Keempatbelas

16 5 0
                                    

Cerri menatap aneh kotak persegi yang berada di meja kelasnya. Apakah ini dari pengagum rahasianya? Cerri menatap keadaan sekitar yang cukup sepi. Mungkin hanya segelintir orang yang sudah berada di kelas ini.

Cerri membuka kotak itu pelan. Dia berjingkat kaget, si-siapa yang mengirim foto-foto ini.

"Ndah, lo liat siapa yang naruh kotak ini?"

Indah menggeleng "Pas gue berangkat tuh kotak udah ada di situ. Dari pengagum rahasia lo kali" sahutnya

Cerri kembali menunduk melihat isi kotak itu. Dia mengambil notes yang berada di bawah foto itu. Jantungnya berdegup kencang membaca notes itu.

Jadi, persahabatan atau perasaan?

"Cerr!"

Cerri buru-buru memasukkan kotak itu kedalam laci. Dia menoleh gugup menatap Anggun yang menatapnya heran.

"Apaan tuh" liriknya pada sesuatu di laci Cerri

"Bukan apa-apa" jawabnya singkat

"Masa sih?"

"Ck, tumben lo udah berangkat? Biasanya kan lo dateng mepet jam masuk" ucap Cerri mengalihkan topik

Anggun meletakkan tas nya di kursi "Ini semua karena nyokap gue. Dia minta gue nganterin bi Gopi ke pasar dulu. Jadinya ya gini deh" curhatnya kesal

Cerri terkekeh "Lo emang harusnya digituin biar sadar"

Anggun menggeplak pelan Cerri "Ada pr ngga?" tanya Cerri

"Ngga ada"

Cerri mengangguk kemudian mengalihkan pandangannya menatap cendela yang menampilkan keadaan mendung. Tadi, saat dia berangkat memang cuaca sedikit mendung. Dan mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Salah satu hal yang paling Cerri sukai.

Cerri termenung, dia memikirkan siapa pengirim itu. Apakah dia berniat mengancam dirinya. Salah satu kandidat terkuat menurutnya adalah Intan. Apakah benar jika dia yang mengancamnya? Tapi dengan tujuan apa? Apa dia melakukan ini supaya dirinya menjauhi Angka?

Tapi, Intan bukan tipikal orang yang main di belakang. Dia orang yang tipe bersaing secara terang-terangan.

Cerri menghela napas pelan. Dia harus mencari tau siapa pelaku pengirim kotak itu.

💥💥💥

Angka menyugar rambutnya yang sedikit bahas akibat gerimis tadi. Beberapa murid menjerit histeris melihat hal itu.

"Ngga usah sok ganteng" cibir Herman

Angka melanjutkan kegiatannya itu "Kalo lo lupa, gue emang ganteng"

"Cihh, banyak gaya"

"Angka!"

Angka menghela napas lelah melihat pelaku yang memanggilnya. Apakah cewek itu tidak bosan mengerjarnya terus.

Intan tersenyum yang tidak ditanggapi ketiganya "Nihh, gue buatin bekal buat lo" katanya seraya menyodorkan kotak makan.

Angka hanya meliriknya "Gue udah makan"

"Lo bisa makan nanti pas istirahat" ucapnya lagi

"Nah karena Angka ngga mau, gimana kalo buat gue aja?" celetuk Herman

"Ngga!"

Intan kembali menatap Angka "Mau ya?"

Angka tidak menyahut, dia memilih melangkah menuju kelas diikuti Dirga.

"Mampus lo!" ucap Herman

Intan menginjak kaki Herman "Anj-Astaghfirulloh" ucapnya mencoba sabar

Intan menatap sengit Herman kemudian berlalu meninggalkannya yang menatapnya melotot. Dasar nenek sihir-batin Herman.

"Kenapa lo selalu nolak Intan?" tanya Dirga

"Karna ngga suka" sahutnya enteng

Dirga terkekeh "Itu bukan jawaban. Emang lo aja yang ngga mau suka sama dia iya kan?"

Angka tidak menjawab membuat Dirga melanjutkan ucapannya "Kenapa lo ngga suka? Padahal bisa dibilang dia itu sempurna. Cantik iya, body goals jelas, intinya hampir sempurna. Minus kelakuannya itu"

Angka jadi berpikir, ya juga sih. Kenapa dia tidak mau membuka hati untuk Intan?

"Cantik bukan standar perasaan seseorang"

Dirga berdecih "Ngga usah munafik. Sebaik-baiknya cowo dia pasti bakalan tetep mandang fisik cewe"

"Oke, yang terpenting itu emang hatinya. Tapi, pasti pertama kali yang dilihat dari cewe rupanya kan? Baru habis itu hati. Kita itu cowo, dan gue rasa lo ngga akan menyalahkan ucapan gue" ujar Dirga

Angka membenarkan ucapan Dirga dalam hati. Itu memang bener. Tapi dia juga ngga muluk-muluk cari yang sempurna kok.

"Terus kenapa lo lebih milih Yura dibanding Zaskia?" tanya Angka telak

Dirga terdiam mengingat kedua mantannya itu. Yura itu mantannya yang masih membekas dihatinya, dan Zaskia itu cewe yang mengejar-ngejar dirinya. Ya sebelas duabelas sama Intan lah.

"Bukannya Zaskia lebih cantik dari Yura?" sambungnya lagi

"Gue rasa lo tau jawabannya karna lo juga lagi ngerasain hal itu sekarang"

Jawaban Dirga bertepatan dengan bel masuk berbunyi nyaring. Angka terdiam, seperti merasapi ucapan Dirga.

Dia berlari kecil menyusul Dirga yang sudah berada di depannya. Sepertinya dia akan menanyakan maksud ucapan cowo itu.

"Lah, kenapa baru nyampe? Bukannya kalian ke kelas duluan?" tanya Herman heran

Dirga tidak menjawab dia memilih duduk di bangkunya kemudian membuka ponselnya. Herman mendengus tidak mendapat jawaban dari Dirga.

"Kenapa baru nyampe?" tanyanya pada Angka yang baru saja duduk

Angka hanya melirik dan memilih memainkan ponselnya.

Herman mengelus dada sabar. Ck, kedua orang memang ingin di mutilasi.

Angka memutar tubuhnya ke belakang menatap Dirga yang sibuk dengan ponselnya "Maksud ucapan lo tadi apa?"

"Cari pake rumus. Otak lo kan cerdas" sahutnya dengan tetap bermain ponsel.

Angka kembali menatap depan. Sebentar, sepertinya dia paham ucapan Dirga.

"Udah ketemu jawabannya" ucap Angka

Dirga tersenyum tipis "Bagus. Jangan kelamaan di diemin. Takutnya keburu diambil orang"

Herman menatap kedua orang itu bingung "Hello, ngga ada yang mau ngasih tau gue kalian bicara apa gitu?!"

"Berisik!" jawab keduanya

Herman menatap horor kedua orang itu. Huh, sepertinya dia harus ke dokter untuk memperpanjang ususnya supaya bisa menghadapi kedua orang ini.

HALLU PARA READERS KU
POLLOW IG : @ ellsntka_

Impossibility (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang