Chapter 4. Hubungan Pribadi

968 131 18
                                    

Saat warna lebih mendominasi di kegelapan, manusia bisa saja dibutakan.

✾ ✾ ✾

Freya memegangi bibirnya dengan jari yang gemetar. Hatinya gelisah, entah disebabkan oleh apa. Selama hidupnya, Freya tidak pernah membiarkan satu orang pun menyentuhnya. Namun pria bernama Mars itu malah menciumnya dua kali hari ini.

Freya menekan tombol di telepon dan Susi langsung menyapanya. "Ke ruangan saya sekarang," suruhnya.

Hanya butuh waktu kurang dari satu menit, Susi datang menemui Freya. Dia duduk dengan wajah khawatir, karena wajah seram Freya itu. Akhir-akhir ini, Susi merasa mood Freya sedang bagus. Tapi entah kenapa kembali masam hari ini.

"Saya tidak mau melihat dia ada di Perusahaan saya, apapun caranya usir dia dari sini." Freya memberikan map berisi data seorang karyawan magang.

Susi menerima map itu. Sejak kapan Freya mengurusi karyawan magang? Hal ini membuat Susi merasa sedikit aneh. Tapi karena ini perintah, maka dia tidak bisa banyak bertanya. "Baik, Bu, akan segera saya beritahukan pada bagian HRD."

Freya mengangguk.

Kekacauan sekecil apapun, Freya akan menyingkirkannya. Terutama, bila ini menyangkut ketenangannya. Dia tidak suka hatinya terlalu lemah, apalagi untuk sebuah hubungan. Mars memang menarik, tetapi jelas itu tidak bisa dijadikan alasan untuknya membiarkan pria itu terlalu mengacau hidupnya.

Merasa lebih tenang, Freya pun melanjutkan pekerjaan pentingnya. Dia harus berkonsentrasi pada Summerart, kerja sama kali ini bernilai Triliyunan rupiah. Bila sukses, maka tidak menutup kemungkinan Oceana Mode akan menjadi Perusahaan Mode terbesar di dunia.

Freya tidak mempekerjakan karyawan pada bagian desain, dia menciptakan sendiri desain dari setiap product-nya, itu sebabnya tidak ada yang pasaran. Setiap kali product baru launching, para pelanggan setianya akan langsung berebutan.

BRAK!

Saat sedang serius dengan desain yang dibuatnya, tiba-tiba pintu ruangannya dibuka seseorang dari luar. Tanpa izin. Tanpa mengetuk lebih dulu. Biasanya, hanya satu orang yang bertindak kurang ajar seperti ini, yaitu Gio kembarannya.

Tapi kali ini bukan Gio, melainkan Mars.

"Maaf, Bu, akan segera saya panggilan Satpam," kata Susi begitu cemas. Dia sedang fokus pada layar komputer tadi, sehingga tidak melihat kedatangan Mars.

"Tidak apa-apa, kamu keluar Susi," suruh Freya dengan wajah datarnya.

"Ba-baik, Bu." Susi pun keluar dari sana dan menutup pintu.

Mars terlihat marah, tangannya memegang sebuah amplop putih berlogo perusahaan. Bisa dipastikan itu adalah surat pemecatan. "Apa maksudnya ini?" tanya Mars mengangkat amplop itu setinggi dadanya. Lalu dia melemparkannya pada Freya.

Freya sedikit terkejut karena Mars terlihat berbeda. Tidak ada sifat-sifat tengil yang biasanya pria itu tunjukkan. Wajahnya sangat serius kali ini, bahkan mendekati level dewasa yang cukup mengesankan.

"Apa Staff HRD tidak memberitahukan isi dari amplop itu?" tanya Freya berlagak tenang.

"Kenapa? Apa salah aku?" tanya Mars menarik kursi, duduk dan menatap Freya lekat.

"Kamu masih bertanya, apa salah kamu?" tanya Freya sinis.

"Ciuman tadi?" tanya Mars tajam. "Ini karena ciuman tadi, Ibu Freya?" ulangnya.

Freya membuang muka.

"Kamu nggak profesional, Frey. Kamu nggak bisa menggabungkan hubungan pribadi kita dengan pekerjaan," desis Mars seolah-olah dia diizinkan berargumen.

"Apa kamu bilang? Hubungan pribadi?" Freya ingin melempar pena ke mata Mars saat ini juga, tidakkah pria ini tau levelnya?

Mars mengangguk. "Kita punya dua hubungan, pertama urusan pribadi dan kedua pekerjaan. Kamu cukup pintar, kan, untuk bisa membedakan keduanya?"

"Wait ..." Freya menunjuk Mars agar pria itu berpikir sejenak. "Nggak ada hubungan pribadi di antara kita. Hanya sebatas pekerjaan dan itu pun sudah berakhir. Remember?"

Mars tersenyum sinis. "Beneran nggak ada hubungan pribadi?" tanyanya sangsi.

"Apa maksud kamu?"

Mars memajukan tubuhnya dan menumpukan siku pada meja. "Kenapa kamu nggak nampar aku setelah insiden ciuman yang pertama?" tanyanya. "Dan kamu membiarkan aku punya celah untuk ulangi itu di ruang meeting, remember?"

Freya terlihat gugup, dia tidak pernah menghadapi anak bau kencur dengan nyali seberani Mars.

"That was your first kiss, right?" tebak Mars dengan senyum geli di wajahnya.

"Keluar sekarang," desis Freya tidak tahan lagi.

"Aku akan keluar sebagai laki-laki, tapi sebagai seorang Karyawan yang baru saja anda pecat, saya ingin meminta keadilan." Mars melipat tangan di depan tubuhnya.

Freya memijat pangkal hidungnya. "Apa kamu sedang ingin bermain-main, Marcello Hakim?" tanyanya menahan gejolak emosi.

Mars tersenyum semakin manis. "Kamu tau nama panjangku, Freya Oceana?" balasnya mengejek.

Freya membeku.

"Aku anak kedua dari dua bersaudara. Aku Mahasiswa tingkat akhir yang berharap bisa lulus tahun ini agar bisa bekerja. Aku punya hobi yang cukup menantang, yaitu ngebut dengan motor di jalan raya. Aku suka semua warna kecuali hitam, gelap membuatku terlihat tidak tampan. Aku ..."

"Stop it! Aku nggak nanya sama sekali," potong Freya geram. Mars membuatnya mendengarkan omong kosong dalam waktu yang cukup lama.

Mars kembali mengulum senyum. "Aku cuma ngasih tau tentang hal-hal yang nggak ada di dalam data pribadiku di Perusahaan ini. Kali aja kamu penasaran," kekehnya.

Kemana Mars yang terlihat dewasa saat datang dengan kemarahan tadi? Sialnya Freya malah suka kedua sifat bertolak belakang itu.

"Kamu lupa ya udah ngasih tantangan menyelesaikan project Summerart? Aku baru aja mau mulai, masa udah dipecat?"

Freya kembali memijat pangkal hidungnya, Mars membuatnya sakit kepala.

"Oke, gini, kasih aku waktu tiga bulan. Aku akan membuktikan dua hal sama kamu," minta Mars.

"Dua?" tanya balik Freya.

Mars mengangguk. "Pertama, aku akan buktikan bahwa project Summerart bisa berhasil. Kedua ..." Mars mencondongkan tubuhnya ke depan, mendekati Freya dan berkata, "aku bisa tunjukin ke kamu seperti apa rasanya punya dua hubungan dalam kehidupan. Pekerjaan dan percintaan."

Freya menghela nafas pelan, pertanda dia menyerah. "Fine, buktikan kalau kamu bisa memegang Summerart dengan baik, itu aja."

Mars tersenyum. "Dua-duanya, Frey. Aku nggak nyuruh kamu milih," ucapnya songong.

"Keluar atau aku bener-bener akan pecat kamu."

Mars mengangkat kedua tanfannya. "Oke ... Oke ..." Dia berdiri membawa kembali amplop tadi. "Ini aku kasih ke Mbak Lana lagi ya, tolong kabarin dia kalau aku nggak jadi dipecat."

Freya mendengkus.

✾ ✾ ✾

I'm the BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang