"Ayolah, Yoon. Kumohon ya." Aku menatap datar wajah memelas Kihyun, daripada merasa iba aku malah ingin melayangkan tinju, wajahnya malah jadi menyebalkan.
Tapi aku tidak ingin merusak tanganku jadi aku hanya mengangguk, tak lama ia berseru senang, mengucapkan kata-kata pujian sebelum berlari meninggalkan ruang diskusi dengan kecepatan tinggi.
Kalau kalian bertanya kenapa pemuda yang berteman denganku semenjak bangku sekolah menengah pertama itu melarikan diri disaat diskusi bersama, jawabannya adalah karena ia tengah bertengkar dengan kekasihnya. Iya, pemuda itu sudah laku sekarang dan wanita kurang beruntung yang menjadi kekasihnya adalah Kim Bo- Entahlah, aku lupa namanya, yang pasti ia mahasiswi jurusan sastra.
Sebenarnya bukan bertengkar sih, lebih tepatnya kekasih Kihyun marah, aku tidak tahu pasti alasannya tapi katanya, Kihyun melupakan hari jadian mereka dan yah berakhir dengan si wanita yang marah.
Di saat seperti itulah aku merasa beruntung memiliki kekasih Jian -sebenarnya tiap saat sih-, tapi saat mendengar kekasihnya marah besar hanya karena lupa tentang hari anniversary mereka, aku jadi merasa sangat bersyukur Jian tidak begitu. Walaupun ia terkadang merajuk kalau aku lupa hari penting kami tapi Jian tidak sampai marah besar, paling seram ia hanya mengucapkan sumpah serampah padaku.
Kalau dipikir-pikir Jian memang berbeda dengan kekasih wanita teman-temanku pada umumnya, Jian tidak banyak menuntut, ia lebih memilih kencan di dalam rumah dengan aneka snack dan kadang ramen daripada di bawah sinar lampu restoran mewah, katanya: "Aku lebih baik gemuk tapi puas daripada sok makan dikit tapi kelaparan."
Jian juga dewasa, pemikirannya mulai berubah, ia mulai melihat segala sesuatu dari beberapa sudut pandang dan mencoba untuk berfikir positif serta sabar dalam menghadapi sesuatu, sikap yang jelas berbeda denganku.
Tapi dibalik semua kelebihan yang kuterangkan, Jian tetap manusia biasa yang memiliki kekurangan. Ia tetap dapat marah bila aku melakukan kesalahan besar, seperti yang baru saja terjadi kemarin, aku membolos mata kuliah untuk tanding basket dengan kampus lain dan berakhir dengan perkelahian karena mereka bermain curang. Jian mendiamiku selama dua hari lamanya, dan itu sangat menyeramkan untukku.
Mungkin kalian beranggapan aku ini lelaki cuek yang terkesan tidak peduli dengan sekitar, itu tidak sepenuhnya salah tapi tidak sepenuhnya benar juga. Aku memang tidak ambil pusing dengan kejadian sekitar, tidak kalau itu tidaklah menyangkut orang-orang terdekatku.
Aku tetap peduli dengan teman-teman terdekatku terutama Jian, walau aku tidak menunjukkan secara terang-terangan. Misalnya seperti saat masa pendekatan kami dulu, aku tidak terang-terangan bertanya padanya tapi aku memilih bertanya pada Jimin (karena Taehyung dan Jungkook itu mulutnya tidak bisa dipercaya), bertanya mengenai di mana gadis itu tinggal, apa makanan kesukaan bahkan sampai bertanya apa ia mempunyai alergi terhadap sesuatu atau tidak. In case, kalau aku ingin memberinya bunga ia akan berucap terima kasih sambil tersenyum bukanlah bersin-bersin.
Tapi nyatanya aku tetap tidak memberikan Jian bunga dulu, wanita itu mengatakan kalau ia tidak terlalu menyukai bunga dan menurutnya itu kejam bila harus memetik bunga dan membuatnya mati perlahan karena layu hanya untuk diberikan pada orang lain, padahal orang tersebut tinggal datang saja ke taman bunga. Jian dengan pemikiran ajaibnya.
Nyatanya Jian memang selalu membuatku terkesima, entah itu akibat sikap, pemikiran maupun ucapannya.
Aku masih ingat pertemuan pertama kami, itu terjadi saat orientasi siswa di sma dulu. Kami saling bertabrakan yang berakhir dengan aku memarahinya, kalau diingat-ingat aku jahat sekali saat itu, tapi justru akibat ucapanku Jian jadi mengingatku walau dengan predikat buruk.
Aku ingat hal pertama yang membuatku tertarik padanya adalah cara ia tertawa, matanya yang menyipit, pipinya yang menjadi chubby akibat terangkat serta tangannya yang saling beradu menghasilkan suara tepukan.
Aku merasa bersyukur Jungkook masuk dalam team basket yang berarti Jian akan selalu ada di sana untuk menonton sahabatnya, walau pernah terlintas rasa cemburu dan takut kala ia bergaul terlalu akrab dengan tiga lelaki tersebut.
Jian dengan segala eksitensinya telah berhasil masuk dan mengambil alih dunia Min Yoongi, mungkin ini terdengar chessy dan seperti bukan diriku, tapi itulah kenyataannya.
Aku ingat aku sangat kacau saat kesalahpahaman tempo hari, ingatan akan Jian yang menangis masih membekas di kepalaku, sesekali mengutuk kenapa aku bisa sangat bodoh kala itu.
Tapi kesalahan di masa lalu adalah pelajaran berharga di masa depan, karena kesalahan itu sekarang aku jadi lebih terbuka pada Jian, membicarakan semua hal yang terjadi padaku untuk meminimalisir kesalahpahaman kelak.
Dering telpon membuatku tersadar dari lamunan. Sial, aku jadi melamun begini.
Buru-buru mengeser tombol hijau saat melihat nama yang tertera di sana 'My Luv' -percayalah, itu Jian yang menulis nama kontaknya- dan aku tidak ada niatan untuk merubahnya kendati beberapa temanku menjadikan itu bahan ejek'kan.
Karena aku memilih untuk mengeluarkan kalimat sarkas pada teman-temanku bahkan sampai berkelahi ketimbang beradu argumen dengan Jian, karena sampai mulut berbusapun aku akan tetap kalah. Wanita itu selalu benar, iyakan saja peraturan tersebut maka hubungan kalian akan baik-baik saja.
"Yoon, kau di mana?" Suara Jian mengudara, terdengar bising-bising yang membuatku yakin ia tengah di jalanan.
"Kampus. Ada apa, Ji?"
"Bisa tidak jemput aku?" Melirik ke arah laptop serta beberapa buku tebal yang bahkan belum tersentuh sedikitpun, "Kau sibuk tidak? Kalau sibuk ti-"
"Aku akan ke sana, kau di mana?" Well, aku akan memaksa Namjoon saja nanti untuk membantuku. Karena bagaimanapun Jian lebih penting. Prioritas.
===The End===
KAMU SEDANG MEMBACA
Gotta Be You [✔]
Short Story➵ft. Suga from BTS A/n: Cerita ini sudah pernah dipublish di line@ sebelumnya, di akun btsworldina ©Dera Start: 27 July 2019 End: 1 May 2020 Impressive Ranking: #1 btssuga 16/10/2020 #1 btsworld 22/10/2020 #5 dera 10/01/2022 #11 jeonjungkook 07/12/2...