Sekali pun wanita mempunyai segalanya, dia tetap membutuhkan laki-laki dalam hidupnya. Karena terkadang, bercerita di atas kertas saja tidak cukup.
✾ ✾ ✾
Freya seperti anak kambing yang diikat lehernya, kemudian ditarik oleh Tuannya. Terjadi tarik menarik yang cukup alot, tapi Mars tetap berhasil membawanya sampai ke ruangannya tanpa alas kaki. Disaksikan banyak mata, Freya benar-benar terlihat lemah.
Saat Mars menekan pundak Freya ke sofa, wanita itu pun seperti terhipnotis sehingga menurut begitu saja.
"Kotak obat mana?" tanya Mars dengan mimik wajah serius.
Freya mengatur wajahnya agar tetap terlihat punya harga diri, meski tadi sudah berceceran di lantai. "Aku bisa sendiri, kamu boleh pergi," usirnya.
Mars tidak mendengarkan. Dia mencari sendiri kotak obatnya dan menemukan benda persegi empat warna putih itu di dalam lemari kayu. Dia membawanya ke Freya. "Jangan keras kepala, Frey." Tanpa meminta izin, diambilnya kalo Freya yang terluka lalu ditaruh di atas pahanya.
"Aku bisa sendiri," tolak Freya berusaha menahan tangan Mars yang hendak menyentuh kakinya.
"Nggak usah sok kuat, kamu itu tetap butuh seseorang dalam hidup kamu." Mars mendekatkan matanya ke tungkai kaki Freya. Dia mengolesi lika lecet terkelupas itu dengan kapas yang telah diberi alkohol.
"Sakit!" Freya memekik, tanpa sadar dia memukul lengan Mars dengan kuat.
Mars mengangkat kepalanya, tersenyum. "Gitu dong, nggak usah pakek topeng. Kalau sakit, ya bilang sakit." Lalu kembali melanjutkan pengobatannya.
Freya meringis menahan rasa sakitnya kali ini. Namun lagi-lagi, rasa perihnya membuat dia tidak bisa bertahan lama. Tanpa sadar, tangannya memegang lengan Mars dan dia memejamkan mata.
Detik pun kian berlalu, berganti dengan menit yang terasa sunyi. Freya membuka matanya, sepasang mata lain menyapa penglihatan pertamanya.
Mars tersenyum, wajah Freya sangat dekat dengan wajahnya. Dia sudah selesai sejak tadi, tapi tak ingin bilang karena sangat suka melihat wajah polos Freya ketika kesakitan.
"Kamu butuh seseorang yang bisa membuat pipi kamu ini selalu berwarna." Mars membelai pipi Freya yang merona. "Cantik banget," bisiknya lembut.
Freya sontak memundurkan kepalanya. Dia menurunkan kakinya dari paha Mars dan berdiri. Karena masih nyeri, dia harus terpincang-pincang untuk sampai ke kursinya. "Makasih," ucapnya datar.
Mars tersenyum dan membereskan peralatan medis yang dipakainya. Lalu dia menaruhnya kembali ke tempat semula. "Aku prediksi luka di kaki kamu itu bakal bengkak, nanti malam pasti sakitnya baru terasa."
"Ini cuma luka kecil," sahut Freya tidak percaya.
"Luka kecil bisa jadi berbahaya kalau kamu anggap sepele. Jangan pakai heels dulu kalau nggak mau makin parah." Mars mencuci tangannya dengan hand sanitizer yang ada di dinding dekat pintu.
Freya memalingkan wajah saat Mars menoleh padanya. "Diperhatiin itu enak, kan?" tanya Mars kemudian.
Freya tidak menyahutnya.
"Saya kerja dulu ya, Bu," pamit Mars, yang langsung pergi setelah itu.
Barulah Freya menoleh ke pintu. Dia mengangkat kakinya sedikit, sebuah plester luka ukuran jumbo menutupi lukanya.
Diperhatiin itu enak, kan?
✾ ✾ ✾
Malam ini, Freya harus menanggung akibat dari terlalu menyepelekan luka kecil di kakinya. Dia tetap memakai heels seharian, meski dengan jalan yang terpincang-pincang. Setelah dilihat-lihat lagi, ternyata luka itu agak bengkak dan membiru di sekitar pergelangan kaki hingga ke tumit bawah.
"Sial, kenapa omongan tuh cowok jadi kenyataan gini?" umpatnya sebal. Dia meringis menahan rasa yang berdenyut-denyut menyakiti.
Sesakit apapun rasanya, Freya tidak akan pernah menghubungi seseorang untuk meminta bantuan. Dia lebih suka menderita sendirian, daripada harus melibatkan orang lain.
"Kamu nggak akan mati cuma karena sakit gini doang, Freya," hiburnya pada diri sendiri.
Ting. Tong.
Freya menoleh ke pintu, lalu pada jarum jam yang menunjukkan kalau hari sudah larut malam. Tidak ada yang pernah berkunjung ke apartemennya, kecuali keluarganya.
Freya tidak menyukainya, maka dia pun mengabaikan. Seperti biasa, siapa pun di luar sana akan pergi setelah mengira dirinya tidak ada di dalam.
Ting. Tong.
Freya tetap diam. Dia mengangkat kakinya ke atas meja untuk memeriksa separah apa lukanya sekarang. Tapi sulit, posisi luka dan kepala tidak searah. Bila kaki yang dimiringkan, maka rasa sakitnya menjadi semakin parah.
Ting. Tong.
Ting. Tong.
Ting. Tong.
Susra bel pun terdengar berkali-kali, ditekan terus menerus oleh orang di luar sana. Tidak biasanya keluarganya pantang menyerah seperti ini, pasti Gio!
Sambil menggerutu dan dengan wajah masam, Freya berjalan terseok-seok ke pintu. Dia membukanya, memasang ekspresi tidak suka tanpa menoleh ke tamu yang datang.
"Astaga, aku pikir kamu kenapa-kenapa di dalem. Udah tidur atau budek?"
Freya langsung menoleh pada pemilik suara yang tidak tahu diri itu. Bahkan, tanpa diizinkan pria itu main masuk saja ke dalam.
"Heh, kamu ngapain di sini?" tanya Freya menyoroti Mars dari atas hingga ke tangan pria itu yang membawa banyak kantong belanjaan.
"Aku tau kamu sendirian. Kaki kamu sakit dan perut kamu laper. Makanya aku dateng," kata Mars sambil menaruh bawaannya ke atas meja. Dia berbalik menatap Freya yang masih berdiri di dekat pintu. Lalu pada kaki wanita itu. "Apa aku bilang, bengkak kan? Nggak nurut sih kalau diomongin." Mars melangkah mendekati Freya.
Freya hendak mundur tapi tangannya ditahan oleh pria itu. Detik paling mengagetkan selanjutnya adalah saat Mars menggendongnya, seperti kapas. Apakah dia seringan itu?
Mars mendudukkan Freya ke sofa, lalu dia berlutut untuk memeriksa kaki Freya.
"Ahhh." Freya merintih kesakitan saat kakinya diangkat.
Mars mendesah, lalu menatap Freya. "Bisa nggak sih, kamu nggak usah bikin aku khawatir? Ini kenapa didiemin? Gimana kalau infeksi? Emangnya kamu nggak punya pulsa buat telepon aku dan minta bantuan?"
Freya tercengang, omelan panjang lebar itu membuatnya seperti sedang dimarahi oleh almarhumah Oma.
"Awww!" Freya menjerit ketika Mars memutar kakinya, meski sedikit tapi rasanya seperti dipatahkan. "Kamu mau membunuh aku?!" bentaknya.
"Sorry-sorry, habisnya susah dilihatnya." Mars meringis. Dia bingung bagaimana cara mengobati Freya kalau begini?
"Udah nggak usah. Bikin makin sakit aja," tolak Freya.
Mars menghela nafas, keras kepala banget sih!
Saat Freya berdiri, Mars kembali menggendong wanita itu.
"Eh gila, turunin!" bentak Freya.
"Kalau aku turunin sekarang, kaki kamu bisa patah," sahut Mars sambil membawa Freya masuk ke kamar.
Freya panik, mau apa pria ini membawanya ke kamar? Di mana hanya ada mereka berdua dan sudah tengah malam.
✾ ✾ ✾
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm the Boss
RomanceUpdate setiap Senin Freya Oceana, pemilik Departement Store "Oceana Mode" yang hanya menjual brand-brand ternama Oceana, ciptaannya sendiri. Dia cantik, sukses di usia muda, namun sangat payah dalam kisah cinta. Banyak yang mengejarnya, mulai dari P...