2012
"BAHAHAHA!!"
Indy dan Risa sama-sama terbahak. Mereka hampir menangis bahkan memukul pundak satu sama lain saking gelinya. Martin tengah menceritakan insiden Andina kepada mereka. Ia juga tak dapat berhenti tertawa mengingat bagaimana gadis itu jatuh dengan konyolnya sebelum turun dari angkot.
"Andina... Andina," Risa mengusap matanya yang berair. "Sesuka-sukanya gue sama Kak Adit, enggak bakal gue kepikiran buat loncat dari angkot kalo diajak ngomong doang!"
"Koplak temen lo emang!" Martin masih tertawa-tawa geli. Ia masih ingat bagaimana pemandangan tubuh Andina dari belakang yang oleng dan langsung menarik baju ibu-ibu. Detik itulah tawanya langsung pecah. "Lo tahu enggak? Gue yang ngerasa malu sama tuh ibu-ibu padahal bukan gue yang jatoh!"
"Ih, kan, gue salting diajak ngobrol begitu! Gue mana pikir panjang, yang gue pengen ya cepetan turun dari sana!" Andina dari tadi hanya bisa memojok menelan ejekan teman-temannya. Ia diam saja karena memang tingkah lakunya itu patut ditertawakan. "Tin, terus... Fadil ngetawain enggak?" tanyanya was-was.
"Ya, iyalah, Somplak! Pake nanya!" seru Martin. "Bukan kita bertiga doang yang ketawa, sopir angkotnya juga malah."
"Adooh!!" Andina merengek malu seraya menutup wajahnya dengan tangan. Habis sudah citra dirinya yang selama ini ia pertahankan dengan berlaku jaim di depannya. "Jelek banget emang gue pas jatoh sampe dia ketawa?"
"Aduh, Andina, lo tuh jatoh narik baju ibu-ibu terus langsung dijewer, tahu enggak? Siapa yang enggak bakal ngakak?"
"Gue yang denger aja secondhand embarassment gini." Indy terkikik geli.
Andina menggeram pelan menarik rambutnya. Ia jadi menyesal telah berlaku gegabah. Kenapa kemarin ia tidak berusaha menahan diri dan terus bersikap normal? Dikira salah bantal karena tak mau menengok oleh Fadil terdengar jauh lebih baik dibandingkan jatuh dari angkot hanya karena salah tingkah. Bukan hanya malu kepada Fadil, ia juga merasa malu ditertawakan oleh Abidzar yang tak terlalu ia kenal. Astaga, rasanya ia ingin bersembunyi di bawah selimutnya saja.
"Ini kan salah lo juga, Tin! Ngapain coba lo pake minta tukeran tempat sama Fadil segala?!"
"Ya, sengaja. Biar bisa liat lo loncat dari angkot."
"Udahan, kenapa?!" Gadis itu melempar jaketnya pada wajah Martin karena malu.
Indy dan Risa lagi-lagi dibuat tertawa sore hari itu.
***
"Demi apa lo beneran ada darah Jepangnya?" tanya Fadil pada Dela.
"Serius. Orang nenek gue aja Jepang." Dela mengangkat dua jarinya.
Hari ini Dela masuk ke sekolah dengan tampilan rambut baru. Ia memotong poninya lurus yang membuat wajah orientalnya semakin mencolok. Saat gadis itu pertama masuk ke kelas, anak-anak lain hampir tak mengenalinya dan terus melihat ke arahnya. Baru setelah beberapa saat, mereka menyadari bahwa gadis berparas Jepang itu ternyata adalah Dela. Fadil juga tampak tertegun akan penampilan baru itu, itu kenapa ia bertanya langsung pada Dela.
Fadil menatapnya lama sebelum kembali bertanya. "Terus, lo bisa enggak bahasa Jepang?"
"Enggak, cuma yang gue denger doang di anime-anime."
"Coba ngomong apa kek gitu." Andina menimpali.
"Hajimemashite, watashi wa Dela desu. Douzo yoroshiku onegai shimasu." Dela berucap dalam bahasa Jepang dan aksen yang tepat, membuat Fadil dan Daffa terpukau layaknya melihat orang Jepang sungguhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Singgung
Teen FictionOrang-orang mengatakan, jika kamu menyukai seseorang, maka perasaan itu hanya bertahan selama 4 bulan. Lebih dari itu, artinya kamu mencintainya. Awalnya Andina hanya menjadikan anak lelaki itu sebagai pelampiasan move on saat SMP, tetapi ia tak tah...