IX - The F Word

6.3K 923 60
                                    

Entah bagaimana, Minho masih sibuk memikirkan kejadian semalam. Entah bagaimana, dia tidak bisa berhenti memikirkannya. Entah bagaimana.

Oke, mungkin itu memang salahnya karena memancing Chan tadi malam. Tapi Minho tidak bisa bohong. Chan memang benar-benar ahli dalam membawa suasana menjadi lebih intim.

Dia menggeleng, berusaha menghilangkan bayangan tawa Chan yang tiba-tiba melintas di pikirannya. Pikiran Minho jelas sudah tidak waras karena berani-beraninya membayangkan hal semanis itu.

"Gila. Ga mau diem ini kepala." Minho memutuskan untuk mengambil AirPodsnya. Dia memasang alat itu di telingannya lalu menyambungkannya dengan ponselnya. Minho mendengarkan musik keras-keras, berusaha mematikan suara-suara yang ada di kepalanya. Dia merebahkan diri dan memejamkan mata, berusaha merilekskan dirinya sendiri.

Minho hampir saja terlelap kalau tidak merasakan tetesan air membasahi wajahnya. Dia mengernyit tidak suka sebelum membuka matanya perlahan. Minho dibuat terkejut begitu berhasil membuka matanya. Dia hanya mengedip bingung memerhatikan wajah Chan yang tepat di atas-hadapannya.

Wajah bersih itu, rambutnya yang basah, juga fakta kalau Chan tidak mengenakan atasan sama sekali. Entah bagaimana, Minho berhasil terpaku dibuatnya. Dia bisa merasakan panas yang menjalar dari telinga sampai pipinya.

"Yeh, pake earphone ternyata." protes Chan baru menyadari kalau ada benda putih yang menempel di telinga Minho. Pantas panggilannya tidak disahuti sedari tadi. Dia menarik salah satu earphone di telinga Minho, membuat lagu yang terputar terdengar sampai telinganya. "Gila lo! Kenceng banget, sih?"

Minho masih belum tersadar dari lamunannya saat Chan memasang sebelah earphone di tangannya ke telingannya. Chan tersenyum mendengar lagu yang didengarkan Minho, "What do you mean? Gue ga tau lo suka lagu begini. Music videonya asik, loh."

Minho menggelengkan kepala dan tersadar dari lamunannya. Dia mendudukan dirinya, masih menatap Chan. Entah bagaimana, dia gugup melihat Chan yang masih telanjang dada dengan rambut basah begitu.

"Bukan bagian yang anunya. Bagian yang habis JB loncat terus ada party, itu asik." Chan melepas earphone Minho dari telingannya sebelum menatap bingung bocah itu, "Ngapa bengong lo? Muka sampe merah begitu. Sakit?"

Chan hendak menempelkan telapaknya ke kening Minho, tapi bocah itu lebih dulu menghindar. Jelas Chan dibuat bingung.

Minho menelan liurnya gugup sebelum memberanikan diri menatap kotak enam di perut Chan, "Baju lo.."

"Oh! Bajunya masih lepek. Gue ga bawa ganti bersih lagi, selain sweater yang lo pake kemaren," Chan melirik sweater yang membalut tubuh Minho, "yang lo pake sekarang juga."

"Gue.." Minho berusaha sebisa mungkin mengalihkan tatapannya dari kotak enam di perut Chan, tapi gagal. Dia akhirnya memutuskan untuk melepas sweater yang dipakainya untuk diberikan ke Chan, tapi Chan mencegahnya.

"Eh, ga usah! Gue nunggu kaos kering aja. Ga pa-pa kok, bentar lagi."

Iya, lo ga pa-pa, gue yang kenapa-napa! Gila gue, ini mata ga mau berhenti liat itu, protes suara hati Minho yang minta dibebaskan. Mana bentuknya bagus banget.... Argh! Meledak gue, Chan!

"Lo kenapa, deh? Gerah?"

Minho akhirnya memutuskan untuk memejamkan matanya sambil menggeleng, "Ngga. Gue ga bisa." dia kembali merebahkan diri di kasur membelakangi Chan dan menyembunyikan diri di balik selimut.

"Yeh, No, kenapa lo? Sakit beneran?"

"Ngga! Ga sakit! Sana lo, jauh-jauh!"

"Serius, No-"

"Pake baju dulu! Malu, anjir!"

Chan terbengong sejenak sebelum mengembangkan senyum miringnya. "Kenapa malu?" tanyanya menaiki kasur perlahan, "Orang di balik kamera taunya kita suami-istri. Lo sama gue sama-sama cowok. Kenapa harus malu?"

Chan merebahkan diri dan mendekati Minho perlahan, membawa tubuh itu ke dalam pelukannya. Dia bisa merasakan debaran jantung Minho yang tidak stabil, tidak jauh berbeda dari miliknya. "Lo.. mikir kotor tentang gue, ya?"

"Ngga!" protes Minho mendudukan diri seketika, melepaskan pelukan Chan dari tubuhnya. "Gue ga mesum, ya! Lo-!" dia gemas sendiri rasanya, "Argh! Ga tau! Gue tunggu di lobby aja!"

Melihat Minho meninggalkan kamar dengan langkah menghentak begitu berhasil membuat Chan terkekeh. Setelah tawanya habis, dia kembali mengecek debar jantungnya.

"Bener. Sama cepetnya."

×××

Menurut berita burung yang bersiulan di antara para pelanggan hotel, hari ini akan ada festival di pinggiran pantai. Minho dan Chan berniat mengunjunginya siang ini, makanya Minho menyuruh Chan mandi buru-buru tadi.

Di sinilah mereka sekarang. Duduk berhadapan di depan salah satu kedai di tengah-tengah keramaian. Ini sudah kedai ke empat yang mereka kunjungi. Chan memang berniat mencoba semua makanan yang ada di sini, mendengarnya membuat Minho kesal.

"Ini udah warung ke empat, anjir. Lo serius mau nyobain semuanya?"

Chan mengangguk, lanjut menyantap makanannya. Sementara itu, Minho masih merengut kesal dan belum memakan makanannya.

Minho menghela nafas, "Lo jangan ajak gue makan terus dong, Chan. Nanti perut gue ga jadi-jadi."

"Jadi apaan? Jadi bayi?"

Boleh tidak, sih, Minho melepas kepala Chan dan melemparnya ke jalanan sana? Kesal sekali dia, tuh.

Chan terkekeh saat menyadari rengutan kesal Minho berubah menjadi wajah lapar saat menatap makanan di hadapannya.

"Udah, sih. Makan aja. Makanan enak ga bikin nambah berat badan, kok!"

"Tapi ini udah warung ke empat."

Chan menghentikan kegiatan makannya sebentar. "Gini, deh. Lo makan aja sepuasnya sekarang, nanti pas balik, kita gym bareng, gue yang bayar."

Mata Minho berbinar seketika, "Serius? Mahal, anjir."

"Ngga. Kalo di tempat Om gue, mah, bisa gratisan."

Minho sedikit terkejut mendengarnya. "Om lo punya gym?"

"Ya lo pikir perut gue bisa bagus gini gara-gara apa?"

Minho menelan ludahnya. Dia menatap makanannya ragu, "Makan, nih, gue?"

"Iya, makan aja. Perlu gue suapin?"

"Ga usah!" Minho mengambil makanannya lalu mulai menyantapnya. "Sial, enak."

"'Kan? Nyesel lo kalo ga nyobain."

"Tapi serius. Lo beneran mau nyoba semua yang ada di sini? Perut gue ga sanggup buat semuanya." ujar Minho melirik sekitar ragu. Masih banyak tukang jajanan yang belum mereka coba.

"Ya udah, sisanya satu berdua aja. Semua atau ngganya, kita liat nanti."

Minho hanya mengangguk sampai dia melihat noda di sudut bibir Chan. Tangannya reflek terulur untuk membersihkannya sebelum lanjut menikmati makanannya.

"Sebentar, kepala gue gagal proses." Chan menghantam pelipisnya sekali sebelum menatap Minho, "Did you just...."

Minho terkekeh, "Yeah, I did."

"Oh my gosh, istriku memang yang paling manis!" ujar Chan sambil mengusak puncak kepala Minho.

Minho tersenyum paksa, "Untung lagi di luar. Kalo di kamar, abis lo."

"Abis apa? Lo abisin bibir gue lagi?"

Kesal. Minho reflek menginjak kaki Chan. "Shut up."

Sementara Chan terkekeh karena, serius, Minho terlihat lucu sekali dengan wajah yang memerah malu seperti itu.

###

✓ | Honeymoon¹ +banginhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang