Truth

3.1K 355 10
                                    

Hoseok mendesah frustasi dan Kihyun menatap kasihan temannya yang kini terbaring tak berdaya di kasur.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Hoseok mengeluarkan suara setelah sekian lama terdiam, menatap lurus satu-satunya wanita yang berada di sana.

Hana yang duduk di samping ranjang rumah sakit menoleh, menatap takut kedua lelaki itu. Walaupun Hoseok dan Kihyun terkenal akan sikap ceria dan humoris mereka, tetap saja saat marah mereka terlihat menyeramkan.

"Aku meminta Yoongi untuk datang ke rumah sakit, kemarin malam sedang hujan deras dan motor yang Yoongi kendarai tergelincir." Kihyun menghela nafas usai Hana selesai berbicara.

"Kalau tahu kemarin malam hujan deras kenapa meminta Yoongi ke rumah sakit?" Kihyun bergantian mengajukan pertanyaan

"A-aku,"

"Bukannya bermaksud jahat, tapi bisa tidak jangan libatkan teman kami dalam urusanmu hm? Aku tahu kalian memang pernah terlibat dalam sebuah hubungan tapi bukan berarti-" Hoseok menepuk lengan Kihyun, mengisyaratkan pemuda itu untuk berhenti bersuara sebelum ucapannya dapat menyakiti seseorang.

"Maaf. Aku tahu tidak seharusnya aku meminta bantuan Yoongi terus menerus apalagi kami sudah bukan siapa-siapa." Hana menunduk, memainkan jemarinya di pangkuan,

"Apa yang dokter katakan tentang Yoongi?" Hoseok mengalihkan pembicaraan, merasakan khawatir saat Hana memberitahunya kalau Yoongi terlibat kecelakaan.

"Lukanya tidak parah sebenarnya, tapi kakinya patah, Yoongi tidak bisa mengikuti pertandingan nanti." Hal yang ditakutkan terdengar dari mulut Hana.

Kihyun mati-matian menahan umpatan yang sudah berada di ujung lidah. Ingin rasanya memaki kedua orang di hadapannya ini, Yoongi si bodoh yang entah kenapa mau saja menolong wanita yang bukan siapa-siapa lagi di hidupnya, dan Hana yang juga entah kenapa selalu meminta tolong kepada Yoongi terus-menerus.

"Maafkan aku." Hana kembali menunduk, merasakan matanya berair. Tiba-tiba merasa menyesal karena sudah meminta Yoongi untuk datang ke rumah sakit kemarin malam.

Erangan terdengar dari mulut Yoongi, membuat semua yang ada di ruangan menatap panik pemuda itu. Hoseok dan Kihyun berjalan mendekat dan menanyakan keadaannya.

"Aku tak apa." Decakan terdengar keluar dari mulut Kihyun,

"Kau membuat kami khawatir, sialan! Kupikir kau akan mati tadi." Kihyun berceloteh dan Yoongi memberikan tatapan sinisnya.

"Kau serius baik-baik saja?" Raut khawatir masih tercetak jelas di wajah Hoseok. Yoongi mengangguk untuk menjawabnya.

"Kau bodoh sekali, Yoon. Untuk apa kau keluar malam-malam?" Melirik sekilas Hana, Kihyun melontarkan pertanyaan itu. Ingin mendengar jawaban bodoh apa yang keluar dari mulut Yoongi.

"A-aku ingin ke toilet dulu." Hana bangkit dari duduk, berjalan keluar dari ruangan, menyisakan ketiga teman itu bersama.

Sebenarnya Hana tidak pergi ke toilet, ia hanya duduk di depan ruangan Yoongi. Hana merasa tidak enak dengan Yoongi dan teman-temannya bila berada di sana.

"Jawab aku sekarang. Kenapa huh?" Kihyun menagih.

"Hana memintaku menemaninya di rumah sakit. Kemarin ayahnya sempat kritis lagi." Kihyun memutar bola matanya malas

"Memangnya ia tidak punya sanak saudara lain yang bisa dimintai tolong? Kenapa harus kau terus?" Kihyun itu  terkenal di sekolah sebagai senior yang baik tapi tak tahu kenapa pertanyaan yang keluar dari mulutnya kini terdengar sinis.

Entah kenapa setelah mengetahui kalau Hana menjadi alasan utama Yoongi dan Jian putus (walau kebodohan Yoongi juga menjadi salah satu alasannya) Kihyun menjadi kesal dengan wanita itu.

"Setahuku ia memang tidak mempunyai siapa-siapa selain ayahnya." Yoongi menjawab sembari mencoba mengerakkan kakinya namun berakhir dengan meringis kesakitan.

"Kau tidak bisa mengikuti lomba basket nanti, Yoon." Hoseok berkata dengan hati-hati

"Aku heran, kenapa kau mau saja menolong Hana," Hoseok memicing kesal ke pada temannya, kenapa masih saja membahas masalah Hana.

"Kalau aku membunuh orang baru kau harusnya heran." Sarkas Yoongi

"Aish, bukan begitu. Maksudku- begini, jujur saja. Kau masih ada perasaan dengan Hana? Kau masih menyukainya?" jelas bukan hanya Kihyun yang sangat menantikan jawaban Yoongi, tapi Hana yang sedang menunggu di luar juga.

Suasana koridor yang sepi memudahkan Hana mendengar obrolan para lelaki itu di dalam.

Yoongi menyunggingkan senyum tipis, "Kau jelas tahu kalau aku hanya menyukai Jian." Hana tidak tahu seberapa hancur hatinya saat mendengar jawaban Yoongi tersebut.

Seharusnya ia sadar diri sejak lama kalau Yoongi memang sudah menghapus semua hal tentang dirinya.
.
.
.
.
.
Jian menatap ragu kamar bernomor '709' di hadapannya, kamar inap milik Yoongi. Tidak tahu ia harus menjenguk Yoongi atau tidak, tapi bukankah sudah kepalang tanggung?

Tadi pagi Hoseok mengabari Jian, memberitahu kalau Yoongi terlibat kecelakaan dan memintanya untuk menjenguk. Tentu saja awalnya Jian menolak, tapi saat mengetahui kalau kecelakaan itu menyebabkan Yoongi tidak bisa mengikuti pertandingan membuat Jian sedih, ia tahu basket adalah dunia Yoongi, ditambah tidak ada yang merawat Yoongi di sini karena ia memang tinggal seorang diri.

"Aku minta tolong padamu, Ji. Ayah dan ibu Yoongi di Daegu, kau'kan tahu kalau dia tinggal sendirian di Seoul, ia juga tidak mengabari mereka karena tidak ingin membuat mereka khawatir." Ucapan terakhir Hoseok tergiang di telinga Jian.

It's okay, Ji. Hanya menjenguk sebagai seorang teman, kau pasti bisa.

Yoongi sedang menatap bosan televisi saat pintu kamarnya terbuka, "Jian?"

"Ha-hai." Melambaikan tangan kaku Jian melangkahkan kaki semakin dekat ke arah Yoongi, "Hoseok-oppa memberitahuku kalau kau terlibat kecelakaan."lanjutnya seolah menjelaskan kenapa ia bisa ada di sini.

"Lalu di mana Hoseok?" Yoongi melirik pintu kamar,

"Ada latihan basket, ia akan datang sore nanti." Jian mengulang perkataan Hoseok padanya tadi sebelum pergi

Bergumam 'oh', Yoongi lalu menyuruh Jian untuk duduk di kursi samping ranjangnya, "Maaf aku tidak bawa apa-apa. Hoseok-oppa memberitahu dadakan."

"Tidak apa-apa." Yoongi mengaruk tenguknya gatal, tiba-tiba merasa canggung dengan situasinya.

"Bagaimana keadaanmu?" Jian membuka suara menatap sekilas ke arah tubuh bagian bawah Yoongi yang tertutup selimut

"Lumayan, hanya saja kakiku patah. Aku tidak bisa mengikuti lomba basket nanti." Yoongi berusaha berkata dengan nada yang terdengar biasa saja walau sebenarnya ia merasa sedih. Ia merasa telah gagal menjadi seorang kapten.

"Kau baik-baik saja?" Telah mengenal Yoongi lama membuat Jian menyadari betul bagaimana sosok Yoongi, pemuda itu bukanlah tipekal yang menunjukkan kesedihan secara terang-terangan.

"Entahlah, tapi kurasa tidak."

===Tbc===

Ohohoho, ini sebentar lagi bakal tamat 😪
Mau numpang promosi, ada work baru yang mungkin jadi pengganti ini work :)

Gotta Be You [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang