Keenam

31 6 0
                                    

Sesuai kesepakatan kemarin, hari ini Angka dan Cerri memulai latihannya. Cerri berdecak pelan, kemana tuh anak? Dia bahkan sudah datang dari lima belas menit yang lalu

"Kalo tau gini, mending gue ngantin dulu" gumamnya kesal

Angka memasuki ruang musik dengan santai. Tidak peduli pada wajah Cerri yang sudah menahan kesal

"Darimana aja sih?" tanyanya sinis

Angka mengambil gitarnya "Ada urusan" dia mulai memainkan gitarnya sehingga menimbulkan nada yang cukup merdu

"Mana puisi lo?"

"Hah?"

Angka berdecak pelan "Jangan bilang lo belum bikin?" Cerri menyengir membenarkan ucapan Angka. Dia kan kemarin pergi sampai malam setelah pulang dia langsung tidur. Mana sempet buat puisi

"Tapi tenang, gue bisa kok bikin puisi dadakan" ujarnya sombong

Angka bersidekap dada. Dia mengamati gadis di depannya ini. Sebenarnya dia tidak yakin akan kemampuan Cerri. Jelas saja, Cerri yang tingkahnya petakilan masa iya bisa baca puisi

"Ehmm" Cerri berdehem kecil untuk mengurangi kegugupannya. Dia menatap Angka dalam.

Aku tau, ragamu itu selalu menjadi rebutan orang sekitarku
Hadirmu selalu dinanti oleh mereka yang ingin merebut hatimu
Dan aku, tidak lebih dari sekian juta jiwa yang jatuh dalam pesonamu
Untuk kesekian kalinya aku sadar,
Dirimu tak mungkin tergapai olehku,
Rasaku ini, biarlah disimpan aku
Biarlah, rasaku dan asaku bermain dengan kehampaan ruang dan waktu
Yang aku harapkan, semoga kamu bahagia selalu

"Nah keren ngga tuh" ucapnya berbangga diri. Bahkan Angka sampai terdiam melihat dia membaca puisi. Oh, jangan bilang Angka terpeson padanya? Dia tertawa pelan merutuki pikirannya.

Angka terpaku. Setiap kata itu, sarat akan sesuatu. Dia sekarang mengerti, kenapa Cerri ditunjuk untuk membacakan puisi. Dia memang benar-benar berbakat. Angka bahkan tidak mampu mengalihkan pandangannya dari Cerri yang kini sedang berbangga diri

Angka kembali menyibukkan dirinya pada gitar miliknya

"Jadi, gue keren kan?" tanyanya dengan menaik turunkan alisnya. Angka berdecih, sombong sekali dia

"Lo ngga mau ngakuin kehebatan gue?"

Angka menatap Cerri sepenuhnya "Lo pikir cuma lo yang berbakat?" jawabnya menantang

"Oke. Kalo gitu mainin gitar lo"

Angka dengan senang hati menerima tantangan Cerri. Sebenarnya Cerri sudah tau permainan gitar Angka. Tapi, karena Angka ini terlalu songong. Jadi biar saja dia membuktikan sekali lagi

Angka mulai memetik gitarnya. Cerri kembali terpaku mendengar setiap nada yang keluar itu. Hatinya berdesir hebat. Angka memang paket komplit. Siapapun pasti beruntung bisa mendapatkan sosok sempurna ini

Mata Angka mengunci tatapan Cerri. Dia sangat suka melihat betapa jernihnya mata gadis itu. Bahkan, Angka tidak mengalihkan pandangannya setelah permainannya berhenti. Cerri butuh oksigen. Tatapan Angka benar-benar melumpuhkan sarafnya

"Kalian memang hebat"

Cerri dan Angka mengalihkan pandangannya menatap Bu Lastri yang sedang tepuk tangan heboh di pintu masuk

"Tidak salah saya dan pak Wahyu memilih kalian" ucapnya berbangga diri

Cerri tersenyum kecil mendengar pernyataan Bu Lastri. "Jadi, sudah sejauh mana kalian latihan?" tanyanya

Impossibility (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang