Hari kedua MOS, kegiatan yang dilakukan berjalan dengan baik. Berbagai macam permainan dilakukan dengan tujuan bisa membuat mereka cepat berbaur dan kenal satu dengan yang lainnya.Dan sekarang hari terakhir MOS. Semua murid yang masih berseragam putih biru berkumpul di lapangan sekolah. Mereka sedang asik menonton pertunjukan dari ekskul teater.
Hari ini semua ekskul satu persatu dipertunjukkan. Dari ekskul PMR sampai teater.
Dua gadis cantik itu sedang menonton asik penampilan dari ekskul teater yang diperankan oleh kakak kelasnya. Tapi mereka hanya melihat dari jauh, lebih tepatnya duduk di gazebo yang diukur dengan jarak bisa dibilang lumayan jauh dari pertunjukkan tersebut.
"Wahh seru nih, ikut yuk!" Kayla antusias.
"Nggak ah aku gak bisa akting." Fatimah menggaruk tengkuknya dengan telunjuk.
Kayla mendesah kecewa, "ya udah deh, gak jadi."
"Kamu suka ngambil foto kan, ikut ekskul jurnalistik gih." Saran Fatimah.
Kayla diam, dia tengah berpikir bahwa ucapan Fatimah ada benarnya. Dia suka kamera, tidak heran kalau dia suka mengambil gambar. Apalagi kalau itu pemandangan, dia sangat menyukainya. Bahkan ketika makan direstoran pun, anak itu sempat saja mengambil gambar makanannya.
"Kalo aku.. mau masuk PMR aja deh." Fatimah menimpali ditengah Kayla melamun.
Kalau dipikir-pikir sepertinya Fatimah cocok dibagian ekskul tersebut. Disamping karakternya yang ramah, bisa membuat dia berkomunikasi baik dengan korban yang terluka. Karena di PMR tidak hanya bakat cekatan yang diperlukan, tetapi juga komunikatif. Sipenolong harus bisa berkomunikasi dengan korban atau orang sekitar, maka dari itu sikap ramah sangat diperlukan.
Kayla tersadar dari lamunannya, dan menyahut, "Dih gak takut sama darah?"
"Insya Allah nggak, lagian kerjaan anak PMR itu mulia loh, membantu orang sakit. Aku juga punya maksud dibalik itu, menurutku kalo masuk ekskul tersebut aku seperti menjadi manusia yang berguna. Berkat pertolonganku dan izin Allah, orang lain sembuh. Dan ucapan terima kasih dari mereka, membuatku senang." Fatimah bercerita panjang lebar, ah curhat maksudnya sambil menatap daun yang bergoyang.
Kayla hanya diam menyimak sambil sesekali berdecak kagum, lantas bertanya "oh kamu udah dari SMP ya masuk PMR?"
Fatimah mengangguk. Seketika anak itu mengingat kembali SMP nya. Dimana dia selalu diikut sertakan lomba PMR antar sekolah. Meskipun hanya antar sekolah, tapi itu cukup menyenangkan.
Suara adzan mulai berkumandang.
"Sholat yuk." Fatimah mengajak.
Mereka berdua melangkahkan kaki menuju masjid yang masih berada dalam kawasan sekolah.
Setelah sampai, mereka hendak melepas sepatu namun ada yang memanggil nama Fatimah. Dua gadis itu menoleh secara bersamaan kearah sumber suara. Ada seorang anak laki-laki tampan berambut hitam pekat dengan seragam sama seperti mereka, bewarna putih biru. Fatimah tampak terkejut dan Kayla mengerutkan kening saat melihat sosok yang tak dikenalnya berdiri dibelakangnya.
"Fatimah kan? Masih ingat gak sama gue?" Terka lelaki yang memanggilnya.
Gadis itu berpikir keras, dimata anak itu lelaki ini tampak tak asing, mencoba mengingat kembali, "ah Wildan kan? Yang minjamin aku lusa kemaren handphone!" Serunya.
Wildan mencengir sambil tertawa pelan, "selamat sampai tujuan gak?"
"Yee.. kek jalan aja. Alhamdulillah gak terjadi apa-apa. Ngomong-ngomong makasih ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Setitik Cahaya
Teen Fiction"Sesuatu yang tampak baik belum tentu baik, dan sesuatu yang terlihat buruk belum tentu buruk." -Fatimah Adinda Safitri. "Aku membutuhkanmu untuk meraih cahaya itu walaupun hanya setitik, maka bantulah aku." - Luqaf Pramudya. . . Aku mengunggapkan p...