12. Morning Sickness

10 4 0
                                    

Malam itu, Nira tidur sambil memeluk buku kenangan semasa SMA. Dia terlelap, melupakan sejenak apa yang menghantuinya. Ibunya melihat Nira tidur meringkuk tanpa selimut. Perlahan sang ibu pun menghampiri Nira dan memasang selimut untuk menutupi tubuhnya. Nira hanya menggeliat, kembali memeluk buku itu erat.

Suara azan subuh membangunkan Nira yang semalaman tidur nyenyak. Dia bangkit dari pembaringan, kemudian mengambil wudu. Rasa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia tersenyum saat melihat bintang fajar yang seolah menatap dirinya. Langit masih gelap, dia kemudian masuk kembali ke kamar.

Dibentangkannya sajadah di sebelah tempat tidurnya. Kembali terbayang wajah Wahyu saat dia melihat sajadah itu. Pikirannya kembali melayang pada sang pemberi sajadah. Dia ingat betul saat itu, Wahyu datang di hari ulang tahunnya. Dia memberikan hadiah sajadah dan mukena. Saat dia rindu, maka diambilnya mukena dan sajadah itu untuk mengobati kerinduannya.

Nira diam sejenak, dia pejamkan matanya untuk mengusir kenangan itu. Kenangan yang membuat hatinya kembali berduka dan terluka. Semua barang pemberian wahyu akan selalu bicara dan mengingatkan dirinya akan kenangan bersama Wahyu, dan itu membuat sesak di dadanya. Dia tarik napas dalam-dalam, lalu melipat sajadah dan menyimpannya kembali ke dalam almari. Dia berharap agar tak mengenang sosok wahyu, maka digantinya dengan sajadah dan mukena lainnya.

Semilir angin pagi menerobos dari jendela yang dia buka lebar-lebar. Dibentangkannya sajadah lainnya. Lalu dia tenggelam dalam sujudnya. Dia curahkan segala resah di hatinya. Terasa sedikit lega dia rasakan. Meskipun tetap ada rasa sesak yang mengganjal dalam hatinya.

Belum selesai melepaskan mukena, dia merasakan mual yang teramat sangat. Nira segera berlari ke kamar mandi. Namun tak ada yang dia keluarkan dari lambungnya, hanya air saja. Tubuhnya pun menjadi lemas. Dia bersandar di depan pintu. Ibunya yang melihat Nira berdiri mematung, segera menghampirinya. Memapahnya untuk duduk di kursi.

“Bu, mengapa beberapa hari ini aku selalu ingin muntah terus, ya, Bu. Gak nyaman banget rasanya."

“Nira, kamu tak usah khawatir. Rasa mual itu lumrah dialami seseorang yang sedang hamil. Dulu ibu saat mengandung kamu juga seperti ini. Ketika sel telur yang sudah dibuahi menempel pada dinding rahim, tubuh akan memproduksi hormon human chorionic gonadotropin (HCG). Jadi, rasa mual yang muncul merupakan pertanda bahwa tubuh sedang memproduksi hormon yang dibutuhkan untuk kehamilan.” Ibunya menerangkan tentang mengapa Nira mengalami mual-mual tiap pagi.

Nira menitikkan air matanya lagi, tangannya memukul-mukul perutnya. Dia kembali bersedih dan merasa semua gara-gara janin yang bersemayam dalam rahimnya. Ibunya mencoba menenangkan Nira dengan memeluknya. Memberi kekuatan padanya.

“Ibu, aku tak mau anak  ini di sini. Aku tak mau Ibu ….”

“Nira, ibu tahu, Nak. Ibu paham. Tapi semua sudah menjadi takdir buat kamu. Kau harus sabar ya. Kau harus kuat. Anak itu tak bersalah. Allah menitipkan di dalam rahimmu, dia bakal menjadi anak yang  hebat kelak.”

“Tapi dia anak siapa, Ibu. Anak penjahat itu. Ya Allah, kenapa kau uji aku dengan anak ini. Mereka telah menghancurkan hidupku, kenapa juga harus ada janin ini di tubuhku, huhuhuhu ….” Nira  tak kuasa menahan isak tangisnya.  Begitupula ibunya, larut dalam kesedihan Nira.

Dengan lembut, dibelainya rambut Nira. Membiarkan dirinya menumpahkan air matanya. Kemudian dia beranjak menuju dapur. Tak lama kemudian dia berikan air minum, agar dia tak terlalu banyak kehilangan cairan.

Ibunya Nira tahu betul, jika seorang ibu yang tengah hamil muda, belum siap hamil, atau malah tidak menginginkan kehamilan lazimnya akan merasa sedemikian tertekan. Perasaan tertekan inilah yang semakin memicu mual dan muntah. Maka dia bertekad untuk selalu menghibur Nira agar tidak larut dalam kesedihan. Selain itu mencoba memberi pengertian, agar dia berdamai dengan masalah yang menimpanya. Bagaimanapun anak yang tumbuh di rahim Nira tak berdosa. Manusia tak berhak untuk membuang dirinya, atau menggugurkan kandungannya itu.

Ibunya Nira yakin, Allah tak akan memberikan ujian di luar batas kemampuannya. Mungkin ada rencana yang dirinya dan Nira tidak ketahui di balik musibah ini. Dia hanya bisa mendampingi Nira di saat dia merasa terpuruk. Memberikan kasih sayangnya agar dia kembali menatap masa depannya bersama Andrian. Lelaki yang telah menawarkan matahari di saat gelap menyapa Nira. Dia berdoa semoga hidup Nira bahagia selamannya.

Sebening Embun di Netra NiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang