"Gila! Kenyang banget gue."
Chan terkekeh melihat Minho mengusap perutnya sendiri. Dia melirik sekilas ke tangan Minho yang lain sebelum berinisiatif untuk menggenggamnya.
Minho terkejut, reflek hampir melepaskan tautan tangannya dengan tangan Chan, tapi pertahanan Chan lebih kuat. "Apa-apaan, woy?!"
"Pasangan 'kan gini. Pegangan tangan sambil jalan santai di pantai begini." elak Chan. "Lagian, kalo ga gini nanti orang-orang curiga."
Minho menatap kesal genggaman di tangannya juga wajah Chan bergantian. Dia akhirnya menghela nafas dan menurut. Meski jelas Minho masih kesal, dapat dilihat dari bibirnya yang mengerucut kesal.
Mereka lanjut berjalan dengan Chan yang mengayun-ayunkan genggaman tangan keduanya. Chan melirik Minho yang masih cemberut, "Ayo, dong. Jangan monyong-monyong gitu. Nanti gue gemes, gue cium."
Minho makin kesal. Dia melepas paksa tangan Chan dari tangannya. "Ih, sumpah ya lo."
"Kenapa? Katanya lo suka ciuman gue."
"Bukan gitu!" Minho terlihat frustasi sebelum akhirnya mendengus kesal dan melangkah menghentak mendahului Chan.
Chan terkekeh melihatnya. "Lucu amat, sih. Gue nikahin beneran ntar, liat aja." gumamnya sebelum melangkah menghampiri Minho, "Dek Ino! Tungguin Mas Chan dong!"
"Jijik ya, Chan!" kesal Minho yang tidak menolak saat Chan kembali memegang tangannya.
Hilih.
×××
"Apaan tuh, rame-rame?"
Minho menoleh ke arah yang dilihat Chan. Dia menyipitkan matanya demi bisa melihat apapun itu dengan lebih jelas, meski jelas masih terlihat buram karena pandangannya yang buruk. Dia hanya dapat melihat kerumunan orang di sana.
"Ke sana, yuk?"
Belum sempat menjawab, Minho lebih dulu ditarik ke kerumunan itu. Tangan keduanya masih berpegangan, jadi mau tidak mau Minho ikut terseret. Setibanya di kerumunan, Minho baru bisa melihat apa yang terjadi.
Ada sebuah konser kecil di depan sana. Bukan konser, sih. Lebih terlihat seperti pentas seni. Di depan panggung juga disediakan cukup banyak bangku. Hanya terisi sekitar tiga perempat karena kebanyakan orang hanya numpang lihat, tidak singgah.
Minho kembali terseret saat Chan menariknya untuk duduk di salah satu bangku. Minho tidak sempat protes karena Chan lebih dulu mengutarakan pembelaannya.
"Duduk dulu. Pegel jalan mulu dari tadi."
Benar. Sedari tadi siang mereka keluar, sampai bulan menyapa saat ini, keduanya hanya duduk saat makan, itupun lebih banyak berdirinya. Minho tidak merasa lelah sebenarnya, tapi, sesaat setelah duduk, pegal mulai menyerang kakinya. Minho menyelonjorkan kakinya, melancarkan peredaran darahnya.
Sementara Minho sibuk dengan kakinya, Chan fokus dengan penampilan di atas panggung. Banyak instrumen di sana. Chan jadi rindu rumah.
"Terima kasih, Tiga Angin, untuk penampilannya!! Penonton, mana tepuk tangannya?!"
Chan bertepuk tangan seperti yang diminta pembawa acara, sementara Minho geleng kepala melihatnya.
"Barangkali ada yang belum tau. Kami tampil di sini setiap bulan, dan setiap bulan kami punya segmen khusus buat kalian. Tiap bulan beda, kali ini pun begitu. Bulan ini, kami akan mempersilahkan salah satu dari penonton sekalian untuk maju ke depan dan menyumbangkan penampilannya! Jadi, yang mau ngode, atau nyanyiin lagu buat someone special, boleh maju sekarang! Ada yang berminat??"
Chan mengangkat tangannya, membuat Minho menatapnya bingung, "Woy, ngapain lo?!"
Minho makin terkejut saat Chan tiba-tiba bangkit dari kursinya dan berjalan santai ke depan. Dia masih terkejut dan bingung saat Chan menaiki panggung dan mendudukan diri di balik piano.
"Saya punya satu mimpi," ujar Chan membuat para penonton penasaran, termasuk Minho yang masih bingung, "nyanyiin sebuah lagu buat istri saya." lanjutnya diiringi kekehan.
Pernyataan Chan barusan disambut tawa para penonton, sementara Minho hanya makin terkejut mendengarnya.
"Ino, ini buat kamu."
Penonton bertepuk tangan menyambutnya dan Minho lagi-lagi dibuat terkejut dan bingung.
Jantungnya tidak harus berdegup secepat ini hanya karena Chan menatapnya lembut dari atas sana, ditambah senyuman dan ucapan barusan, 'kan?
"Today is gonna be the day that they're gonna throw it back to you~ And by now you should've somehow realized what you gotta do~ I don't believe that anybody feels the way I do, about you now~"
Chan melirik Minho sekilas dan dibuat tersenyum saat mendapati wajah terkejut yang lebih muda sebelum lanjut memainkan piano di hadapannya.
"Backbeat, the word was on the street, that the fire in your heart is out~ I'm sure you've heard it all before, but you never really had a doubt~ I don't believe that anybody feels the way I do, about you now~"
"And all the roads we have to walk are winding~ And all the lights that lead us there are blinding~ There are many things that I would like to say to you," Chan menatap Minho, "but I don't know how~"
"Because maybe, you're gonna be the one that saves me~ And after all, you're my wonderwall~"
Dan Minho tidak tau, mana yang lebih berbahaya bagi jantungnya. Tatapan yang Chan tujukan padanya? Sinar rembulan yang membuat Chan terlihat lebih indah di depan sana? Atau fakta kalau Chan menyanyikan lagu itu untuknya?
Namun, jauh di dalam hatinya, Minho sadar. Hanya ada satu kata yang ada di ketiga kalimat yang dipertanyakannya barusan. Bukan tidak mungkin, itu hal yang paling berbahaya bagi jantungnya.
×××
"Cie, yang abis dinyanyiin suami. Diem-diem aja."
Minho menoleh menatap Chan. Tatapannya berbeda kali ini dan Chan jelas menyadarinya. "Chan, lo tau konsekuensi terburuk dari sandiwara yang dijalanin sama orang ga profesional?"
"Apa?"
"Terlalu mendalami peran."
"Bukannya bagus?"
"Bagus. Feelnya bakal lebih berasa, tapi karna mereka ga profesional, mereka bisa tenggelam di peran yang mereka jalanin."
"Maksud lo?"
"Chan, apa kita.. terlalu mendalami peran?"
×××
Chan jelas tidak bisa tidak memikirkan perkataan Minho tadi. Dia juga tidak tau kenapa dia maju dan menyanyikan lagu itu untuk Minho tadi. Chan hanya ingin, makanya dia melakukannya. Dia tidak tau, apa yang membuatnya ingin menyanyikan lagu itu untuk Minho.
"'Terlalu mendalami peran'?"
Chan mengerti apa yang dimaksud Minho. Dia juga merasa, dia sedikit keterlaluan dalam menjalankan perannya di sini. Namun, sekali lagi, Chan hanya ingin, makanya dia melakukannya.
Chan hanya ingin memeluk Minho hari itu. Chan hanya ingin berbaring di paha Minho saat itu. Chan hanya ingin mencium Minho malam itu.
Begitupun dengan lagu yang dia nyanyikan malam ini. Chan hanya ingin menyanyikannya untuk Minho. Chan tidak tau apa yang mendorong keinginannya. Dia hanya paham satu hal.
Chan sadar kalau dia mungkin terlalu mendalami peran.
"Apa gue terlalu mendalami peran?"
###
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ | Honeymoon¹ +banginho
Fanfiction[FINISHED] Demi mendapat diskon spesial, Chan dan Minho memulai sandiwara sebagai pasangan suami-istri yang hendak ber-bulan madu. Masalahnya, keduanya sama-sama laki-laki. Jadi, siapa yang harus bersandiwara menjadi perempuan? ──────────── ⚠️b×b! ⚠...