Suara bel berbunyi, pertanda pelajaran akan tergantikan oleh jam istirahat. Para murid berhamburan keluar, mendahului guru mereka yang masih bebenah diri di depan.
Pria manis berwajah tupai yang masih diam pada posisinya menghela nafas dalam. Meraih sekotak bekal pada tas-nya lalu menyerahkan pada Minho— teman sebangku yang sedari tadi diam memperhatikan-nya.
Jisung memahami tatapan pria tersebut, hal wajar karena yang biasanya cerewet kini mendadak diam seribu bahasa.
Minho pasti bingung, pikirnya.
"Makan saja bekal mu, kurasa kau kurang sehat." Pria tersebut menyodorkan bekal yang Jisung buat untuknya.
Mengabaikan ucapan Minho, ia memutuskan untuk berdiri lalu menatap pada Felix yang bersiap untuk ke Kantin.
"Felix, aku ikut!" Hendak berjalan ke arah pria cantik tersebut jika saja sebuah tangan tidak menahan pergelangan-nya.
"Jika kau lapar, maka makanlah roti ini."
Menatap pada Minho yang sedang menatap maniknya lekat lalu beralih pada sesuatu yang menunjukkan hari kematian-nya.
00 : 09 : 06 : 57 : 32
Menyebalkan sekali.
Jisung belum bisa menempatkan diri. Ia tidak tahu harus menghabiskan waktu bersama Minho hingga ajal pria tersebut datang atau membiasakan diri agar tidak terlalu sakit nantinya.
Sadar jika perasaannya sudah terlanjur nyaman pada pria yang awalnya dingin tersebut, dan sadar bahwa rasa itu tidak akan bisa ia rasakan dalam waktu yang lama.
Keduanya terdiam, saling menatap satu sama lain dengan Minho yang masih menggenggam pergelangan tangannya.
Membuat pria cantik berdiri di ambang pintu sembari menatap malas pada Jisung.
"Hei Jisung, jadi tidak?"
Menatap pada Felix yang sedang melihat dengan raut malas ke arahnya lalu melepas cengkraman tangan Minho.
"Kau bisa makan itu, aku sedang menginginkan hal lain."
Suara riuh yang berasal dari para murid memasuki indra pendengarannya. Bergegas merapikan buku begitu mendengar suara bel berbunyi, dan mengabaikan ucapan penutup yang dilontarkan oleh sang guru didepan sana.
Sama halnya dengan Jisung, pria manis berwajah tupai yang sedang merapikan barang-barang nya dengan raut datar mengabaikan ucapan sang guru, mengenakan tas-nya begitu saja dan menunggu instruksi ketua kelas untuk berdoa dan memberi salam pada sang guru.
Setelah melakukan intruksi yang diberikan oleh ketua kelas, guru yang mengajar mereka di jam terakhir pun keluar, membuat beberapa murid berlarian dengan tidak santainya keluar kelas, dengan Jisung yang sudah berdiri hendak melangkah keluar namun lagi-lagi pergelangan tangan-nya tertahan oleh sesuatu.
Menoleh kesamping, menatap Minho yang sedang menahan-nya lalu menghela nafas dalam ketika lagi-lagi teringat oleh waktu kematian pria tersebut.
"Aku berbuat salah?"
"Tidak." Jawabnya sembari berusaha melepas cengkraman tangan Minho.
"Kenapa diam saja? Kau sedang kurang sehat, ya?"
Gelengan Jisung berikan, pria manis tersebut menyerah pada tangan Minho yang menggenggam-nya dengan kuat.
"Jangan beri aku gelengan! Itu bukan sebuah jawaban." Wajahnya merajuk, membuat Jisung mengernyit heran pada ekspresi itu.
"Aku tidak marah Minho, hanya sedang menikmati ketenangan—
—dan aku sedang ingin sendiri" menunduk pada kalimat terakhir, berharap kali ini Minho mah melepaskan genggamannya.
Namun, semua diluar perkiraannya. Pria tersebut menautkan jari tangannya lalu berjalan dengan tangan yang saling tertaut.
Membuat Jisung berjalan mengikuti pria tersebut dengan raut kebingungan.
"Aku temani kau sampai rumah, dan maaf—
Berhenti sejenak, menatap ke arah Jisung yang nampak kebingungan lalu kembali melanjutkan langkah kakinya.
—aku tidak percaya pada kalimat aku sedang ingin sendiri"
KAMU SEDANG MEMBACA
28 Days [2/2] - Minsung✓
FanficHanya kisah seorang Han Jisung si pembaca kematian. . . . Collaboration with @m4tryoshka