Part 7

623 42 0
                                    

Adnan mengempaskan kasar tubuhnya di kasur. Pikirannya kacau tidak karuan, antara cemburu dan resah kini membuncah menjadi satu. Ingin rasanya ia memutar waktu, agar bisa mengulang kejadian beberapa jam yang lalu. Menjemput Laila sebelum Rival menemukannya, juga sebelum Alvaro menjadi pahlawan penyelamat untuk gadis itu.

Cemburu? Benarkah rasa cemburunya begitu besar pada Laila? Adnan mendengkus perlahan, lalu bangkit dari ranjangnya. Mengambil handuk, lalu masuk kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Tak lama kemudian, Adnan keluar dari sana dengan bertelanjang dada. Mengusap rambutnya yang basah menggunakan handuk, lalu memilih kaos tipis yang biasa ia gunakan khusus untuk bersantai di rumah.

"Aneh! Dinginnya air saja tidak cukup, untuk memadamkan api cemburu yang tengah bergejolak dalam dada! Apakah aku harus masuk kulkas dan berdiam lama di sana? Agar secepatnya bisa meredam semua rasa ini," gumam Adnan.

Drrt!

Ponsel Adnan bergetar, ia langsung membaca pesan itu. Setelah membaca isi pesan itu dan mengetahui siapa pengirimnya, Adnan langsung membanting ponselnya ke kasur.

"Dasar wanita tak tahu malu! Setelah meninggalkanku tanpa kepastian, kini kembali mengajak bersama. Memangnya hatiku ini remehan rangginang, yang bisa dia mainkan sesuka hatinya!"

Adnan mengacak rambutnya frustrasi, dulu dia memang mengagumi wanita itu, selalu menuruti apa kemauannya. Namun, kini ia sadar, kalau selama ini Rianti hanya menjadikan dirinya pelarian saja.

Adnan mengambil benda pipih itu kembali, lalu berniat menelepon seseorang. Tak ada cara lain lagi untuk menenangkan hatinya, selain menelepon gadis yang menghadirkan rasa cemburu itu sendiri.

"Assalamualaikum, Laila."

"Waalaikumsalam!" balas Laila ketus.

"Hm, apakah kamu memiliki waktu senggang? Ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Adnan hati-hati.

"Tentang apa?"

"Tentang kita."

"Maaf aku tidak ada waktu untuk membahas hal yang tak penting seperti itu. Assalamualaikum!"

"Tunggu dulu, La! Setidaknya beri aku kesempatan untuk menjelaskan tentang semua kesalahpahaman ini."

"Lupakan saja!"

"Aku tunggu jam delapan malam di kafe yang berada tak jauh dari rumahmu. Kalau sampai kamu tidak datang, kamu tidak akan melihatku lagi untuk selamanya."

"Apa maksud Kak Adnan?"

"Assalamualaikum," ucap Adnan yang langsung menutup teleponnya.

Adnan tersenyum, ia yakin dengan ancaman seperti itu Laila akan datang menemuinya. Setahun mengenal gadis itu, Adnan sudah bisa menyimpulkan, kalau Laila memang gadis yang baik dan tidak akan tega membiarkan orang lain menderita karenanya.

*****

Setelah Adnan menutup telepon sebelah pihak, Laila meletakkan kembali ponsel di atas nakas. Ia memijat keningnya, mengapa akhir-akhir ini dia sering berurusan dengan lelaki itu? Namun, kemudian ia tersenyum kala mengingat mimpinya malam itu bersama Adnan.

"Apakah mungkin Kak Adnan jodoh pilihan Allah untukku?"

Laila melirik jam di dinding. Masih ada lima belas menit lagi untuk menunggu waktu berbuka puasa. Hari ini hari pertama puasa ramadhan, tetapi banyak sekali masalah yang menguras emosi dan beban pikirannya. Teringat lagi kejadian tadi siang, di mana Rival tak pernah menyerah untuk menghancurkan kehidupannya. Laila bergidik ngeri, andai saja tadi tidak ada Alvaro yang datang menolongnya, mungkin saja ia sudah menjadi korban seorang Rival.

Istikharah Cinta Laila (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang