Friend

3.8K 405 3
                                    

"Hei! Yang benar bawa tasku." Aku berseru, membuat lelaki yang berada tak jauh dariku menatap dengan kesal,

"Yang penting aku bawakan!" Balasnya dan aku dapat mendengar nada kesal di sana membuatku makin senang,

"Kalau menolong itu jangan setengah-setengah dong." Jungkook merotasi bola matanya dan aku terkekeh. Kapan lagi bisa memerintah Jungkook begini?

Usai kejadian aku terjatuh di lapangan tempo hari, Jungkook, Jimin dan Taehyung jadi bergantian mengantar-jemputku, dan hari ini giliran Jungkook.

Mereka bersikeras untuk mengantarku, katanya tidak tega bila melihatku harus naik bus dalam keadaan kaki terluka, mereka memang so sweet sekali.

Rumahku dan rumah mereka tidak se arah sebenarnya, makanya aku biasa pulang menggunakan bus. Dulu sebenarnya aku tinggal di komplek yang sama dengan Jimin, tapi ia pindah. Rumahku satu arah dengan Yoon- okay, jangan bahas dia. Aku masih kesal dengan kejadian di ruang kesehatan tempo hari.

Kembali ke teman-temanku yang manis (read: Jungkook, Jimin, Taehyung) -sebenarnya aku mual mengatakan itu-, tapi tak masalah sekali-kali.

Selain menjadi supir pribadiku, mereka juga membantuku untuk membawakan tas dan kadang membelikanku makanan di kantin karena kakiku masih terasa ngilu saat turun dan naik tangga, seperti sekarang misalnya.

"Cepat dong, Ji," Jungkook berdiri di ujung tangga sambil menatapku yang kesulitan menuruni tangga, "Kau jadi seperti nenek-nenek tahu." Lanjutnya

"Kakiku masih sakit, bodoh." ucapku kesal. Ia menaiki tangga menghampiriku,

"Mau kugendong tidak?" Tawarnya

"Tidak ah. Nanti kau malah menjatuhkanku."

"Astaga, Jian kau tega sekali," Jungkook tiba-tiba meletakkan tangannya di dada, "Orang suci seperti aku tidak mungkin melakukan hal picik seperti itu."

Serius, rasanya kakiku gatal saat melihat wajah menyebalkannya begitu, gatal ingin menendang.

"Menjijikan, Jeon ihh." Jungkook tertawa

"Ayo kugendong mau tidak? Ini makin sore loh" Tawarnya lagi, langkahnya makin mendekat kepadaku.

"Kalau kau memaksa."

"Dasar, pura-pura jual mahal." Ia berdecih tapi tak lama berjongkok di depanku dan aku melingkarkan lenganku di lehernya, "Astaga, Ji. Kau berat sekali."

"Apa?!" Aku memukul pundaknya, seenaknya menyebutku berat.

"Aw! Itu buktinya, pukulanmu juga sakit sekali. Serius deh, beratmu sepertinya na- aw! Ya! Sakit." aku menjewer telinganya dan Jungkook memberontak

"Sakit, bodoh! Hei, kau bar bar sekali." Ia mengeluh kesakitan

"Kau yang memulai. Seenaknya menyebutku berat. Tidak tahu kalau wanita itu sensitif dengan berat badan?"

"Tahu. Tapi kau kan bukan wanita."

"Aw! Berhenti menyakitiku! Aku akan menjatuhkanmu"

"Aku akan membunuhmu dulu sebelum kau berhasil menjatuhkanku."

"Dasar psikopat." gumam Jungkook

Kami lalu berjalan sambil terus bertengkar, menghiraukan tatapan aneh orang-orang disekitar. Berteman lama dengan Jungkook membuatku akhirnya kebal dengan tatapan aneh tiap orang.

"Oi! Jungkook!" Aku memukul pundak di hadapanku untuk berhenti begitu mendengar seseorang memanggil namanya dari arah belakang, Jungkook memutar tubuh dan kami mendapati Yugyeom berlari menghampiri.

"Eoh, Jian. Ada apa denganmu?" Aku menunjukkan luka ku di lutut, "Astaga. Bagaimana kau bisa terjatuh?"

"Itu-"

"Dia bermain basket dengan bar bar kemarin." Jungkook memotong ucapanku dan aku memukul tenguknya, "Sakit, Jian!"

"Makanya jangan seenaknya dalam berbicara." Yugyeom terkekeh melihatku dan Jungkook bertengkar

"Kalian seperti sepasang kekasih saja."

"Iwh." Kami serempak menjawab membuat Yugyeom tertawa kecil, merasa lucu sepertinya.

"Ada apa memanggilku?" Tanya Jungkook

"Ah iya, aku hampir lupa. Guru Kim ingin memberikan pengumuman perihal lomba basket." jawab Yugyeom

Basket?! Astaga! Berarti ada Yoongi dong!

"Ayo" Aku menepuk pundak Jungkook

"Jung, aku menunggu di parkiran saja deh." Alasanku

"No no no. Kau ikut saja, ayo!" Aku memberontak dalam gendongannya tapi Jungkook tetap menahanku, ia bahkan membenarkan gendonganku di punggungnya.

"Malas, ihh Jeon. Tidak ada yang kukenal di sana." Aku masih beralasan, tidak mungkin aku menceritakan alasan yang sebenarnya kalau aku malas bertemu Yoongi, yang ada lelaki ini makin menjadi mengolok-olokku.

"Tidak apa-apa. Aku takut nanti kau hilang, siapa yang akan menjadi bandar jawaban ujianku nanti." pukulan melayang ke kepala Jungkook yang bodoh.

"Kajja." Aku menyerah dan membiarkan Jungkook membawaku menuju lapangan.

Saat datang beberapa pasang mata menatap ke arah kami bingung. Astaga, aku malu sekali!

Jungkook menurunkanku di kursi stadion,  "Kenapa kau menunduk begitu?" Tanyanya bingung,

"Aku malu, bodoh. Kenapa menurunkanku di sini, sih." Jungkook melirik sekitar dan mendapati beberapa pasang mata memang melirik ke arah kami terang-terangan dengan kening berkerut, tak lama ia kembali menatapku dan terkekeh kecil.

"Oh, kau masih punya malu?" Kalau saja di lapangan itu tidak ada senior dan guru Kim sudah kupastikan aku akan menjambak rambut Jungkook.

Aku memicing ke arahnya dan ia hanya terkekeh.

Aku sudah akan mengeluarkan kalimat sarkas saat tiba-tiba seseorang memanggil Jungkook. Kami berdua sama-sama menoleh tapi karena tubuh Jungkook berdiri tepat di hadapanku, aku jadi tidak dapat melihat dengan jelas siapa yang memanggil karena terhalang tubuh bongsornya.

"Oh, hyung! Kalian datang?"

"Tentu saja. Kami masih bagian dari team."

"Siapa yang bersamamu, Kook?" Jungkook mengeser tubuhnya dan aku menemukan presensi Hoseok, Kihyun dan Yoongi serta beberapa senior lain berdiri tak jauh dari kami.

"Oh, Jian? Astaga. Kau tidak kelihatan tadi, Ji." Hoseok berujar dan aku memberikan senyum kecil.

"Eii... Hyung, tubuh sebesar truk ini tidak kelihatan?" Aku menendang sisi samping Jungkook dan ia mengaduh membuat beberapa orang yang melihat terkekeh, seperti Hoseok misalnya. Seenaknya saja menyebutku besar, ia mau mati ya?

"Kalian seperti bocah saja. Ayo, Guru Kim sudah memanggil." Kini Kihyun yang menyahut

"Baik-baik di sini, bocah." Jungkook mengacak-acak rambutku sebelum ikut bergabung dengan para senior dan junior di lapangan meninggalkanku sendirian di kursi penonton.

"Bye, Jian!" Aku tersenyum membalas sapaan riang Hoseok dan Kihyun. Mataku lantas beralih pada Yoongi yang berada tepat di sampingnya, kupikir Yoongi akan menghampiriku atau setidaknya menyapa seperti yang di lakukan temannya, tapi nyatanya ia hanya menatapku tanpa bersuara lalu berlalu.

Astaga, Jian! Kau mengharapkan apa sih?

===Tbc===

Gotta Be You [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang