Minho terbangun saat merasakan sebuah lengan melingkar di perutnya. Dia mengernyit tidak suka lalu mengerjapkan matanya mengumpulkan kesadaran. Begitu matanya berhasil terbuka sepenuhnya, Minho segera memegang lengan yang melingkar di perutnya.
Dia tadinya ingin melempar lengan itu, kalau saja tidak merasakan suhu tidak wajar dari sana. Minho mengernyit lagi sebelum akhirnya melihat wajah Chan yang kelihatan memerah.
"Chan?" Minho menempelkan telapaknya ke kening Chan dan terkejut saat merasakan panas menyengat telapaknya. "Anjir, lo sakit?"
Chan hanya mengerang saat merasakan telapak dingin Minho menempel di keningnya. Dia reflek mengeratkan pelukannya pada perut Minho.
"Panas banget, njir. Lepas dulu, gue mau ambil obat."
Chan menggeleng, makin mengeratkann pelukannya pada Minho. "Dingin."
"Iya, makanya gue mau ambil obat, biar lo mendingan."
Chan akhirnya menurut, membiarkan Minho memindahkan tangannya dari perut hangat bocah itu. Dia menarik selimutnya saat Minho bangkit dari kasur. Tubuhnya meringkuk di dalam selimut, sengaja demi bisa mengurangi hawa dingin yang menyerangnya.
"Duh, disuruh habis makan semua obatnya, nih. Gue beliin makan dulu, ya."
"Jangan lama-lama. Dingin."
"Iya."
Sebelum keluar, Minho lebih dulu meraih remote pendingin ruangan dan menaikkan suhunya, agar Chan tidak merasa terlalu dingin. Dia lalu memakai jaketnya dan bersiap meninggalkan kamar, tidak lupa mengaitkan pengait yang ada di pintu, agar dia bisa masuk tanpa Chan harus membukakan pintu nanti.
×××
Minho mengaduk bubur di wadah di tangannya, menurunkan suhu makanan itu, sebelum menyuapkannya ke Chan. "Lo kenapa tiba-tiba demam gini, deh?"
Chan menelan buburnya lebih dulu sebelum menunjuk perban di kepalanya, "Gara-gara ini, kayaknya."
"Separah itu?" Minho menggeleng heran, masih megaduk bubur di tangannya. Dia menyuapkan sesendok bubur lagi ke mulut Chan. "Ya udah, ini bubur abis, minum obat, langsung tidur."
Chan tersenyum, meski jelas tidak secerah biasanya. "Siap, Bu Dokter." ujarnya sambil menunjukan pose hormat.
"Diem, atau gue foto lo sekarang, terus gue kirim ke grup angkatan?"
"Dih, ngancem."
"Ga pa-pa. Siapa tau, gelar pangeran lo bisa pindah ke gue."
"Ga ada. Ga pantes lo jadi pangeran. Muka manis gitu mau jadi pangeran?"
"Gue foto beneran lo, ya?"
"Oke-oke, jangan foto. Ini gue minum obat abis itu tidur."
"Nah, gitu dong, nurut. Dasar bayi."
Jadi, alasan Chan tidak mau difoto, bukan karena wajahnya pucat, tapi karena plester penurun panas yang menempel di dahinya. Gelar pangerannya bisa hancur kalau sampai kawan-kawannya melihatnya memakai plester penurun panas dengan gambar bayi berguling di dahinya saat ini. Makanya, daripada imagenya hancur, Chan memilih untuk menurut.
"Bayi, mau dinina-boboin sekalian ga?" tanya Minho setelah Chan meminum obatnya dan merebahkan diri di kasur.
Chan menggeleng, "Bayi maunya dipeluk." dia merentangkan tangannya, meminta Minho untuk memeluknya.
"Utututu, Bayi manja banget, ya." Minho menaruh obat yang diminum Chan kembali ke tempatnya juga menurunkan kembali suhu pendingin ruangan. Dia lalu kembali merebahkan diri ke kasur. "Sini Bayi, Kakak Ino peluk." ujarnya membawa Chan ke dalam pelukannya. "Anget banget Bayi, duh."
Chan mengeratkan pelukannya pada Minho, "Kakak Ino juga anget banget. Bayi suka."
Minho tersenyum sebelum menaikan selimut untuk menutupi tubuh keduanya. Dia lalu mulai menepuk-nepuk paha Chan, membantu bocah itu tertidur. Tidak lama, terdengar dengkuran halus dari Chan. Pasti efek obatnya sudah mulai berkerja.
Minho tersenyum sekali lagi. "Cepet sembuh ya, Bayi." bisiknya sebelum menyusul Chan ke alam mimpi.
×××
Minho terbangun lebih dulu pagi ini. Lengan Chan masih melingkar di perutnya, hanya saja suhunya sudah tidak setinggi sebelumnya. Dia reflek menempelkan telapaknya ke pipi Chan demi bisa mengecek suhu tubuh bocah itu. Merasakan wajah Chan sudah tidak sepanas semalam membuat senyum Minho mengembang.
Minho kembali mengamati wajah Chan. Plester penurun panas masih menempel di dahi bocah itu, membuat Minho terkekeh melihatnya. Ingin sekali rasanya Minho mengambil gambar Chan sekarang dan menyebarkannya di obrolan grup mereka. Namun, Minho tidak sejahat itu. Sekalipun dia ingin sekali, kalau Chan tidak mengizinkan, Minho tidak akan macam-macam.
Minho tersenyum, merasa bangga pada dirinya sendiri.
Minho kembali ke dunia nyata dan perlahan menyingkirkan lengan Chan dari perutnya. Dia bangkit dari kasur dan menuju lemari pakaian. Minho memilih satu dari beberapa pasang pakaian di sana dan membawanya masuk ke kamar mandi.
×××
Minho sedang asyik duduk di kasur sambil memainkan ponselnya saat Chan, yang baru saja selesai mandi, merebahkan kepalanya di paha Minho. Merasakan beban sekaligus tetesan air membasahi pahanya membuat Minho mendelik tidak suka.
"Chan! Bangun, ih! Basah celana gue!"
Chan tidak menghiraukannya malah mulai mengusak wajahnya ke perut Minho.
Tolong ingatkan Minho untuk membuang Chan ke Mars setelah ini.
"Basah celana gue—"
"Sakit kepala gue. Bentar aja, plis." pinta Chan semakin mengusak wajahnya ke perut Minho.
Minho menghela nafas pelan dan akhirnya menurut. Dia hanya membiarkan saat lengan Chan melingkari tubuhnya. Minho menggeleng heran sebelum kembali fokus dengan ponselnya.
Tidak lama setelahnya, Minho dapat merasakan dengkuran halus dari Chan. Dia kembali dibuat menggeleng heran melihat tingkah bocah yang lebih tua darinya itu. Dia memerhatikan Chan sekilas sebelum mengambil handuk yang melingkar di leher bocah itu dan menggunakannya untuk mengeringkan rambut Chan yang masih basah.
"Keringin dulu gitu. Baru mendingan, mau sakit lagi?" ketus Minho, masih mengeringkan rambut Chan dengan telaten.
"Angkat dulu kepalanya, angkat." Minho mengangkat sedikit kepala Chan dan menyelipkan handuk di bawahnya. "Nah, gini 'kan mending. Ga basah banget celana gue."
"Lagian lo kenapa segala keramas, deh? Lukanya emang udah kering?"
Minho tau, Chan tidak mungkin menjawabnya karena sudah terlelap. Makanya, dia bertanya seperti itu sambil menyisir pelan rambut Chan menggunakan jemarinya. Dia juga mengecek luka Chan yang semalam, terlihat masih menyakitkan, tapi sudah kering. Minho menghela nafas lagi.
"Ga usah keramas harusnya. 'Kan jadi sakit lagi kepalanya."
Minho kembali menggeleng akhirnya, "Ada-ada aja, sih, Chan."
###
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ | Honeymoon¹ +banginho
Fanfiction[FINISHED] Demi mendapat diskon spesial, Chan dan Minho memulai sandiwara sebagai pasangan suami-istri yang hendak ber-bulan madu. Masalahnya, keduanya sama-sama laki-laki. Jadi, siapa yang harus bersandiwara menjadi perempuan? ──────────── ⚠️b×b! ⚠...