Chapter 1. Awal Perkenalan

2.4K 209 49
                                    

Pertemuan awal dua orang manusia adalah takdir, mereka tidak bisa menentukan kapan dan di mana akan bertemu. Setiap takdir pasti memiliki rencananya masing-masing.

✾ ✾ ✾

Kriiiiiiing.

Wanita 25 tahun bernama lengkap Freya Oceana itu, mengeluarkan tangannya dari balik selimut untuk mematikan suara alarm di atas nakas. Jarum pendek tepat berada di angka enam dan jarum panjangnya di angka dua belas. Freya menyibak selimut, lalu duduk dengan mata yang masih mengenakan penutup.

"Don't be lazy," kata ajaib ini tidak pernah absen Freya ucapkan sebagai penyemangatnya di pagi hari. Dia membuka penutup matanya dan langsung turun dari ranjang besar itu.

Masuk ke kamar mandi, Freya lebih dulu menggosok gigi di wastafel dan mencuci mukanya. Barulah setelah itu air hangat dari pancuran mengalir ke tubuhnya yang polos.

Selama empat tahun menjadi wanita sukses, Freya hidup dengan segala aktivitas yang teratur. Mulai dari jam bangun tidur, tiga puluh menit di dapur memakan sarapan buatannya sendiri, kemudian pergi ke Kantornya.

"Selamat pagi Bu Freya," sapa salah seorang staff yang berpapasan dengan Freya di lobi.

Freya hanya mengangguk, garis bibirnya tetap lurus. Penggemar lipstik berwarna merah menyala itu paling tidak suka tersenyum. Dia berpakaian selalu rapi, heels tinggi, rambut tergerai indah dan jalan yang super anggun.

Memangnya siapa yang tak mengenal Freya Oceana? Pemilik Departement Store paling elite di Ibukota, yang omset perusahaannya selalu meningkat setiap kali dia mengeluarkan produk baru. Di usianya yang masih sangat muda, Freya selalu masuk majalah bisnis karena karirnya yang cemerlang itu.

"Bu, ini ada beberapa Karyawan magang dari Universitas Mandiri, mereka butuh persetujuan Ibu untuk bisa mulai bekerja," beritahu Susi, sekertaris Freya.

Freya hanya melirik sebentar nama-nama karyawan magang yang tertera di kertas laporan Susi, setelah itu dia menandatanganinya. "Bukannya seharusnya mereka masuk minggu lalu, ya?" tanyanya teringat sesuatu.

"Iya Bu, tapi... Ibu belum tanda tangan, makanya..."

"Next," potong Freya.

"Ini ada beberapa tawaran kerjasama dari beberapa Vendor yang mungkin bisa Ibu pertimbangkan." Susi menaruh beberapa map di hadapan Freya.

"Ada lagi?" tanya Freya.

"Untuk yang mendesak, baru ini, Bu."

Freya mengangguk. "Kamu boleh keluar," suruhnya. Susi pun keluar dari ruangan itu, membawa surat izin masuk untuk para karyawan magang yang akan dia serahkan ke HRD.

Freya membaca satu persatu proposal yang ditawarkan oleh beberapa Vendor. Ada yang menyediakan bahan baku untuk product sepatunya, karena tidak suka maka dia lempar ke tong sampah. Ada yang mengajak kerjasama pakaian renang, memakai brand Oceana, itu juga Freya lempar menyusul yang tadi. Proposal ketiga dan seterusnya pun berakhir tragis di tempat yang sama.

Ponsel Freya di atas meja bergetar, membuat mata wanita itu melirik ke layar. Melihat nama Mama tertera di sana, dia pun membalik ponsel itu.

✾ ✾ ✾

Brak!

Tiba-tiba saja sebuah nampan berisi satu porsi bakso dan Jus jeruk dihempas ke meja Freya. Dia melirik pelakunya, seorang pemuda tidak dikenal, bercelana bahan hitam dan kemeja putih tengah tercengir ke arahnya.

"Boleh duduk di sini, kan?" tanya pemuda itu. "Cuma di sini doang yang kosong anehnya," tambahnya lagi.

Kantin memang selalu penuh di jam makan siang. Selain menyediakan makanan gratis untuk para karyawan di Perusahaannya, Freya juga mempekerjakan chef andalan sehingga rasa dari makanan itu sangat enak. Itu sebabnya, Freya juga makan di kantin ini.

Freya diam saja ketika pemuda itu menyantap baksonya seperti orang yang belum makan seminggu. Dia hanya butuh lima belas menit untuk menghabiskan makanannya sendiri, kemudian pergi.

"Ngomong-ngomong lo di bagian apa?" tanya pemuda itu tiba-tiba.

Freya tidak menjawab, kalau pemuda ini cerdas, pasti dia sadar kalau sang wanita sedang tidak ingin diajak bicara.

"Gue Mars, baru hari ini magang di sini dan ditempatkan di bagian perencanaan." Mars mengulurkan tangannya mengajak berkenalan.

Freya hanya melirik, kemudian mengabaikannya lagi. Dia dengan santai mengunyah makanannya, ciri khas Freya yang tenang.

Mars tersenyum dan menarik tangannya kembali. "Sorry, gue lupa kalau tangan gue kotor," ucapnya kemudian. "Tapi lo belum jawab, lo di bagian apa?"

Freya baru akan membuka mulutnya, Mars sudah lebih dulu berspekulasi, "pasti SPG, ya? Cantik soalnya."

Seketika tatapan Freya yang biasanya hanya satu detik itu, diperlama menjadi lima detik. Bukan merasa tersanjung pada pujian cantik itu, tapi pada gelar SPG yang disematkan padanya.

Setelah dipikir-pikir, Freya merasa tidak ada gunanya memberitahu pemuda itu tentang siapa dirinya. Toh, Mars hanya karyawan magang yang dalam waktu tiga bulan akan segera pergi.

"Bisu apa tuli sih nih cewek?" gerutu Mars yang mulai kesal akan sikap diam dan dinginnya Freya.

Freya tidak tuli, dia mendengar apa yang Mars katakan. Rasanya mulutnya gatal ingin mengeluarkan api dan membakar pria itu hidup-hidup. Namun itu tidak terjadi, Freya terlalu ahli menyimpan ekspresi.

"Nama lo siapa?" tanya Mars lagi, dia terlihat semakin penasaran pada Freya.

Freya telah selesai makan, lebih cepat lima menit dari biasanya. Dia mengelap bibirnya dengan tisu. Setelah itu berdiri.

"Yah, kok udah mau pergi aja? Kan, jam istirahat belum habis," tegur Mars berusaha menahan Freya.

Freya hendak pergi mengabaikannya, namun mulutnya sudah sangat gatal. "Nama saya Freya Oceana, kamu bisa mencari tau di internet tentang siapa saya atau bertanya pada orang-orang di sini. Sudah cukup jelas?"

Mars menatap kepergian Freya dalam  diam. Semua orang terlihat menunduk saat Freya melewati mereka. Wanita itu bukanlah dari kalangan biasa, Mars tau itu.

✾ ✾ ✾

Hai-hai....

Kita coba ketemu sama Mars dan Freya ya, kalau rame lanjut update setiap hari sabtu.

Vote dan spam komen Kalau mau lanjut, spam emot pun gak apa asal rame pokoknya.

Cerita ini super duper bagus dan bakalan bikin kalian baper sampe guling-gulingan, wkwk.

I'm the BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang