Part 20

486 27 0
                                    

Laila menggeliat, saat mentari pagi menyapa dengan penuh kehangatan. Wanita itu segera menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, lalu beranjak menuju jendela kamar.

Dering ponsel menghentikan kegiatannya, saat akan membuka gorden jendela. Laila segera mengambil ponsel dari atas naskah, memastikan siapa yang sepagi ini berani meneleponnya. Bibirnya tersungging, kala melihat nama yang memanggilnya di layar ponsel. Seseorang yang beberapa hari ini ia rindukan, akhirnya kini menelepon dirinya.

"Assalamualaikum, Kak," ucap Laila.

"Waalaikumsalam."

Mendengar suara lembut Adnan, membuat hati Laila bergetar syahdu. Ingin rasanya ia mengungkapkan kerinduan yang terpendam selama ini pada sang suami. Namun, Laila teringat dengan ucapan Adam, untuk sementara waktu ia harus bisa menahan semua perasaannya pada Adnan, sampai semua kebenaran terungkap.

"Kapan pulang, La?"

"Hm, Belum tahu, Kak!"

"Why?"

"Masih betah tinggal di sini, Kak. Lebih baik kita begini saja dulu, karena percuma kita bersama bila hati Kak Adnan bukan untuk Laila."

"Baiklah, hubungi aku jika kamu ingin kembali ke rumah ini."

Telepon diputus sebelah pihak. Air mata kembali luruh di pipi, mengingat betapa dingin sikap Adnan kepadanya. Rasa sesak memenuhi rongga dada, saat sadar tak ada lagi ungkapan mesra dari sang kekasih hati.

"Siapa?" tanya Adam yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan langsung menghempaskan tubuhnya di ranjang.

"Kak Adnan!"

"Pantas wajahmu murung."

"Dia tidak sehangat dulu, Kak. Bahkan saat Laila mengatakan masih betah tinggal di sini, dia tidak mempermasalahkannya dan tidak berkata apa-apa lagi!"

"Tidak perlu bersedih seperti itu! Bukankah kamu tahu, dia seperti itu karena di bawah pengaruh guna-guna Rianti dan ibunya sendiri. Cukup ikuti rencana Kakak, jangan memikirkan hal yang lain!"

"Tapi, Kak!"

"Lebih baik sekarang, kamu temani Gilang jalan-jalan."

"Harus, ya?"

"Banget!"

"Dia tidak nakal, 'kan?"

"Tidak! Sana berangkat. Gilang sudah menunggu dari tadi di depan," ucap Adam seraya mendorong pelan tubuh Laila keluar kamar.

"Iya ... iya, aku mau mandi dulu, lalu berangkat!"

Laila tidak punya pilihan lain, selain mengikuti perintah Adam. Menolak pun itu tidak mungkin, mengingat Adam melakukan ini semua untuk menyelamatkan rumah tangganya.

Sekuat-kuatnya hati wanita, tetap saja ia makhluk yang lemah. Apalagi tanpa sandaran hati di sampingnya, membuat Laila terkadang banyak menangis dalam diam. Di saat ia akan melabuhkan hati sepenuhnya pada Adnan, justru ujian rumah tangga datang menyapa.

Namun, Laila sudah berjanji dalam diri. Ia tidak akan pernah meninggalkan sang suami. Walau bagaimanapun lelaki itu menikahinya saat ia sedang dalam kekurangan, apa salahnya bila ia pun selalu setia menanti hingga keajaiban itu datang. Laila yakin, suatu saat pengaruh sihir itu akan lenyap dari tubuh suaminya. Mungkin inilah arti dari mencintai di atas luka. Sedalam apa pun torehan luka yang diberikan pasangannya, tak akan pernah mengubah rasa cinta Laila pada Adnan.

-o0o-

Di tempat lain, Elsa sedang asyik berbicara dengan seseorang di seberang telepon. Sesekali ia tertawa puas mengingat keberhasilannya dalam mengusir sang menantu.

Istikharah Cinta Laila (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang