***
Ibu Ardian menunggui putranya sepanjang malam dengan perasaan yang campur aduk.
Antara sedih, bingung, dan khawatir karena sampai saat ini putranya belum juga menunjukkan tanda-tanda akan bangun.
Kondisinya langsung kritis begitu dibawa ke rumah sakit karena dosis racun yang terlalu besar dipaksa masuk ke dalam tubuh Ardian.
Gisella juga ikut menemani Ardian. Cewek itu bahkan terlihat lebih khawatir daripada ibu Ardian sendiri.
Matanya membengkak karena semalam suntuk, Gisella menangis di samping Ardian. Takut Ardian kenapa-napa.
Ibu Ardian mengelus pundak Gisella karena cewek itu mulai meneteskan air matanya lagi saat ini.
"Gisella, sudah nak. Jangan nangis lagi. Kita doakan saja semoga Ardian cepat sembuh."
Gisella menundukkan kepalanya, air matanya tetap menetes keluar, ia melirik sebentar ke arah wajah pucat Ardian yang terbaring lemah di depannya.
Gisella meraih tangan cowok itu, berharap dengan seperti itu, Ardian akan segera membuka matanya.
"Maaf Ardian. Aku tidak tahu kalau pesta ulang tahunku bakal bikin kamu kayak gini. Aku benar-benar minta maaf, Ardian."
Gisella mengelap air mata dengan punggung tangannya, berusaha tetap tegar dan berharap kalau Ardian akan baik-baik saja.
Ibu Ardian tersenyum lemah, trenyuh melihat hal tersebut, wanita tersebut kemudian memeluk Gisella, memberikan kepercayaan pada gadis itu kalau Ardian akan segera kembali sadar.
Gisella balas memandang wajah ibu Ardian sembari mengulas senyum penuh penerimaan.
Gisella menarik napas panjang, berharap dengan tulus di dalam hatinya.
"Ardian, cepat buka matamu. Aku benar-benar ingin melihatmu memakaikan kalung itu di bukit kesukaan kita. Persis seperti rencanamu."
Gisella kembali menangis di pelukan ibu Ardian.
Ibu Ardian menghela napas dalam-dalam, berucap lembut
"Sudah sayang. Ardian akan sembuh. Percayalah."
***
"Brak!"
Pria itu menggebrak meja di depannya dengan penuh amarah.
Matanya melotot tajam, menatap si Sosok di depannya yang masih belum menunjukkan ekspresi apapun pada pria di depannya.
"Kenapa bisa sampai salah target?!" Ayah Gisella membentak si Sosok.
Si Sosok menatap datar pria didepannya.
"Bukankah Gisella yang memberikan kuenya? Aku kan hanya bertugas menaruh racun di salah satu potongan kue itu."
Ayah Gisella kembali meraung marah.
"JADI MAKSUDMU SEMUA INI SALAH PUTRIKU?!"
Si Sosok melempar tatapan ke arah lain, masih tanpa ekspresi.
Ayah Gisella melempar vas bunganya ke tembok tanpa ampun, membuat ruangan itu mendadak ramai.
"Argh! Padahal ini kesempatan bagus untuk menyingkirkannya! Tapi kenapa malah gagal?!"
Si Sosok masih dengan muka datar, menoleh ke arah ayah Gisella.
"Mengapa kau begitu menginginkan harta anak itu? Padahal itu sama sekali bukan hakmu?"
Ayah Gisella meradang kali ini.
Pria itu berjalan cepat dengan napas terengah-engah ke arah si Sosok, meraih kerah lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEAR FAIRY [On Going]
Literatura FemininaAku hanya ingin menghilangkan rasa takut dari trauma masa laluku yang kelam. Tapi kenapa ketakutan itu justru malah terus memenuhi mimpi-mimpi dalam tidurku? Aku hanya ingin membuat hubungan Ardian dan Gisella membaik karena mereka sahabatku. Tapi k...