Chapter 10. You Need Someone

791 105 8
                                    

Pintu menuju ke hati telah terbuka, jalan awal bagi sepasang manusia untuk berbagi cinta. Mereka akan disiksa rindu setelahnya. Keinginan untuk bertemu, meski tidak memiliki alasan, asalkan bisa melihatnya.

✾ ✾ ✾

Gio telah selesai mandi, rambutnya masih basah menetes di pundak kaus abu-abu muda yang sangat pas di tubuhnya. Celana jeans pendek warna biru yang dikenakannya pun pas, seperti memang diciptakan untuk tubuhnya.

"Bukannya Oceana Mode nggak produksi pakaian untuk cowok, ya?" tanya Mars sambil duduk di meja makan menunggu pemilik rumah sedang memasak.

Freya menoleh, mengamati pakaian yang dia berikan pada Mars ternyata pas. Dia pun kembali fokus pada masakannya. "Emang nggak ada, itu dibuat khusus untuk Gio," beritahunya.

Wajah Mars sedikit berubah masam. Se-spesial apa pria bernama Gio itu hingga dibuatkan pakaian khusus dengan brand Oceana seperti ini? Meski pakaian ini terkesan biasa saja, modelnya ada di mana-mana, tapi tetap saja ini dibuatnya dengan penuh cinta.

"Oh. Nanti aku balikin setelah dicuci," sahut Mars datar.

"Nggak perlu, ambil aja. Lagian nggak bakal dikasih ke orangnya juga, daripada menuhin lemari," sahut Freya tanpa menoleh.

Sudah putus, kah?

Wajah Mars cerah kembali. Dia menumpu dagunya dengan tangan, memandangi Freya yang cekatan menggunakan alat-alat memasak.

Freya telah selesai memasak, langsung menghidangkannya  ke meja. Aneh, dia tidak merasakan sakit pada kakinya padahal berdiri cukup lama saat memasak. Mungkin, karena dia sedang membuat masakan untuk seseorang dan itu menyenangkan.

"Kamu kenapa tinggal sendirian?" tanya Mars.

Freya tidak menjawab, bertingkah tuli dengan menuangkan nasi ke piring kosong untuk Mars. "Setelah makan, pulang," ujarnya sambil menaruh piring berisi nasi itu ke hadapan Mars.

Mars mengerucutkan bibirmya, pertanda protes. Dia menyantap sup ayam lezat itu dengan lahap. Lalu menoleh pada Freya, "kamu kenapa nggak makan?" tanyanya.

"Nanti aja," jawab Freya.

"Mumpung punya temen makan, kenapa harus makan sendirian nanti?" tanya Mars.

"Cerewet banget sih," omel Freya. Dia membalik piringnya dan mengisi dengan seporsi kecil nasi, lalu sup yang hanya diambil sayurannya saja. Tidak ketinggalan, saus tomat di pinggiran piring.

"Aku cuma pengen kamu sadar, kalau sendirian itu nggak enak."

Freya sontak menatap Mars, tapi pria itu sudah kembali fokus pada makanannya. "Selama aku bisa sendiri, kenapa harus minta bantuan orang lain? Toh, aku tetep bahagia walau sendirian."

Mars mengangkat matanya menatap Freya, mata mereka saling mengikat. "Kamu tetep butuh seseorang agar nggak perlu pura-pura bahagia," ucap Mars lembut, sambil jarinya mengusap bibir Freya yang terkena saus.

Freya tertegun. Selain usapan di bibirnya, kata-kata Mars barusan cukup menyentuh hati.

Pura-pura bahagia?

Benarkah?

Mars tersenyum, lalu melanjutkan makan sampai habis. Pirimgnya bersih seperti baru, dia benar-benar rakus. "Biar aku yang cuci piring," katanya mengambil keputusan.

Sementara Mars mencuci piring, Freya kembali ke kamarnya, memikirkan kata-kata Mars tentang pura-pura bahagia. Dia menatap ke sekelilingnya, kemewahan dari apartemen yang dia renovasi habis-habisan. Punya perusahaan di usia muda. Mampu membeli apa saja, apalagi sekadar berkeliling dunia. Tidak seperti wanita lain yang masih menadahkan tangan pada orang tua, Freya berdiri di atas kakinya sendiri.

I'm the BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang