Fault

3.2K 366 15
                                    


[Yoongi' side]

Bukk!!

Aku mengelap sudut bibir yang berdarah akibat tinju Jungkook. Lelaki ini tidak bisa dianggap sepele.

Jimin menarik Jungkook menjauh, dan Taehyung membantuku berdiri. Mulut yang biasa ia gunakan untuk bercanda ataupun memujiku kini sibuk mengeluarkan berbagai macam sumpah-serampah.

Matanya memicing, dan aku tahu Jungkook sedang marah, oh bukan, bukan hanya Jungkook tapi Jimin dan Taehyung juga. Hanya saja kedua lelaki itu tidak sebrutal Jungkook dalam melampiaskan amarahnya.

Dari sini aku dapat menarik kesimpulan kalau Jian sudah menceritakan semuanya, mungkin termasuk cerita mengenai aku dan Hana.

Aku tidak menyalahkan Jungkook yang memukulku, toh aku memang salah. Aku akui aku ini bodoh dan brengsek tapi bagian di mana aku mempermainkan Jian itu salah, salah besar.

"Yoong, aku- astaga!" Kihyun berlari menghampiri begitu melihat lebam di wajahku,

"Kau- Jungkook- kalian?" Ucapan Kihyun terpatah-patah dan aku mengangguk, maksudnya pasti 'Kalian berkelahi?'

"Ada apa ini? Jung, apa yang kau lakukan?" Kihyun bertanya

"Kau tanyakan saja pada temanmu yang brengsek ini, hyung."

"Jaga ucapanmu. Yoongi seniormu."

"Persetan dengan senior. Ia sudah membuat temanku sedih!" Kihyun mengerutkan kening dan menatapku,

"Yoon, ini- ada apa sebenarnya?" Kihyun bertanya padaku

"Aku akan jelaskan nanti," Jawabku

"Ini tidak seperti yang kau kira, Jung. Aku tidak pernah selingkuh dari Jian, aku-"

"Shit! Aku tidak peduli, hyung. Terserah. Yang pasti jangan temui Jian lagi atau aku akan menambahkan lebam di wajahmu." Jungkook memotong dan aku tahu ia masih emosi, percuma berbicara dengan orang yang emosi,

"Maafkan Jungkook, hyung. Emosinya tidak bisa dikontrol." Taehyung mewakili untuk meminta maaf dan aku mengangguk,

"Kami permisi dulu,"

"Ini ada apa sebenarnya? Kenapa bocah itu menghabisimu?"

"Aku tadi hanya mengatakan kalau Jian pingsan dan membawanya ke ruang kesehatan tapi setelah itu aku dihadiahi tinju." Aku meringis. Bibirku sobek lagi sepertinya.

"Tidak mungkin hanya karena hal itu ia meledak. Ada hal yang belum kau ceritakan padaku'kan?" Kihyun menagih
.
.
.
.
.

"Dasar bodoh! Kau memang pantas di pukuli Jungkook. Aishh... Dasar! Membuatku kesal." Ini sudah umpatan kesekian kali yang keluar dari mulut besar Kihyun setelah aku menceritakan kejadian sebenarnya

"Aku tak menyangka, temanku sebodoh ini," lagi Hoseok menimpali. Kihyun memanggil Hoseok ke rumahku hanya untuk membicarakan hal ini.

"Aku merasa senang karena Jian memutuskanmu. Lelaki sepertimu memang menyebalkan! Terlalu bodoh! Harusnya kau jujur padanya."

"Seharusnya aku ikut menghajarmu bersama Jungkook tadi."

Kalian memang teman yang terbaik!

"Lihat, dia malah diam," Kihyun mengerutu lagi. Lah, memangnya aku harus apa? Pemuda itu mengacak-acak rambutnya kesal lalu menengak cola

"Biar kutebak kau belum menjelaskan semuanya pada Jian?" Aku mengeleng dan satu umpatan keluar dari mulut Hoseok

Kenapa mereka gemar sekali sih mengumpat? Tidak kasihan padaku? Aku berada dalam situasi sulit saat itu.

"Kau sudah mulai dekat lagi dengan Jian beberapa hari lalu. Kenapa tidak gunakan kesempatan itu untuk menjelaskan semuanya?" Tanya Hoseok lagi

"Waktunya tidak tepat."

"Lalu kapan tepatnya? Eii, menyebalkan." Kihyun menambahkan

"Sekarang sudah makin runyam. Harapan kau bertemu Jian sudah tidak ada lagi, tiga bocah itu pasti tidak akan mengijinkanmu dengan mudah." lanjut Hoseok dan aku menyesali dalam hati.

"Penyesalan datang terlambat, bung. Tapi tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki" Hoseok menepuk pundakku

"Cepat atau lambat kau harus menjelaskan semuanya pada Jian. Kami akan mencoba membantu. Walau kurasa sulit," Helaan nafas terdengar

Kenapa semua jadi seperti ini? Apa keputusanku saat itu salah?

Aku mengerang dan memejamkan mata, kepalaku terasa pusing sekarang. Mungkin ini efek tinju Jungkook atau mungkin karena demam Jian yang sudah berpindah?

-flashback-
Setelah guru Jung pamit untuk pergi makan siang, aku duduk menemani Jian di ruang kesehatan. Menaikkan selimut sampai sebatas dada wanita itu lalu duduk di samping brankar.

Rasanya sedih bila harus melihat orang yang kau kasihi sakit. Walau guru Jung bilang Jian tak apa, tapi aku tetap khawatir. Demamnya tinggi, dan setelah kuperhatikan matanya juga agak membengkak. Apa kau menangis karenaku, Ji?

Aku tidak pantas kau tangisi, Jian.

Panas tubuhnya menjalar ke kulit begitu aku menyentuh pipinya. Ji, maafkan aku. Aku memang bodoh. Tapi kumohon, cepatlah sembuh.

Aku menunduk mendekatkan wajahku pada Jian,

Mengecup bibir Jian sembari berharap kalau demamnya segera berpindah padaku.
-Flashback end-

===TBC===

Gotta Be You [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang