Bab 2

55 9 0
                                    

"Andre? Siapa dia?"

Ayesha melangkah keluar dengan raut tak suka, tiba-tiba ia menggelayut manja di lengan Andre yang segera ditepis lelaki itu.

"Jaga sikapmu, Ayesha."

Ayesha tampak geram. Sedangkan Naina terlihat kaget uuntk sesaat, tetapi segera menyadari apa yang terjadi. Kini, ia mengerti kenapa diajak kemari.

"Sayang, dingin nih, katanya mau masuk?" tanya Naina serak-serak manja, seolah menganggap Ayesha angin lalu.

Ayesha semakin panas dibuatnya, wajahnya berubah merah. Tanganya mengepal.

"Apa maksudnya ini, Ndre!" hardiknya kesal. Hilang sudah gaya elegan wanita itu.

"Dia pacarku, kamu sudah mengerti sekarang kan. Tolong jangan ganggu kami," jawab Andre tegas.

Andre tersenyum hangat pada Naina, seolah bukan sandiwara, menggandeng tangan gadis berlesung pipi itu memasuki ruangan yang sudah di desain sedemikian rupa.

Baru mencapai pintu, tiba-tiba Ayesha menarik rambut Naina dari belakang, mencengkram dengan kuat, membuat gadis itu mengaduh kesakitan.

"Rasain! Dasar jalang!" hardik Ayesha.

Andre terkejut mendapati Ayesha mengamuk, ia berusaha melepas cengkraman di rambut Naina. Namun, seolah kesurupan, pegangan itu sangatlah kuat. Membuat pria muda itu kewalahan melerai keduanya.

"Security!" teriak Andre pada akhirnya.

Dua lelaki berbadan tegap segera mencekal Ayesha, menarik gadis itu menjauh dan akhirnya cengkraman itu terlepas. Naina sampai meneteskan air mata karena menahan sakitnya.

Rasanya kulit kepala seakan mau lepas dari tempatnya, Naina sudah terbiasa mendapat perlakuan seperti ini, dijambak, dicakar, digigit, bahkan ditonjok pun pernah. Resiko yang harus ia hadapi.

"Sakit sekali ya?" tanya Andre hati-hati.

Lelaki itu tampak cemas, ia menuntun Naina ke ruang medis keluarga Kurniawan. Kedua orangtua Andre. Mendudukkan gadis itu di sofa kecil, lekas mengambil kotak P3K.

Selain menjambak, ternyata Ayesha sempat mecakar lengan Naina. Membuat kulit putihnya meneteskan sedikit darah.

Gadis itu menahan perih saat Andre membersihkan lukanya, dengan telaten diobati dan diperbannya dengan hati-hati dan lembut.

Naina memandang wajah Andre yang tengah serius, bahkan dalam keadaan seperti ini pun pria ini tampak eksotis dan tampan. Pantas saja gadis bernama Ayesha itu tergila-gila padanya.

"Sudah selesai," ucap Andre menyadarkan Naina dari lamunan.

"Makasih."

"Kamu gak papa kan? Masih bisa lanjut?"

"Gak papa kok, udah biasa kayak gini," sahut Naina tersenyum, tapi tak bisa membohongi mata elang Andre. Lelaki itu tahu, bahwa gadis di depannya sudah tak mood lagi.

"Ayo, aku antar pulang."

"Kok pulang sih? Kita kan baru dateng?" tanya Naina heran.

"Gak masalah," sahutnya seraya menarik Naina menuju parkiran.

"Tapi gimana sama ulang tahun adikmu? Kamu gak ucapin selamat?"

"Bawel ya!" seru Andre mencubit hidung Naina.

Gadis itu langsung terdiam. Malu. Naina baru sadar, ternyata ia sebaper ini. Mungkin karena Andre adalah sosok dari masa lalunya, membuatnya lebih sensitif.

Ia menurut saja saat Andre menuntunnya masuk ke dalam mobil, sedetik kemudian mobil sudah melesat membelah jalanan. Tetapi ada yang janggal, Naina segera menyadari dan bertanya.

"Ndre, kamu gak lupa jalan kan? Ini bukan arah rumahku!"

"Nanti juga tahu."

Naina semakin penasaran dibuatnya, kemana sebenarnya lelaki ini akan membawanya pergi? Malas berpikir terlalu banyak, gadis itu pun terhanyut dalam keindahan malam, suasana lampu kota yang tampak mengecil dan warna-warni.

"Indah," ucap Naina tanpa sadar.

"Memang indah," sahut Andre membuat Naina terkejut dan menatap manik hitam itu.

Tak berapa lama mobil berhenti, Andre membukakan pintu dan menuntun Naina keluar dan duduk disebuah bangku.

"Wow! Amazing!"

Naina tampak mengerjap tak percaya, "Ini di puncak!' batinnya sumringah. Sudah lama gadis itu ingin kesini, tapi tak menyangka justru momen bersama Andre yang membawanya kemari.

Andre duduk di sebelah Naina, ia memandangi wajah takjub sang empunya. Syukur ia membawa gadis itu kemari.

Kunang-kunang mulai bermunculan, beberapanya hinggap di lengan Naina, gadis itu tersenyum, untuk pertama kalinya Andre melihat dengan jelas.

Senyum Naina tanpa sandiwara, tulus dan hangat. Membuat kunang-kunang itu betah hinggap di sana.

"Sudah berapa lama kamu kerja seperti ini?" tanya Andre memecah keheningan.

Naina terdiam, tampak berpikir untuk sesaat. Kemudian menatap wajah Andre lekat.

"Tiga tahun."

"Cukup lama ya, kamu gak lelah?"

"Hahaha."

Gadis itu tertawa miris, jika ia ditanya lelah atau tidak. Tentu saja ia lelah! Tetapi Naina tahu, tidak ada tempat baginya untuk bersandar.

Semenjak kedua orangtuanya meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Membuat gadis berumur delapan belas tahun saat itu sebatang kara.

Andre tak melanjutkan bertanya, sejujurnya ia telah mencari gadis itu sejak lama. Semenjak Naina berhenti sekolah tanpa alasan yang jelas.

Ia terus mencari, hingga sebuah artikel di internet menghebohkan namanya, jasa yang paling trend saat ini. Hanya dunia bawah yang tahu.

Andre tak menyangka Naina sedemikian putus asa, padahal dulu ia gadis yang ceria, rajin dan selali tersenyum ramah. Kini semuanya tampak berbeda.

Keduanya hanyut dalam pikiran masing-masing hingga angin malam mulai berembus menusuk kulit. Naina baru sadar sudah menginjak tengah malam.

"Ayo sekarang pulang!" seru Naina bangkit.

"Ayo, aku antar."

Sepanjang jalan hanyalah hening, rasa canggung menyelimuti. Naina sedikit kecewa dengan dirinya sendiri, semenjak bertemu Andre ia merasa menjadi manja dan tak tahan untuk tidak berkeluh kesah pada pria itu.

Ia kesal, sebab gagal menutupi suasana hatinya di depan pria jangkung itu. Seolah semua terbaca jelas oleh mata elang Andre.

.

Mobil berhenti, Naina turun begitu juga Andre.
Mereka saling menatap dan kikuk.

"Besok ada kerjaan lagi jam berapa?" tanya Naina memecah kecanggungan.

"Nanti aku chat, kamu ... istirahatlah, mimpi indah ya!" seru Andre konyol.

Naina tersenyum tipis, Andre tampak lucu dengan sikapnya. Usai berpamitan, mobil pria itu segera melaju dan menghilang di belokkan jalan.

Naina mencari kunci rumahnya, tapi tak kunjung ketemu. Ia pun membongkar isi tasnya.

"Naina? Kamu ngapain?"

Suara bariton yang cukup familiar menyapa pendengaran gadis itu, tubuhnya sedikit menegang menyadari langkah itu semakin dekat.

"Jangan mendekat!" hardik Naina seraya berbalik.

Lelaki itu mematung di tempat, menatap Naina lekat. Sorot matanya memancarkan kesedihan. Sebegitu bencikah gadis itu terhadapnya?

Riau, 30 April 2020

Kekasih Bayaran (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang