Chapter 2. Accident Kiss

1.1K 140 18
                                    

Bila pertemuan pertama adalah takdir, maka pertemuan kedua ditentukan oleh manusia itu sendiri.

✾ ✾ ✾

Hari apa ini?

Mars merasa begitu sial. Tadi, dia harus mendorong motornya cukup jauh ke tempat tambal ban. Sekarang, dia baru sadar kalau lupa membawa ID card, benda keramat yang akan membuatmu duduk seperti gembel di depan gedung Oceana Mode karena tidak diizinkan masuk. Entah apa yang harus dilakukan Mars saat ini, dia tidak mengenal siapa pun yang dapat membantunya dan terlalu jauh bila harus pulang dulu.

Sebuah mobil tiba-tiba berhenti nyaris di depan Mars, dia berdiri untuk sedikit menyingkir. Di tengah keputusasaan, Mars menemukan penolongnya.

"Hai!" sapa Mars sok akrab.

Freya yang baru saja turun dari mobil terlihat kaget luar biasa melihat kemunculan Mars yang tiba-tiba. Pria itu juga menghalangi jalannya.

"Masih inget aku, kan?" tanya Mars menunjuk wajahnya sendiri.

Freya mengerutkan kening, seingatnya kemarin pria ini menggunakan panggilan Gue-Elo, bukan Aku-Kamu.

"Maaf, saya harus masuk." Freya mengambil sisi sebelah kanan Mars untuk menaiki anak tangga menuju ke lobi.

"Ikut ya!" minta Mars sambil berjalan mundur di hadapan Freya.

"Ikut?" Nampak kening Freya berkerut.

"Iya, ikut. Aku lupa bawa ID card dan nggak ada satu orang pun yang kenal aku di sini. Aku nggak dibolehin masuk sama Satpam galak itu." Mars bercerita panjang lebar.

"Bukan urusan saya," sahut Freya sambil terus melangkah. Kali ini dia berhasil mendahului Mars.

"Menolong sesama manusia itu pahala yang didapet gede banget loh, Frey. Bisa bikin kamu masuk surga kalau beruntung," oceh Mars di belakang Freya.

Apa dia bilang?

Frey?

Langkah kaki Freya refleks berhenti dan dia berbalik untuk melihat wajah songong anak magang yang baru saja memanggilnya "Frey" itu.

Mars yang tidak menyangka Freya akan berhenti dan berbalik begitu saja, masih meneruskan langkah menuju satu anak tangga terakhir. Dia kaget, tapi terlambat untuk menghindar atau mundur lagi.

Cup.

Mata Freya mengerjap, sesuatu yang dingin dan lembut menyentuh bibirnya begitu saja. Matanya dan mata Mars saling bertatapan dengan jarak yang teramat dekat. Bisa Freya rasakan aroma menthol menerpa wajahnya saat ini. Tanpa sadar Freya memuji ketampanan pemuda itu.

Beberapa detik setelahnya, Freya mundur satu langkah dengan wajah merah padam.

"Ini kecelakaan," ujar Mars membela diri sambil mengangkat kedua tangan, bagai sedang ditodong pistol oleh Polisi. Wajah Freya sangat horor menurutnya. "Kamu ... puter arahnya nggak pakek lampu sen. Emang nggak punya kaca spion? Untung aja kita nggak lagi di jalan raya. Kalau nggak ..."

"Kamu ..." Freya menunjuk Mars dengan tatapan berapi-api.

Mars menempelkan telunjuknya ke bibir Freya. Matanya mengamati sekeliling yang mencurigakan. "Daripada marah-marah, mending kita masuk dulu karena ada banyak paparazi di sini," Mars memotong ucapan Freya dan menggandeng wanita itu.

Sialnya bagi Freya, kakinya malah ikut melangkah ringan.

Satpam yang tadi melarang Freya masuk cuma bisa menundukkan kepala menghormati sang pemilik gedung masuk, tanpa bisa mencegah.

"Aman," kata Mars sambil melepaskan tangan Freya dan menghembuskan nafas lega karena lolos dari Satpam berkumis tebal. "Hehehe," cengirnya saat Freya malah melotot.

Freya yang irit bicara, hanya bisa melakukan sesuatu sebatas menatap tajam. Tadinya, dia ingin mempermasalahkan perihal ciuman itu, tapi karena situasi di sana sedang ramai, Freya pun mencoba tenang dan melupakan semuanya. Menganggap hal itu memang sebuah kecelakaan. Dia melangkah pergi.

"Frey!" panggil Mars tiba-tiba.

Langkah Freya lagi-lagi terhenti dengan panggilan sialan itu. Namun kali ini dia tidak berbalik.

"Lipstick kamu itu mahal kan ya?" tanya Mars.

Freya tidak mengerti maksudnya, tapi bocah yang bertanya itu sudah berdiri di hadapannya saat ini. "Warna merah di bibir kamu itu nggak nempel di bibir aku, kan?" tanya Mars lagi. Mars mengusap bibirnya dengan ibu jari dan mengecek apakah ada lipstick yang menempel akibat kecelakaan tadi.

✾ ✾ ✾

Konsentrasi Freya berantakan sejak pagi, anak magang bernama Mars itu sangat mengganggu pikirannya. Belum lagi, tanpa bisa dicegah adegan ciuman yang tidak disengaja tadi terus terbayang di depan mata.

Freya menekan salah satu tombol di telepon, "Susi, bawa semua data anak magang yang baru masuk," mintanya.

"Baik, Bu."

Sebenarnya Freya hanya ingin melihat satu orang, tetapi Susi malah membawa setumpuk CV anak magang selama tiga bulan terakhir.

"Ada lagi yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Susi.

"Cukup, makasih."

Begitu Susi keluar, Freya langsung mencari satu persatu nama Mars di antara tumpukan map itu.

Got it!

Freya mengenali Mars hanya lewat foto berukuran 4x6 itu. Wajah tengil pria itu terlalu mencolok.

Marcello Hakim, 20 tahun.

Freya langsung menutup data-data Mars karena tidak tertarik untuk mencari tahu lebih jauh. Melihat tahun lahir pria itu membuatnya kehilangan selera untuk melanjutkan kekepoan.

"Baru dua puluh tahun, pantes pecicilan," cela Freya tanpa sadar.

Lalu kenapa bila dia baru berusia dua puluh tahun?

Freya sontak menggeleng, "gue kenapa sih?" Dia memijat pangkal hidungnya yang terasa berdenyut.

Freya penasaran akan satu hal, apakah Mars tahu dirinya pemilik perusahaan ini? Bila tahu, kenapa pria itu bersikap tidak hormat seperti yang lainnya?

Memanggilnya, Frey?

Freya mendengkus, belum pernah ada satu karyawan pun yang berani memanggil namanya seperti itu. Bahkan yang jauh lebih tua darinya saja, tetap menambahkan embel-ambel "Bu" sebelum namanya.

Namun Mars, bocah 20 tahun itu malah memanggilnya, Frey? Tidak masuk akal!

Freya kembali menekan tombol telepon, "Susi, atur jadwal meeting bersama Divisi perencanaan untuk membahas launching produk baru kita," mintanya.

"Baik Bu."

"Oh ya satu lagi, sertakan semua anak magang di divisi perencanaan dalam meeting nanti."

"Iya?" Susi nampak kebingungan.

"Perlu saya ulang?"

"Ba-baik, Bu. Saya akan segera memberitahu kepala Tim divisi perencanaan terkait ini," jawab Susi cepat. Freya langsung menutup telepon.

Freya menyingkirkan semua data karyawan magang ke sudut meja, dia mulai melupakan rasa penasarannya pada Mars.

"Sekarang kita lihat, apakah kamu masih bisa bersikap tidak sopan nanti, Marcello Hakim?"

✾ ✾ ✾

I'm the BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang