Chapter 9. Mandi Sekalian

1.3K 128 10
                                    

Percuma lari, tetap saja hati ini mencari saat dia jauh. Percuma sembunyi, tetap saja mata ini mengintip ingin melihatnya. Apakah ini yang disebut cinta?

✾ ✾ ✾

Lama-lama, Freya merasa bosan juga di Apartemen. Selain tidur-tiduran, makan atau sesekali cek email yang dikirim Susi, dia tidak punya aktivitas lain. Ingin jalan-jalan, kakinya sedang sakit.

Tiba-tiba terlintas dalam benak Freya untuk menghubungi Mars, dia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi whatsapp. Dibukanya chat Mars yang masih tersimpan, status di bawah nama pria itu online.

Gimana keadaan di kantor?

"Emangnya dia Satpam?" Freya buru-buru menghapus ketikannya itu.

Makanan di Kantin hari ini, gimana?

"Come on, Freya, lo nggak mungkin chat Mars dengan alasan yang nggak masuk akal kayak gini," gerutu Freya sambil menghapus kembali ketikannya.

"Apa kabar?" Freya menggeleng. Masa iya dia harus bertanya kabar Mars, padahal mereka baru saja bertemu tadi pagi.

"Kamu lagi apa?" Freya langsung melempar ponselnya ke kasur, merasa pertanyaan itu sangatlah horor. Dia tidak sedekat itu dengan Mars sehingga harus bertanya lagi apa.

Freya menyerah. Dia tidak akan chat Mars lebih dulu, bisa tambah kepedean pria itu nanti. Wajahnya terasa panas, malu sendiri membayangkan dia mengirimkan chat pada Mars, untung tidak jadi.

Ting.

Freya melirik ponselnya, nama Mars muncul di layar. Dia panik seketika. Ditutupinya ponsel itu dengan bantal, tapi rasanya Mars tetap bisa melihat wajahnya.

"Frey, lo kenapa harus malu? Kan bukan lo yang chat duluan." Freya menegaskan wajahnya, pura-pura tidak peduli. Dia mengambil ponselnya, lalu membuka chat yang Mars kirimkan.

Mars: Kamu mau chat apa? Kenapa nggak jadi? Aku nungguin by the way.

Ponsel itu melorot dari tangan Freya, wajah angkuhnya seketika runtuh dan berceceran di pangkuan. Bagaimana Mars bisa tahu?

Tak lama setelah itu, nada panggilan pun terdengar. Bukan lagi nada aneh karena nomor Mars sudah tersimpan. Freya menggigiti kukunya sambil menatap layar ponsel itu. Dia bersumpah tidak akan mengangkatnya, harga dirinya jauh lebih penting.

"Abaikan Frey, dia akan bosan sendiri." Freya menutupi ponsel itu dengan bantal, berpura-pura tidak terpengaruh.

Sampai akhirnya, setelah beberapa kali missed call, Mars berhenti menelpon. Freya mengembuskan nafas lega, kepalanya sakit gara-gara kekonyolan ini.

✾ ✾ ✾

Mars merasa sangat jenuh di kantor setelah seharian meeting dengan Tim perencanaan membahas project Summerart. Agak kesal karena Pak Ari sempat merendahkannya tadi, hanya karena dia anak magang jadi dianggap tidak kompeten di bidang ini. Padahal Mars tidak masalah bila mereka yang senior ingin ambil alih, malah senang sekali.

Memang, ini sudah di luar aturan perusahaan. Project senilai Triliunan rupiah dipercayakan pada anak magang, rasanya terlalu ceroboh. Bukan hanya perusahaan yang akan merugi, para karyawan pun akan terkena imbasnya. Mulai dari PHK, hingga hilangnya bonus. Tapi Mars yakin dia akan berhasil, asalkan dibimbing. Masalahnya di sini, tidak ada yang mau pembimbingnya. Dia dimusuhi oleh semua senior, dianggap cari muka pada Freya. Apalagi gosip yang beredar soal kedekatannya dengab Freya, membuat semua orang bertambah membencinya.

Mars membuka aplikasi whatsapp, sudah tidak ada kerjaan tapi jam pulang masih sepuluh menit lagi.

Lalu ada tulisan Freya is typing.

Mata Mars yang tadinya mengantuk, sontak fresh seperti melihat uang triliunan di depan mata. Dia menunggu dengan antusias, sampai-sampai jarinya siaga di papan keyboard untuk membalas secepat mungkin.

Tapi semakin ditunggu, tulisan typing itu kadang hilang kadang muncul. Menandakan Freya menghapus pesannya sebelum dikirim. Ini terjadi berulang kali, membuat kening Mars berkerut.

Sampai akhirnya, hilang sama sekali dan tidak ada pesan yang masuk. Freya pun sudah tidan online.

"Apaan sih?" keluh Mars kecewa. Dia pun mengetikkan sesuatu untuk dikirim pada Freya.

Mars: Kamu mau chat apa? Kenapa nggak jadi? Aku nungguin by the way.

Mars menunggu, sampai centang dua itu berubah menjadi biru. Dia tidak sabar pesannya di balas, tapi Freya malah offline. "Cuma dibaca?" tanyanya kesal.

Mars yang pantang putus asa pun menelpon Freya. Dia mencoba hingga berkali-kali, tak perduli bila teleponnya itu mengganggu. Hingga jarum jam tepat menunjukkan angka lima, Mars menyerah. Dia bersiap-siap seperti yang lainnya, sudah waktunya pulang.

✾ ✾ ✾

Ting. Tong.

Freya baru saja selesai mandi. Handuk masih melekat di kepalanya. Tapi untungnya dia sudah memakai setelan baju tidur berbahan sutra dengan model two piece.

Lupa kalau makhluk bernama Mars sangat rajin berkunjung, Freya membuka pintu tanpa mengintipnya lebih dulu. Mungkin gara-gara Mars juga, dia jadi kehilangan kebiasaan harus menghindari tamu.

"Kamu nggak papa, kan?"

Freya tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya saat Mars langsung menodongnya dengan pertanyaan itu. Dia tidak sedang berperang, jadi kenapa pria itu harus secemas ini?

"I am okay," jawab Freya bingung.

Mars menghembuskan nafas lega. "Aku pikir kamu kenapa-kenapa," ucapnya terengah-engah, lelah karena berlari ke tempat ini.

"Kenapa kamu bisa berpikir kalau aku kenapa-kenapa?" tanya Freya heran.

"Nggak disuruh masuk dulu nih?" tanya Mars sambil mendorong pundak Freya agar bergeser. Si pemilik Apartemen masih bengong, dia sudah berada di dapur mengambil minum sendiri dari dalam kulkas.

Freya melotot pada Mars yang seenaknya saja meminum air dingin sisaan dirinya dari botol langsung. Emangnya dia pikir mereka ini tinggal serumah?

"Tadi kamu mau kirim chat, kan, ke aku? Tau-tau nggak jadi. Aku telepon nggak kamu angkat. Khawatir dong, aku pikir kamu pingsan sebelum sempet kirim chat ke aku. Makanya aku langsung ngebut ke sini, hampir aja kecelakaan tadi. Dari lobi sampe ke sini aku lari-lari kayak anak-anak ngejar layangan. Gila capek banget, sampe keringetan gini." Mars mengambil nafas panjang setelah bicara tanpa jeda.

Ajaibnya, Freya betah mendengarkan. Matanya tak berkedip. Menatap lekat bola mata Mars yang terang. Keringat sebesar biji jagung berjatuhan dari pelipis pria itu, turun ke pipi dan leher.

"Karena kamu nggak papa, aku pulang aja. Makasih ya minumnya," ucap Mars mengangkat botol kosong itu ke udara. Lalu menaruhnya ke tong sampah.

Saat Mars hendak pergi, Freya mencegahnya, "kenapa nggak di sini dulu aja? Kan, udah dateng. Mandi sekalian."

Mars sontak berbalik, tapi Freya sudah berjalan membelakanginya, masuk ke kamar. Dia tersenyum, lelahnya hilang bagai layangan yang dikejar telah berada di tangan.

Freya mengizinkan Mars di Apartemen lebih lama, juga disuruh mandi.

✾ ✾ ✾

Nah looooh, kalau Mars sudah diizinkan mandi di sana. Kira-kira akan ada apa yang terjadi antara mereka ya?

Pssstt bocoran untuk next part, Freya dan Mars akan ... ya itu deh tanpa paksaan, tapi disengaja. Hahaha.

Rugi pokoknya kalau kalian gak baca next Part nya.

Ebooknya ready ya.

Nggak akan nyesel beli ebooknya, baper bangeeetttt.

Bisa dibeli di admin WA 0813-777-333-41 (Chat Only)

I'm the BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang