"I think, we need some time apart."
Dengan itu, Minho meninggalkan Chan sendirian di depan hotel, sementara dia kembali menikmati rembulan di tepian pantai. Minho terdiam, terlihat memerhatikan ombak padahal pikirannya sedang melayang entah kemana.
Minho tersadar saat seseorang menepuk bahunya. Dia menoleh dan mendapati Joy sudah mendudukkan diri di sampingnya.
"Hai, Ino! Ketemu lagi kita! Aku duduk sini, ya."
"Eh, Kak Joy." Minho sedikit terkejut sebelum tersenyum, "Iya, Kak. Duduk aja."
"Kenapa sendirian di sini, No? Channya mana?"
"Ada." Minho sempat berpikir. Dia tidak tau Chan di mana setelah dia meninggalkannya tadi. "Ada, kok. Aku lagi bosen aja."
"Bosen sama Chan?"
Minho terkejut, "Eh? Ngga, dong. Kenapa bosen sama Chan?"
Joy terkekeh melihatnya, "Tadi kamu keliatan mikir banget. Aku ga mau ganggu, tapi takut kamu kesambet, jadi kuganggu juga deh."
"Ah, Kakak nih, ada-ada aja. Masa iya kesambet."
Joy terkekeh lagi. Melihat Minho memasang tampang berpikir lagi, membuat Joy berujar, "Ino, serius loh, kamu boleh cerita ke aku kalo butuh."
Minho menggeleng, "Ga pa-pa, Kak. Aku bukan tipe yang suka cerita."
"Ya udah, aku aja yang cerita, ya." Joy tersenyum sekilas sebelum memulai ceritanya, "Aku sama Kak Sungjae itu pernah nikah bohongan."
Minho menoleh kaget, "Nikah bohongan?"
"Iya, kita ketemu di acara tv waktu itu."
"Terus sekarang nikah beneran?"
"Iya, dong." Joy menunjukan cincin yang melingkar di jari manis tangan kanannya. Dia lalu melanjutkan, "Sebelum acara itu, kita bener-bener buta tentang satu sama lain pokoknya. Nah, di sana, kita mulai saling kenal. Lama-lama makin deket dan aku mulai kebawa peran jadi istrinya dia."
Minho menyimak, sedikit berharap bisa menemukan secercah cahaya untuk dilemanya saat ini.
"Pas acara selesai, otomatis kita jauh lagi, 'kan? Dan, entah gimana, aku ga tega lepasin peranku gitu aja. Jadi, aku bilanglah ke dia."
"Bilang perasaan Kakak?"
Joy mengangguk dengan senyuman, "Meski aku takut dia ga ngerasa yang sama, tapi seenggaknya aku bisa ungkapin perasaanku."
Minho sempat berpikir sebelum bertanya, "Tapi, gimana kalo hubungan kalian terlarang, Kak? Kakak akan tetep bilang perasaan Kakak?"
"Semacam beda keyakinan?" Joy berpikir sekilas sebelum menjawab, "Aku, sih, akan tetep bilang, No. Ga ada ruginya buat aku untuk bilang perasaanku. Lagian, kalo aku ga bilang, aku ga akan pernah tau apa yang dia rasain. Meskipun jelas, dengan kondisi begitu, akan banyak yang nentang hubungan kita."
Minho terdiam memikirkannya. Sampai dia kembali menoleh ke Joy saat wanita itu menepuk bahunya.
"Ga ada yang bisa halangin dan berhentiin cinta, No. Sekalipun banyak orang akan bilang cinta semacam itu salah, mereka cuma bisa berpendapat, 'kan? Yang ngerasain kita, yang ngejalanin kita."
Minho sempat berpikir sebelum dibuat bingung saat melihat Joy bangkit dari duduknya. "Mau ke mana, Kak?"
"Balik ke hotel. Itu Chan udah dateng. Baikan, ya? Kalian, tuh, lucu banget, tau."
Minho menoleh ke arah yang ditunjuk Joy. Benar kata wanita itu. Chan ada di sana, berlari kecil ke arahnya. Minho dibuat tersenyum melihatnya. Dia menatap Joy sekali lagi.
"Makasih, ya, Kak."
Joy tersenyum menanggapinya, "Santai aja. Kita bisa jadi temen setelah ini."
Minho tersenyum sambil melambaikan tangan saat Joy melangkah menjauh.
"Udah malem, No."
"Ga ada yang bilang ini masih pagi." Minho menatap Chan yang terlihat terengah. Dia lalu menepuk tempat kosong di sampingnya, "Sini, deh, duduk."
"Oke, gue paham lo ga mau diganggu, tapi jangan di luar gini. Lo di kamar, deh. Biar gue yang keluar—"
"Duduk, Chan."
Chan menatap bingung sebelum akhirnya menghela nafas dan mendudukkan diri di samping Minho.
"Sori, No. Gue ngga—" ucapan Chan terpotong karena Minho memeluk lehernya tiba-tiba. "No, kenapa—"
"Diem gini aja dulu."
Chan menurut, balas melingkarkan lengannya ke punggung Minho. Dia mengusap-usap punggung bocah itu, membuat pelukan di lehernya terasa lebih kuat.
"Gue mau ngomong sesuatu, tapi lo jangan liat mata gue."
"Kenapa?"
"Lo sendiri yang bilang, mata ga bisa bohong."
"Lo mau bohong?"
Minho menggeleng, dia tau Chan dapat merasakannya. "Gue mau jujur, Chan."
"Terus, kenapa gue ga boleh liat mata lo?"
"Gue ga mau lo liat ombaknya."
Chan terdiam, masih mengusap punggung Minho, sampai yang lebih muda buka suara.
"Gue tenggelam, Chan."
Chan hanya diam, membiarkan Minho melanjutkan perkataannya.
"Gue terlalu mendalami semuanya. Gue takut."
"Shhh. Ga usah takut, No. Lo selalu punya gue."
"Itu yang bikin gue tambah takut, Chan."
"Lo takut sama gue?"
"Gue takut sama perhatian lo. Sama semua hal yang kita lakuin di sini. Gue takut itu semua numbuhin perasaan yang seharusnya ga ada di hati gue."
Chan tersenyum, paham ke mana arah pembicaraan Minho. "Tapi, tetep aja lo ga bisa cegah perasaan itu buat tumbuh 'kan, No?"
Minho mengangguk, "Payah banget ya, gue."
"Minho, ga ada yang bisa cegah perasaan itu buat tumbuh. Mau lo sekuat apapun ngelawannya, dia akan tetep tumbuh. Dan kalo lo bilang, lo payah hanya karna ga bisa ngelawan perasaan itu, semua orang di dunia ini sama payahnya."
"Tapi gue takut, Chan."
"Jangan takut sama perasaan lo sendiri, biarin dia tumbuh, No."
"Bukan sama perasaan ini. Gue takut sama konsekuensinya."
"Apa yang paling buruk?"
"Lo pergi, Chan." Minho meremas kaus yang dipakai Chan, "Gue takut lo ninggalin gue kalo gue bilang tentang perasaan ini."
"Lo udah bilang dan gue masih di sini, 'kan?"
"Gara-gara gue peluk, 'kan?"
Chan terkekeh mendengarnya. "Lepas dulu pelukannya kalo lo mau tau."
Minho menggeleng, mengeratkan pelukannya. "Nanti lo pergi."
"Kenapa gue harus pergi?"
"Karna perasaan ini buat lo."
Chan tersenyum merasakan debaran jantungnya. Dia akhirnya menemukan jawabannya. Chan mencoba melepaskan salah satu tangan Minho dari lehernya, "Coba sini, gue pinjem dulu tangan lo satu."
Minho menurut. Dia membiarkan Chan membawa telapaknya menuju dada bocah itu. Minho bisa merasakan detak jantung Chan yang berpacu di telapaknya. Terasa sangat kuat dan cepat.
"Jantung gue selalu kayak gini setiap deket lo. Gue ga tau kenapa, tapi setelah lo ngomong kayak tadi, gue tau alasannya."
Minho terdiam merasakan debaran Chan di telapaknya.
"Perasaan itu tumbuh juga di sini, Minho. Buat lo."
Minho tersenyum saat merasakan Chan menautkan jemari mereka.
"Lo ga tenggelam sendirian. Lo punya gue."
#END#
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ | Honeymoon¹ +banginho
Fanfiction[FINISHED] Demi mendapat diskon spesial, Chan dan Minho memulai sandiwara sebagai pasangan suami-istri yang hendak ber-bulan madu. Masalahnya, keduanya sama-sama laki-laki. Jadi, siapa yang harus bersandiwara menjadi perempuan? ──────────── ⚠️b×b! ⚠...