Minho bangkit dari kasur saat mendengar bunyi ketukan pintu dari luar. Dia mengintip lebih dulu dari celah yang disediakan sebelum membukakan pintu untuk Chan di luar sana.
Chan tadi izin sebentar, katanya ada urusan. Minho tidak mau tau, makanya dia kembali ke kamar lebih dulu.
Setelah membukakan pintu, Minho kembali merebahkan diri di kasur dan disibukkan dengan ponselnya.
Chan dibuat geleng kepala melihatnya. Tidak di rumah, tidak di sini, Minho selalu sibuk dengan ponselnya. Chan jadi penasaran. Jangan-jangan Minho memiliki bisnis 'gelap', seperti bocah SMA di film yang direkomendasikan seseorang pada Chan tempo hari.
Perlahan tapi pasti, Chan merebahkan diri di samping Minho. Dia mengintip sekilas layar ponsel Minho dan dibuat heran setelahnya.
Sodalicious!
"Kirain ngapain lo, nempel mulu sama hape."
Minho melirik Chan sekilas, "Game lah! Ngapain emang?"
Chan menggeleng, "Ngga, bukan apa-apa."
Minho sempat dibuat bingung sebelum memutuskan untuk masa bodoh dan kembali fokus dengan permainannya.
Chan memutuskan untuk melihat sekitar. Netranya bertemu tatap dengan sebuah kamera pengawas di sudut ruangan, membuat Chan terpikirkan sesuatu.
Kalo gue ga ngapa-ngapain Minho, bisa ketauan.
Jadilah Chan melirik ponsel Minho sekilas sebelum menyambar benda pipih itu dan menyimpannya di nakas.
"Chan?!" protes Minho tidak terima permainannya diganggu. Dia semakin terkejut saat Chan tiba-tiba mengambil posisi di perutnya dan mengukungnya.
"Lo ngapain!?"
"Ada CCTV di belakang gue. Kita harus sesuatu."
Minho melongok ke bahu Chan, hendak mencari bukti keberadaan benda itu, tapi Chan malah kembali merebahkan kepalanya dan mengukungnya. Minho lagi-lagi terkejut. Dia hanya menatap kesal wajah Chan.
"Jangan dicari, nanti ketauan."
Kini, mereka saling menatap wajah satu sama lain, terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Keduanya baru menyadari betapa indahnya ciptaan di hadapan mereka.
"No," Chan melirik bibir Minho sekilas, "gue cium, ya?"
Tanpa menunggu jawaban, Chan segera menyatukan bibirnya dengan milik Minho. Dia memainkan lidahnya di sana, memaksa Minho untuk membalasnya.
Minho tadinya ingin membuktikan kalau dia bisa mengungguli permainan ini. Makanya, dia membalas Chan dan berusaha untuk mendominasi.
Tapi Minho jelas kalah telak. Chan sudah lebih dulu mendominasi permainan keduanya, dan kini Minho hanya bisa mengikutinya.
Pangutan keduanya lalu terlepas. Chan menatap dalam mata Minho, "Kamar mandi, yuk?"
×××
"Gila lo!"
"Harus keliatan nyata, No. Seenggaknya di depan kamera."
Minho masih menatap tidak suka. Dia mendengus kesal dan berusaha merapikan bajunya yang berantakan karena ulah Chan.
Sementara itu, Chan hanya menjilat bibirnya melihat baju Minho yang berantakan. Sungguh, rasanya dia ingin merobeknya sekarang juga.
Jadilah Chan kembali mengukung Minho, kali ini dengan tembok kamar mandi, yang jelas dibalas tatapan terkejut yang lebih muda.
"Lo ga boleh telanjang. Ngga saat di depan kamera. Tapi, di sini? Ga masalah harusnya." Chan memegang kain yang Minho gunakan untuk memperbesar buah dadanya. Dia lalu menekannya karena tau jika diremaspun Minho tidak akan merasa apa-apa.
"Chan—" protes Minho terpotong karena lagi-lagi Chan menyerang bibirnya, ditambah gesekan di dadanya, membuat Minho merasa akan diperkosa.
Minho berusaha mendorong Chan sekuat tenaga, tapi setiap usahanya malah membuat bocah yang lebih tua bermain lebih jauh dengan tubuhnya. Sekarang, Minho bahkan dapat merasakan lutut Chan menggesek selangkangannya.
Namun, Minho jelas masih berusaha. Dia masih normal, ya. Mana mau jadi pihak bawah. Apalagi jika pihak atasnya Chan.
Chan melepas pangutannya demi meminta Minho untuk tidak usah melawannya.
"Shhh, udah nurut aja. Gue emang ga pernah main sama cowok, tapi gue jago, kok!"
Gila! Chan jelas gila karena sekarang malah menyambar leher Minho dan menghisapnya, membuat pemilik leher merasa semakin kesal.
Akhirnya, setelah mengumpulkan kekuatan dari tujuh dunia, Minho berhasil mendorong Chan dan membuat yang lebih tua terpental sampai kepalanya menghantam pinggiran bath-tub.
"Gila lo, ya?! Gue masih lurus!"
Chan tidak memerhatikan Minho karena sibuk dengan nyeri yang menjalar di kepalanya. Dia memegang sisi kepalanya yang tadi terbentur dan dapat merasakan cairan keluar dari sana. Chan lalu melihat jemarinya sendiri yang kini dilumuri cairan berwarna merah.
"Chan, darah."
"No," Chan menatap Minho yang sedang menatapnya penuh rasa bersalah, "darah."
×××
"Lo segala dorong gue, sih!"
"Lo kenapa segala jatuh ke sana?! 'Kan ada tempat lain!"
"Jangan diteken, anjir! Sakit."
"Iya-iya, maaf."
Minho kembali fokus membersihkan luka Chan, sementara Chan hanya terdiam menahan perih. Setelah keluar dari kamar mandi tadi, Minho buru-buru menyuruh Chan untuk duduk diam di kasur sementara dia mencari kotak p3k. Sesudah menemukannya, Minho segera menggunakan alat-alat di dalam sana untuk membersihkan luka Chan, sementara yang dibersihkan tidak hentinya mengeluh sakit dan perih.
Minho terkekeh mengingatnya. "Kayak cewek, lo. Luka gini aja, lebay banget."
Chan jelas tidak terima ditertawakan begitu. "Kalo robek terus harus dijahit, gimana? Kalo gue tiba-tiba ilang ingatan, gimana?"
Minho kembali menekan luka Chan cukup kuat, "Lebay!"
"Sakit, anjir!" protes Chan tidak terima. "Pokoknya, lo harus tanggung jawab kalo tiba-tiba kepala gue sakit."
"Sebahagia lo aja, lah."
Sementara itu, sosok yang ada di balik kamera hanya geleng-geleng kepala.
"Gila! Ganas banget pasti mainnya, sampe kepalanya bocor gitu."
###
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ | Honeymoon¹ +banginho
Fanfiction[FINISHED] Demi mendapat diskon spesial, Chan dan Minho memulai sandiwara sebagai pasangan suami-istri yang hendak ber-bulan madu. Masalahnya, keduanya sama-sama laki-laki. Jadi, siapa yang harus bersandiwara menjadi perempuan? ──────────── ⚠️b×b! ⚠...