Fatimah terkejut melihat kedatangan Wildan dirumahnya. Wildan tetangga baru mereka? Itu yang dipertanyakan Fatimah saat ini. Berarti... kata Kak Yusuf tetangga cowo itu anak ini?
"Ini rumah lo?"
Suara berat laki-laki itu membuyarkan lamunan Fatimah yang penuh pertanyaan. Fatimah tampak tersentak, kemudian menolehkan kepalanya ke arah Wildan.
"Iya nih, kamu yang tinggal disebelah itu?" Tanyanya sambil menunjuk ke arah rumah bercat coklat, itu bekas rumah pak Bambang dan istrinya.
Wildan, tertawa kecil tanpa suara, lalu mengangguk dua kali sebagai jawaban. Entahlah mengapa, setelah tahu bahwa ia tinggal bersebelahan dengan gadis dihadapannya ini, membuatnya sedikit... senang.
"Oh iya, nih ibu gue ngasih." Laki-laki itu menyerahkan toples bening yang isinya Fatimah duga itu rengginang yang masih mentah.
"Makasih ya! Masuk dulu Wil, didalam ada bunda." Ajak Fatimah dan di iyakan Wildan.
Mereka masuk kedalam, gadis itu buru-buru merapikan buku-buku pelajaran yang berserakan diruang keluarga. Wildan hanya terkekeh melihat Fatimah mencengir. "Lagi ngerjain tugas ya?" Tanyanya.
Gadis itu mencengir lagi menampilkan gigi putihnya, "iya hehe, kamu duduk aja, aku panggilin bun---"
Kalimatnya terhenti ketika bunda datang tanpa diduga.
"Temen kamu dek?" Bunda bertanya ketika menatap laki-laki yang sedang berdiri tersebut.
Wildan mendekati bunda dan meraih tangannya untuk bersalaman, "Assalamu'alaikum tante, saya Wildan temannya Fatimah sekaligus tetangga kalian."
Bunda tampak terkejut, lalu berseru senang, "oh kamu tetangga baru disebelah?!" Antusias bunda.
Wildan tersenyum menanggapi. Pertemuan pertama dengan tetangga barunya ah dengan keluarga Fatimah maksudnya, ternyata tidak seburuk yang dibayangkannya. Laki-laki itu membayangkan dia akan mendapatkan tetangga yang cuek dan terkesan tidak ramah. Tapi tidak disangka-sangka dia malah bertemu dengan Fatimah sekaligus keluarganya yang terkesan menyenangkan.
"Orangtua kamu mana? Kok gak diajak?"
"Mereka sibuk beres-beres rumah tan."
Bunda tersenyum memaklumi. Mereka juga pernah diposisi seperti ini, ketika mereka pindahan ke rumah yang sedang didiami ini. Semua orang pada sibuk membereskan rumah, menyusun-nyusun peralatan rumah tangga, dan lain sebagainya.
Fatimah hanya diam mendengar mereka berbaur dan saling mengenal. Tapi tak berapa lama, diamnya berakhir ketika bunda berbicara kepadanya.
"Dek, bunda mau kerumah bibi Yuli dulu sekaligus nganterin pesanan kue. Kamu jangan kemana-mana, dirumah aja!" Peringat bunda sambil menatap anak bungsunya.
"Siap. Kalo Yunus ada ajak kesini ya bun." Ketika bundanya, ayahnya, ataupun dia sendiri berkunjung kerumah paman dan bibinya, anak itu tidak pernah melupakan meminta untuk membawa Yunus kerumahnya. Alasannya cuman kangen sepupu kecilnya itu dan juga membutuhkan teman.
Setelah mengiyakan permintaan si bungsu, bunda berlalu dari hadapan mereka setelah Fatimah dan Wildan menyalaminya.
Sekarang mereka sedang duduk disofa, Wildan duduk disofa panjang sedangkan Fatimah di sofa yang muat satu orang itu. Dengan dihidangkan minuman sirup yang baru saja gadis itu ambil dari dapur.
"Gimana hari pertama lo sekolah? Sudah dapat teman?" Wildan membuka pembicaraan.
Fatimah menghembuskan napas saat Wildan bertanya mengenai hari pertama sekolahnya, "banyak kok, tapi ya gitu kesel aja hari pertama udah diberi PR." dengusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setitik Cahaya
Teen Fiction"Sesuatu yang tampak baik belum tentu baik, dan sesuatu yang terlihat buruk belum tentu buruk." -Fatimah Adinda Safitri. "Aku membutuhkanmu untuk meraih cahaya itu walaupun hanya setitik, maka bantulah aku." - Luqaf Pramudya. . . Aku mengunggapkan p...