Orderan

110 14 0
                                    

Berkali-kali HP Naina bergetar, ada banyak pesan yang masuk. Namun, gadis berlesung pipi itu tampaknya masih enggan meninggalkan ranjang, memilih mengabaikan sampai tiba-tiba handphone-nya berseru nyaring. Ada panggilan masuk.

"Shit! Siapa sih yang ganggu tidur indah gue!" serunya kemudian duduk meraih HP di nakas.

"Halo ...." terdengar suara putus-putus di seberang telepon.

"Halo, siapa ini?"

"Benarkah, ini layanan jasa 'Mercenary'?"

"Iya, benar."

Setelah bertanya banyak hal yang membuat Naina kesal, seseorang yang katanya tinggal di jl. Pahlawan meminta janji temu siang ini, mau tak mau Naina bangkit dan bersiap.

Acaranya untuk bermalas-malasan hari ini gagal sudah. Sekarang sudah pukul sepuluh, ia hanya punya waktu dua jam untuk bersiap dan berangkat. 'Untung klien, kalau  bukan udah aku tendang dari tadi.' batin Naina gondok.

Riasan tipis sudah menghiasi wajahnya yang cantik dan bersih, tinggal satu sentuhan lagi, yaitu liptint. Selesai. Setelah mematut diri beberapa kali di depan cermin, gadis rambut sepinggang itu siap berangkat.

Tak lupa handphone dan tas kecilnya. Seorang ojek online telah siap di depan rumah, setelah naik di belakang jok, motor pun segera melaju membelah jalanan.

Tepat di depan resto 'Asian's Food' mereka berhenti, usai membayar Naina meraih handphone mengabarkan bahwa ia sudah sampai. Kaki jenjangnya memasuki area resto bergaya inggris itu,  memilih salah satu tempat duduk VIP.

"Sudah di mana?" tanya Naina.

"Sebentar lagi sampai."

Tak berapa lama, seorang pria berbadan tegap dan tinggi menyapanya. Wajahnya terasa tidak asing.

"Naina ya?"

"Andre?" tanya Naina tampak ragu.

"Iya, ini aku." ucap Andre seraya duduk di depan Naina.

Naina diam mematung tak percaya, lelaki culun yang dulu di kenalnya saat masih berseragam putih abu-abu, kini tampak sangat modis dan bergaya. Ia terlihat tampan. Melihat Naina diam saja, Andre melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Naina.

"Hello? Naina? Kamu kenapa?"

"Eh, enggak."

Naina kikuk, tak menyangka ia merasa berdebar hanya dengan melihat iris hitam itu. Setelah menguasai dirinya, ia pun menanyakan hal yang mengganjal di hatinya sedari tadi.

"Jadi, kamu yang pesan jasa 'Mercenary'?"

"Iya," sahut Andre datar, ekspresinya tak  berubah.

"Untuk apa?" tanya Naina heran.

"Itu urusanku, jadi, kamu sendiri atau ada stok lain?" tanya Andre serius.

"Em, saat ini aku sendiri, yang lain sedang sibuk," jawab Naina gugup melihat Andre memperhatikannya.

"Berapa sebulan?" tanya Andre to the point.

"Sebelumnya, kamu harus tahu batas-batasnya," sahut Naina cepat.

"Aku sudah tahu, saat baca artikel kemarin. Tidak perlu dijelaskan ulang."

"Baiklah, satu bulan sepuluh juta."

"Oke, deal."

Naina menatap tak percaya pada sosok di depannya, begitu mudah ia mengatakn deal. Padahal sebelumnya ia harus berdebat dan bernegosiasi lama dengan pelanggan lainnya.

Siang itu, Andre mengantar Naina pulang. Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang menemani mereka, Naina merasakan degup jantungnya menggila. Bisa-bisanya di saat seperti ini, ia lebih memilih melihat jalanan dari kaca untuk menetralkan detak jantungnya.

"Sudah sampai."

"Ah, iya. Terimakasih sudah mengantar," ucap Naina salah tingkah.

"Ingat, nanti malam pukul delapan. Aku jemput."

"Siap," sahut Naina tersenyum kemudian memasuki rumah.

Ia merebahkan tubuhnya di kasur, 'Astaga, ya Tuhan. Kenapa aku begini?' batin Naina memegang dadanya. Ia berusaha menepis perasaan aneh itu, karena prinsipnya adalah ia tidak boleh jatuh cinta dengan pelanggannya.

Tak terasa hari sudah merangkak senja, sedangkan Naina belum bersiap sama sekali. Ia mulai mengacak almarinya, mencari gaun yang cocok untuk malam ini.

Setengah jam berkutat, dress berwarna biru muda menjadi pilihannya. Ia segera mandi dan bersiap, berdandan full make up.

Melihat sosoknya di cermin, mengingatkan ia saat masih remaja. Dulu, ia sama sekali tak memiliki satu pun skincare maupun make up. Tetapi kini, ia sudah hidup berkecukupan.

Dulu, keadaan orangtuanya yang miskin dan terhimpit ekonomi, mengharuskannya putus sekolah saat kelas dua SMA.

Meninggalkan masa-masa mudanya yang indah dan mengharuskan Naina bekerja apa saja. Hingga akhirnya ia berkenalan dengan seorang yang menawarinya pekerjaan mudah tapi memiliki keuntungan yang besar.

Pekerjaan yang ia tekuni hingga saat ini. Menjadi kekasih bayaran. Tugasnya hanya menemani, menghibur dan mendengarkan. Tidak termasuk urusan fisik maupun ranjang.

Namun, resiko tetap selalu ada. Meski sudah ada aturan main, terkadang pelanggannya juga ada yang nakal. Walau begitu, Naina bersyukur masih bisa menjaga kesuciannya hingga kini.

Andre. Lelaki ini sungguh mengusik hati Naina, ia yang selama ini selalu profesional, tampak kikuk hanya dengan mengingat wajah pria itu.

Bak seorang gadis remaja yang dimabuk asmara, Naina merasa seolah jatuh cinta pada pandangan pertama.

.

Pukul delapan tepat, Andre datang dengan mengendarai mobilnya yang mewah. Entah pekerjaan apa yang ia tekuni saat ini, sungguh tampak sukses dan mapan.

Andre turun dari mobil, membukakan pintu untuk Naina dan tersenyum sekilas. Bak putri dalam kerajaan dongeng, untuk pertama kalinya hati gadis itu tersentuh oleh perlakuan lembutnya.

"Kamu sangat cantik," gumam Andre.

Tetapi masih jelas tertangkap oleh pendengaran Naina, membuat gadis dua puluh dua tahun itu tersipu malu.

Mobil melaju membelah jalanan kota, malam ini lebih lengang dari biasanya. Mungkin karena gerimis yang tiba-tiba turun semenjak sore ini. Membuat orang lebih memilih bermalas-malasan di rumah.

Naina memeluk kedua lengannya. Dingin mulai menyergap. Ia merutuki kebodohannya memilih gaun lengan pendek itu. Sekarang sendirinya kesusahan.

Andre memakaikan jasnya tanpa diminta, ia mengerti kegelisahan gadis itu. Naina tersenyum kecut, antara malu dan juga senang.

Tak lama, mobil memasuki area perumahan elit. Di depan sebuah rumah megah bercat putih, mobil itu berhenti. Mengukir raut tak mengerti di wajah Naina.

'Bukannya Andre bilang ada urusan penting ya? Di rumah ini?' Batin Naina memiliki firasat buruk.

Andre segera membuka pintu mobil dan menggandeng tangan Naina melangkah masuk, tangannya hangat, membuat gadis itu sedikit terkejut, tapi sedetik kemudian kembali tenang.

"Ini rumah siapa, Ndre?"

Akhirnya pertanyaan itu terlontar juga dari bibir mungil itu, rasa penasaran kian memenuhi pikiran Naina kala Andre mendadak berhenti dan terdiam, menatap Naina lekat.

Sorot matanya menggambarkan keraguan, entah apa yang mengganggu pikirannya. Naina masih menunggu jawaban Andre, hingga sebuah suara menginterupsi keduanya.

"Andre? Siapa Dia?"

Riau, 29 April 2020

Kekasih Bayaran (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang