Anak itu tengah membuka pagar rumahnya. Satu langkah saja lagi Fatimah akan memasuki halaman rumahnya yang lumayan sedikit luas. Namun, urung ketika dia menatap rumah disebelahnya itu.Disana, dirumah itu tidak ada sama sekali tanda-tanda kehidupan. Sunyi, tidak ada orang yang tinggal dirumah tetangganya itu. Dia mengingat kenangannya waktu dirumah itu. Rumah yang hampir setiap hari dia kunjungi. Itu rumah Wildan.
Laki-laki itu sudah pindah rumah tanpa menjelaskan alasannya. Padahal Fatimah sudah nyaman bertetanggaan dan berteman dengan Wildan. Tapi dia bisa apa? Mungkin Allah tidak menyukainya terus bersama dengan Wildan.
Tit ttiitt
"Astaghfirullah." Fatimah terlonjat kaget ketika seseorang tengah memencet klakson mobil.
Anak itu menoleh ke belakang, ke arah mobil itu berada, "Kak Yusuf ngagetin aja!" Serunya.
Kak Yusuf mengeluarkan sebagian kepalanya dari kaca pintu mobil, "Disuruh bukain pagar malah bengong!" Ujarnya dengan suara sedikit nyaring, takutnya adiknya itu tidak mendengar.
Fatimah hanya mendengus, kemudian dengan wajah yang masam dan hati yang jengkel anak itu membukakan pagar rumah. Setelah itu, dia meninggalkan kakaknya sendiri dan segera memasuki rumah.
"Assalamu'alaikum, Bunda."
Tidak ada yang menjawab salamnya. Dia berjalan ke arah ruang keluarga, duganya siapa tahu bunda sedang menonton televisi sehingga tidak mendengar salamnya, namun dugaan itu tidak berakhir benar. Anak itu berjalan lagi ke dapur, namun nihil tidak ada. Dimana bundanya?
"Bunda lagi keluar." Seolah paham dengan kebingungan adiknya, si sulung memberitahu. Setelah berkata begitu, Kak Yusuf berjalan ke arah kulkas.
Fatimah mengangkat keningnya dan memandang kakaknya yang sedang berjalan ke arah kulkas, "kemana?"
Kak Yusuf mengambil satu botol air dingin dari kulkas, kemudian menutup kulkasnya kembali, "belanja bulanan." Ujarnya.
Kakaknya itu mendudukkan diri dikursi meja makan, kemudian membuka tudung makan tapi tidak ada apa-apa alias kosong. Kak Yusuf mendecak kesal, kalau tidak ada makanan buat apa menaruh tudung makan itu diatas makan? Oh astaga, tanpa di sengaja laki-laki itu tengah kesal dengan bundanya. Maafkan Kak Yusuf, bunda.
Beberapa saat yang lalu, Kak Yusuf mengantarkan bundanya kepasar untuk belanja bulanan katanya. Sebelum itu dia belum makan, salah dia sendiri ketika ditawarin makan oleh bunda malah bilang tidak lapar. Setelah mengantar bunda, laki-laki itu langsung pergi ke sekolah untuk menjemput Fatimah. Bundanya bilang nanti pulangnya beliau bisa naik taksi. Oke, dirinya seperti supir sekarang.
"Dek, masak gih laper nih kakak." Titah Kak Yusuf enteng.
Gadis itu mendengus, "kan kakak bilang bunda belanja bulanan, ya otomatis rempah-rempahnya gak ada." Sahutnya dengan masih memakai seragam sekolah.
"Ya terus kakak makan apa? Kamu mau liat kakak mati kelaparan?"
"Beli nasi goreng Mang Ujang gih sana." Titahnya ketika mengingat nasi goreng tempat langganannya.
Kak Yusuf melihat jam tangannya, "Jam segini mana buka," elaknya.
Fatimah memutar bola matanya, berbicara dengan kakaknya itu tidak akan selesai apabila tidak ada satu pihak yang mengalah.
Gadis itu juga heran, kenapa Kak Yusuf selalu sengaja membuat dirinya marah hingga mengajaknya ribut. Dia orangnya kalau sudah diajak ribut, tidak akan tinggal diam. Entah itu perlakuan yang tidak mengenakkan, perkataan yang nyaring, atau ah sudahlah! Seketika dia menginginkan kakak perempuan, pasti menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setitik Cahaya
Teen Fiction"Sesuatu yang tampak baik belum tentu baik, dan sesuatu yang terlihat buruk belum tentu buruk." -Fatimah Adinda Safitri. "Aku membutuhkanmu untuk meraih cahaya itu walaupun hanya setitik, maka bantulah aku." - Luqaf Pramudya. . . Aku mengunggapkan p...