahabat yang selalu setia menemaniku dalam keadaan apa pun. Jadi, aku juga ingin selalu berada di sampingmu saat kamu membutuhkan bantuanku."
"Tidak harus mengorbankan perasaanmu juga, La."
"Tidak! Aku tulus melakukannya untukmu," balas Laila. "Bagaimana kalau kita ke pantai? Setidaknya kita menunggu sampai Kak Adam kembali ke rumah."
"Baiklah, Tuan Putri. Aku akan mengabulkan keinginanmu," ucap Alvaro seraya terkekeh.
Sesampainya di tempat tujuan, Laila langsung turun dari mobil, dan berlari ke tepi pantai. Memejamkan mata sejenak, lalu membentangkan kedua tangan. Menikmati suasana pantai yang sejuk, seraya diiringi deburan ombak yang tanpa lelah berkejaran di laut sana.
Alvaro menatap Laila dari kejauhan. Ia tersenyum melihat kebahagiaan yang gadis itu rasakan. Sungguh tak ada yang membuatnya bahagia selain melihat senyum yang terlengkung indah dari bibir Laila.
Alvaro menyadari ada cairan merah yang keluar dari lubang hidung. Ia segera mengambil tisu dari dalam mobil, dan langsung membersihkannya. Lelaki itu tidak ingin bila Laila mengetahui tentang penyakit yang tengah dideritanya.
"Sudah sore, pulang yuk!" ajak Alvaro.
"Nanti, Al. Masih betah di sini."
"Cuaca dingin tidak baik untuk kesehatanmu."
"Sebentar lagi, Al," ucap Laila.
Alvaro berdecak kesal. Namun, pada akhirnya dia menuruti keinginan Laila. Duduk di samping gadis itu dengan memandang ke tengah lautan.
"Al, apakah kamu pernah menyimpan cinta untuk seseorang? Bagaimana rasanya?"
"Pernah, bahkan sampai sekarang aku masih menyimpan perasaan yang sama untuk dia ...."
"Apakah dia tidak tahu kalau kamu mencintainya?" tanya Laila seraya menoleh pada lelaki yang berada di sampingnya.
Alvaro menggeleng. "Tidak!"
"Mengapa kamu tidak berterus terang kepadanya?"
"Mungkin, karena aku mencintainya tanpa syarat. Mencintai tanpa harus memaksanya untuk membalas cintaku."
"Bukankah itu sangat menyakitkan, Al?"
Alvaro tersenyum. "Aku ikhlas melakukannya, asal dia bahagia."
"Siapa wanita yang beruntung itu, Al? Aku ingin bertemu dengannya dan mengatakan kalau ada lelaki yang begitu tulus mencintainya."
"Ayo pulang!" ucap Alvaro seraya beranjak dari duduknya.
Laila mendengkus kesal, tapi tetap mengikuti Alvaro menuju mobilnya. Ia tidak menyangka kalau sahabatnya itu menyimpan cinta yang begitu besar pada seseorang. Ia berjanji dalam hati, akan mencari tahu tentang siapa gadis yang dicintai sahabatnya itu.
-o0o-
Dengan diantar Adam ke kediaman ustaz, malam itu Alvaro resmi menjadi seorang Mualaf. Kini ia merasakan ketenangan dan kedamaian di dalam hati. Ia bersyukur Allah telah memberikan hidayah kepadanya. Hidayah yang telah membawa dirinya menuju ke kehidupan yang lebih baik. Kini ia yakin, menjadi muallaf adalah pilihan yang tepat untuknya. Pilihan yang nantinya akan memudahkan ia menuju jannah-Nya.
Alvaro tersenyum, menatap foto yang tadi sore sempat ia abadikan di ponsel miliknya. Seorang gadis yang tengah tersenyum seraya memandang ke tengah lautan. Paras yang cantik dihiasi senyum yang menarik, membuat Alvaro hanyut di dalam keindahannya.
"Aku tahu kematian semakin mendekat, tapi aku tidak pernah takut, selama aku masih bisa melihat senyuman indah dari bibir mungilmu, La. Kamu adalah bidadari yang dikirimkan Tuhan untuk menemani di akhir hidupku," ucap Alvaro seraya mendekap foto Laila.
"Andai takdir memberiku kesempatan untuk hidup lebih lama lagi, aku ingin kamu tahu kalau rasa ini begitu besar untukmu. Ingin kurengkuh bahagia untukmu, hingga senyum itu selalu menghiasi bibir cantikmu. Namun, itu tidak mungkin, karena aku harus pergi. Pergi yang jauh untuk selama-lamanya. Walaupun aku tak menginginkannya, tapi aku tak bisa menentang takdir."
Ada butiran bening yang membasahi kedua pipinya. Tak lama kemudian Alvaro merasakan nyeri di kepalanya, darah menetes dari kedua lubang hidung. Alvaro tersungkur ke lantai, dengan tangan yang masih mendekap foto Laila dan juga senyum yang tersungging indah dari bibirnya.
Diam-diam Ibu Merry mendengarkan isi hati Alvaro dari depan pintu kamar. Ia menutup mulut dengan kedua tangan, agar isak tangisnya tak terdengar oleh putra tunggalnya. Hati Ibu Merry begitu terluka dengan kenyataan yang dihadapi sang putra. Mengapa tidak dirinya saja yang menderita penyakit itu?
Hidup putranya berubah menjadi tak bersemangat, ketika dokter memvonis hidup Alvaro tidak akan bertahan lama lagi, karena penyakit leukimia yang tengah ia derita. Leukimia adalah kondisi di mana tubuh memproduksi sel darah putih lebih banyak dari normal sehingga mengganggu fungsi tubuh dalam melawan infeksi. Penyakit leukimia menjadi sangat berbahaya karena jumlah sel darah putih yang berlebih dalam aliran membuat produksi sel-sel darah lainnya terganggu.
Melihat putranya tergeletak di lantai, ia langsung berlari menghampiri Alvaro. Lalu memanggil sopir untuk segera membawanya ke rumah sakit. Hati seorang ibu mana yang tidak akan sedih, bila melihat anak semata wayangnya harus bergelut dengan penyakit mematikan seperti itu di usia yang masih muda.
-o0o-
Sepulang dari kampus Laila, pikiran Adnan diliputi kecemasan. Ia tidak tahu bagaimana lagi cara meluluhkan hati Laila. Apalagi saat gadis itu lebih memilih diantar pulang oleh lelaki lain, membuat hatinya semakin merasakan cemburu yang memuncak.
Adnan memejamkan kedua mata, dengan kepala dibiarkan bersandar di kursi kerja. Hari ini ada beberapa pasien yang ia lewatkan dan menyuruh dokter lain untuk menggantikannya. Bukan karena ia tidak profesional dalam bekerja, hanya saja ia takut melakukan kesalahan karena hatinya yang tengah terluka.
Mengapa begitu sulit mendapatkan hati gadis itu? Padahal selama ini, banyak perempuan di luar sana yang mengharapkan Adnan untuk menjadi kekasihnya. Hanya saja hati Adnan yang sulit dan selalu tertutup. Padahal kalau mau ia bisa memilih salah satu dari mereka. Namun, hatinya lebih memilih gadis seperti Laila yang hatinya sangat sulit tersentuh.
Adnan tidak pernah menyesal mencintai seorang Laila. Sekalipun cintanya tak kunjung mendapat balasan. Ia yakin dengan bersabar, suatu saat nanti akan bisa meluluhkan gadis pemilik lesung pipi itu.
"Dok, ada pasiennya dokter Handoko. Kebetulan beliau tidak masuk, jadi Anda yang harus menggantikannya. Karena kami tidak mengerti tentang penyakit itu."
Adnan mengembuskan napas perlahan, lalu bangkit dari duduknya. Mengikuti langkah perawat yang akan membawanya ke ruangan pasien. Sesampainya di ruangan pasien. Adnan terkejut saat mendapati seseorang yang tak asing lagi di matanya tengah tergeletak lemah di ranjang pasien. Ia tidak percaya dan tak pernah menyangka, kalau selama ini lelaki itu menutupi penyakit yang tengah dideritanya.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Istikharah Cinta Laila (Terbit)
RomanceLaila Qaira Nazhira, seorang gadis yang memutuskan untuk berhijrah, setelah sang kekasih akan memerkosanya. Cobaan demi cobaan menghampiri hidupnya, selain teror dari sang kekasih, ia juga harus dihadapkan dengan kebangkrutan perusahaan orang tuanya...