Meneladani Kalam ulama dan Hikmah di Balik Sosok Seorang Ulama Rabbani.
"Sungguh orang yg beriman dan beramal shalih , mereka itulah sebaik baik makhluk" (Qs. Al Bayyinah 7)
Mereka itu adalah para nabi dan rasul, para syuhada, para ulama rabbani, pa...
Kitab Tafsir: Tafsir Al-Munir, Warisan Karya Tafsir Syekh Wahbah Az-Zuhaili
🌼🌼🌼
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌼🌼🌼
Fakta kebergantungan teks dengan konteks dalam rangka mewujudkan pemahaman yang komprehensif mendorong adanya kerja kontekstualisasi pada teks keagamaan. Terkhusus dalam hal ini teks al-Qur’an dan hadis Nabi. Sebagai pondasi praktik keberagamaan umat Islam, al-Qur’an dan hadis telah mengalami kontekstualisasi berupa interpretasi-interpretasi yang melibatkan waktu dan lokasi umat islam tinggal sebagai pertimbangan penafsiran. Dalam hal ini ditandai dengan lahirnya berbagai karya tafsir sebagai upaya ulama mengkontekstualisasikan ajaran al-Qur’an.
Pada tulisan ini mari kita mengenal salah satu kekayaan khazanah tafsir al-Qur’an, yakni tafsir al-Munir karya Mustafa Wahbah al-Zuhaili.
Biografi Wahbah al-Zuhaili
Tafsir al-Munir ditulis oleh seseorang yang memiliki nama lengkap Wahbah bin Mustafa al-Zuhaili, beliau dilahirkan pada 6 Maret 1932 M/1351 H, bertempat di Dair ‘Atiyyah di kecamatan Faiha, Propinsi Damaskus, Syria. Dilahirkan dari seorang ayah bernama Mustafa al-Zuhaili dan Hajjah Fatimah binti Mustafa Sa’adah. Beliau lahir dari kedua orangtua yang antusias terhadap dunia Pendidikan.
Wahbah az-Zuhaili memulai pendidikannya pada madrasah ibtidaiyyah di kampungnya hingga sekolah forml, pada tingkat sarjana beliau memilih kuliah di Fakultas Syariah Universitas Damaskus. Fakultas Syariah menjadi tempatnya mengasah ketajaman pengetahuannya sampai beliau mendapatkan gelar sarjananya pada tahun 1952 M. Selain itu beliau juga mengambil fakultas Pendidikan Islam di Universitas Al-Azhar Kairo dan menyelesaikannya pada 1956 M. Tak puas sampai di sana, beliau melanjutkan tingkat magister dan doktoralnya di universitas yang sama dan berhasil meraih gelar doktor pada 1963 H.
Sepanjang hidupnya, beliau terus mengembara belajar ke berbagai guru yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman. Ilmu tafsir al-Qur’an, hadis dan fikih merupakan tiga pokok ilmu yang beliau seriusi dalam pengembarannya. Sehingga tak ayal beliau mampu menjadi pakar ketiga ilmu tersebut.
Wahbah al-Zuhaili merupakan seorang yang produktif dalam menghasilkan karya tulis. Dedikasinya pada ilmu keislaman tak diragukan lagi. Dengan semangat berkhidmat yang tinggi beliau telah melahirkan beberapa karya yang tersebar ke beberapa cabang ilmu keislaman.
Dalam bidang al-Qur’an dan tafsir beliau menulis at-tafsir al-munir fi al-syariah wa al-aqidah wa al-manhaj (16 jilid), kitab tafsir beliau yang tebal dan terkenal. Kemudian ada tafsir al-Wajiz berjumlah 3 jilid yang merupakan ringkasan dari tafsir al-Munir. Terakhir ada kitab tafsir al-Wasith berjumlah 3 jilid, tafsir ini merupakan kumpulan artikel ringan beliau di media massa selama 7 tahun (1992-1998) yang dikompilasikan menjadi satu.
Dalam bidang fikih beliau menulis al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (1997, 9 jilid), Ushul al-Fiqh al-Islami (2 jilid), al-Wasith fi Ushul al-Fiqh (1996), Fiqh al-Mawarits fi as-syari’ah al-islamiyyah.
Banyak ulama dunia yang mengakui kearifan dan ketokohan beliau. Mendiang guru kami, Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Yaqub, pakar hadis Indonesia yang kerap menimba ilmu dari syaikh Wahbah Zuhaili langsung, mengatakan bahwa Syaikh Wahbah Zuhaili meurpakan Imam Nawawi masa kini. Ungkapan tersebut salah satunya menimbang produktifitas yang dimiliki syaikh Wahbah Zuhaili dalam melahirkan karya ilmiah sama dengan yang dimiliki Imam Nawawi.
Pada hari Sabtu tanggal 08 Agustus 2015 Wahbah al-Zuhaili. Pada umur yang ke 83 beliau menutup mata kembali ke pangkuan ilahi dengan meninggalkan karya yang abadi dan bermanfaat untuk umat Islam.
Mengenal Tafsir al-Munir
Tafsir ini memiliki nama lengkap at-Tafsir al-Munir fi al-Aqidati wa al-Syariati wa a al-Manhaj. Penamaan tafsir al-Munir salah satunya diilhami dari azam syaikh Wahbah untuk menjadikan al-Qur’an sebagai kitab yang mampu menerangi umat, hal ini dibuktikan dari penamaan tafsir beliau al-Munir yang memiliki makna sang pemberi cahaya.
Tafsir dengan tebal 16 jilid ini dikerjakan oleh beliau selama 16 tahun (1975-1991), mencakup penjelasan atas seluruh ayat yang ada dalam al-Qur’an mulai al-Fatihah hingga al-Nas, dan dirunut dari awal hingga akhir. Kitab ini diterbitkan oleh Darul Fikri, Beirut, Lebanon, dan telah diterjemahkan ke bahasa Turki, Malaysia dan Indonesia (Gema Insani, 2013) 15 jilid.
Dalam mukadimah-nya beliau mengatakan :
“Tujuan utama dalam menyusun kitab tafsir ini adalah mempererat hubungan antara seorang muslim dengan al-Qur’an berdasarkan ikatan akademik yang kuat, karena al-Qur’an merupakan hukum dasar bagi kehidupan umat manusia secara umum dan umat Islam secara khusus. Oleh karena itu, saya tidak hanya menerangkan hukum-hukum fikih dalam berbagai permasalahan yang ada, dalam pengertiannya yang sempit dan dikenal di kalangan fuqaha, tetapi saya bermaksud menjelaskan hukum-hukum yang diistinbatkan dari ayat-ayat al-Qur’an dengan makna yang lebih luas, yang lebih dalam daripada sekedar pemahaman umum, yang meliputi akidah dan akhlak, manhaj dan prilaku, konstitusi umum, dan faedah-faedah yang diambil dari ayat-ayat al-Qur’an, baik yang eksplisit maupun yang implisit, baik dalam struktur sosial untuk setiap komunitas masyarakat maju dan berkembang maupun dalam kehidupan pribadi bagi setiap manusia.”
Terkait sistematika penyajiannya, Syaikh Wahbah dalam tafsirnya melakukan pengumpulan ayat-ayat sesuai tertib mushaf dan diberi tema yang mengakomodir pesan yang dikandung kelompok ayat tersebut. Setelah mencantumkan ayat al-Qur’an, beliau melanjutkannya dengan asbabun-nuzul, makna ayat secara kebahasaan, menampilkan ragam qiroat (bacaan) yang terkandung di dalamnya, gramatikal bahasa Arab, hingga fiqhul hayah yang merupakan poin-poin pesan yang terkandung dalam kelompok ayat tersebut, metode ini disebut juga metode tahlili.
Corak tafsir yang digunakan adalah corak sastra (adabi) dan sosial kemasyarakatan (ijtima’i) atau jika digabung menjadi adabi-ijtimai. Namun demikian, nuansa fiqih juga sangat terasa dalam kajian tafsir ini, hal ini mengingat ilmu fiqih merupakan satu ilmu yang ditekuninya.
Dengan tetap berpijak pada pendapat-pendapat mufassir klasik, Wahbah Zuhaili menyandarkan tiang penafsirannya pada karya-karya mufassir sebelumnya seperti Tafsir al-Kabir karya Fakhruddin Ar-Razi, tafsir al-Bahr al-Muhith karya Abu Hayyan, tafsir Ruhul Ma’ani karya Al-Alusi, tafsir Al-Kassyyaf karya Zamakhsyari, dan lain sebagainya.
Tafsir al-Munir adalah tafsir kontemporer yang padat dengan ilmu pengetahuan keislaman, mengkaji makna al-Qur’an melalui tafsir al-Munir memberikan alternatif positif untuk memahami Islam secara bijak dan arif.