"loh shibgha? Ada apa dia dengan istriku?" betapa tidak terkejutnya ketika wajah shibgha yang muncul di layar telponnya. Sepertinya ponselnya sudah terhubung dengan wifi hotel makanya bisa ditelfon. aku tak berani mengangkat, malah pikiranku berjalan cepat tak berarah apa sebab ini dia masih belum terbuka denganku, sampai menyalamikupun dia tak sudi?
Sakit sekali rasanya ketika tau rasa yang penuh pahala ini hanya bertepuk sebelah tangan, sampai badan ini tak kuat menopang badanku sendiri. Aku langsung menjatuhkan badanku di kasurku. "aku juga korban disini. Aku korban mimpinya. Setidaknya dia menganggapku ada, setidaknya dia berusaha menghadirkan aku di hatinya, ini malah menghadirkan nama lain" ucapku lirih menahan emosi. "jika engkau marah dalam keadaan duduk maka berdirilah tiba-tiba terbesit hadits itu di benaku. Astaghfirullah, aku harus merubah posisiku agar emosi tak menguasaiku. Segera aku berdiri. Tring tring tring. Ponselku berbunyi. shibgha? Kenapa sekarang aku yang ia telpon?. Belum sempurna selesai amarahku malah dia menghubungiku.
Kutarik napas dalam-dalam untuk meredam amarahku lalu kuangkat telponnya "assalamu alaikum mas, niki kulo shibgha ngapunten ganggu" ucapnya diseberang sana sesopan mungkin. "waalaikum salam. Ada apa telpon malam-malam?" jawabku setenang mungkin. "tadi saya sudah telpon feyl berkali-kali tapi tidak diangkat" belum selesai dia menjelaskan sudah kupotong "kecapean karena perjalanan jauh sepertinya makanya ga bangun malah saya yang bangun" dengan nada sedikit sinis "ngapunten mas. Saya kakaknya feyl" sontak membuatku membulatkan mata sempurna apa? "Kamu kakaknya feyl?" tanyaku memastikan "injih mas. Nah hari ini dia ulangtahun ke 18 makanya saya telpon dia malam-malam, saget minta tolong bangunkan mas?" pintanya sopan. Aku masih tertegun dengan penjelesannya. Masih belum bisa mencerna hubungannya dengan feyl ditambah perihal hari ini adalah ulangtahunnya ke 18. Tunggu, dia masih 18 tahun? "mas?" suara shibgha membuyarkan lamunanku "oh ya maaf. Iya saya bangunkan. Ning feyl! ning! Niki ditelpon masnya" tak kunjung ada respon sampai akhirnya aku sedikit menggoncangkan badannya. "mas siapa? Saya ga punya mas" jawabnya setengah sadar. "apaan ini? Tadi dia bilang kakaknya" batinku tambah bergemuruh "ini cak shibgha dek!" seru shibgha dari telpon yang kuloadspeaker. "walah bilang dong kalau cacak" katanya setengah mengigau "cak shibgha?" teriaknya setelah sadar sepenuhnya "sanah hilwah adekku sayang!" wajahnya sangat sumringah, baru pertama kalinya dia tersenyum sebahagia ini. "kita ganti panggilan video saja ya cak" ucapnya sambil memberikan ekspresi meminta izin kepadaku yang kubalas dengan anggukan.
Selama dia ber video call ria dengan sang cacak, aku pun bersenang ria dengan pikiranku sendiri. pantas saja dia bilang tidak punya mas lawong panggilnya cacak astaghfirullah aku sudah susudzan pada istriku sendiri. Lain kali aku harus bertabyyun dulu sebelum memutuskan sesuatu.
Setelah puas, ning feyl mengembalikan kembali ponselku "matur nuwun gus. Ngapunten ngerepoti" jawabnya sambil tersenyum yang masih tersisa karena terlalu senangnya bervideo call tadi. "maaf ya, saya tidak tau kalau njenengan ulang tahun hari ini" ucapku memelas "saya hanya dikasih tau ummi nama njenengan saja, jadi nggak tau njenengan umur berapa, berapa bersaudara, saya baru tau tadi kalau saudaranya shibgha" lanjutku memberi penjelasan. "injih boten nopo-nopo gus. Saya juga tidak tau profil njenengan, hanya tau namanya saja" katanya cengengesan.
"sanah hilwah ning. Maaf ga jadi yang pertama. ulang tahun keberapa ning tahun ini?" dasar pelupa. "hehe injih matur nuwun gus, kersane diucapin saja sudah seneng banget saya. Ulangtahun ke 18 gus" yang kujawab dengan anggukan. "sekarang waktunya saya memberi tau profil saya. 3 bulan lagi di tanggal yang sama saya akan ber ulang tahun ke 24. Saya lima bersaudara, saya anak terakhir dan cowok satu-satunya" ucapku penuh wibawa. "injih gus akan saya inget tanggalnya. Kalau saya 4 bersaudara, anak ketiga dan bukan satu-satunya cewek" jawabnya serius yang dilanjutkan tawa kami berdua. Ini adalah percakapan pertama kami yang sangat panjang.
***
Kami sudah sampai di universitas untuk melakukan daftar ulang. Sekarang sudah sampai ke tahap validasi data setelah melewati banyak tahap yang merepotkan. Aku sedikit tertampar ketika ning feyl mencontreng kolom زوج. Aku harus sadar bahwa aku menikahinya hanya untuk menjaganya berkuliah disini, tapi tidak bisakah dia menempatkanku sedikit saja di ruang hatinya?
Tidak ada pembicaraan lagi sampai suara adzan dzuhur terdengar "gus, njenengan bade shalat ten pundi?" tanyanya padaku. "memangnya ada apa?" aku malah balik bertanya, sepertinya efek mood tadi. "ya gapapa, Cuma nanti saya mau ikut" jawabnya sambil tersenyum kikuk. "loh sudah suci?" tanyaku kaget "injih sampun tadi pagi sebelum berangkat daftar ulang" jawabnya malu-malu. "walah ayo ke masjid kampus saja, masih belum rampung kan proses daftar ulangnya?" lalu kami berjalan berdampingan menuju masjid.
***
Aku sedikit menarik bibirku kesamping ketika mencentang kolom زوج pada tabel mahram. Sepertinya aku sudah mulai menerima kenyataan bahwa aku sudah tidak berstatus single lagi. Memang aku meikahinya untuk mewujudkan mimpiku berziarah ke makam Rasul-Nya dan berkuliah disini, tapi setidaknya aku harus berusaha sedikit demi sedikit memberikannya ruang di hati ini, semoga gus felix bisa bersabar menantinya.
Proses daftar ulang rampung saat jam menunjukkan satu jam lagi akan masuk waktu shalat ashar "sebagai kado ulangtahun dari saya, njenengan mau apa ning?" tanyanya sambil tersenyum hehe "mboten usah repot-repot gus" tolakku halus "loh serus ini mau apa? Ga usah malu-malu!" ucapnya sedikit memaaksa "ngapunten gus, pripun menawi ziarah ten Rasulullah kale ten masjid Nabawi?" tawarku "ya sudah ayo berangkat!" jawabnya bersemangat, lalu kamipun menaiki taksi menuju kesana.
***
Aku menitikkan sedikit banyak air mata haru ketika sampai di masjid nabawi "loh kenapa ning? Ada yang sakit?" tanyanya khawatir "mboten gus, mboten wonteng sing gerah, saya hanya terharu" jawabku sambil mengusap air mata "terharu kenapa?" tanyanya lagi bingung "terharu tidak menyangka bisa benar-bena bisa berziarah ke makam Rasulnya di ulangtahun saya ke 18 dan bahkan saya kesini bukan bersama abah, ummi dan saudara-saudara yang lain melainkan dengan suami saya" jawabku berbinar-binar "terima kasih gus telah masuk ke dalam hidup saya untuk mewujudkan salah satu mimpi saya mengobati rindu yang ta terkira ini pada Rasul-Nya" lanjutku lagi sembari mengambil tangannya untuk menyalaminya.
***
Ning feyl sudah masuk ke masjid terlebih dahulu, aku masih membayar ongkos taksi. Betapa terkejutnya aku ketika menemuinya dalam keadaan sedikit menangis "loh kenapa ning? Ada yang sakit?" tanyaku khawatir "mboten gus, mboten wonteng sing gerah, saya hanya terharu" jawabnya sambil mengusap air mata "terharu kenapa?" tanyaku lagi bingung "terharu tidak menyangka bisa benar-bena bisa berziarah ke makam Rasulnya di ulangtahun saya ke 18 dan bahkan saya kesini bukan bersama abah, ummi dan saudara-saudara yang lain melainkan dengan suami saya" jawabnya berbinar-binar "terima kasih gus telah masuk ke dalam hidup saya untuk mewujudkan salah satu mimpi saya mengobati rindu yang tak terkira ini pada Rasul-Nya" lanjutnya lagi sembari mengambil tangannya untuk menyalaminya.
Setelah sadar dari keterjutanku, aku langsung menaruh tangan kiriku di atas ubun-ubunnya mendoakannya dan juga keturunan kami kelakاللهم إنى أسئلك خيرها وخير ما جبلت عليه، وأعوذبك من شر" ما جبلت عليه (allahumma inni asaluka khairaha wa khaira maa jabaltaha alaihi, wa a'udzu bika min syarri ma jabalta alaihi)" lalu kucium keningnya lama. Cinta ini bermula disini, di tempat penuh cinta dan barakah Rasul-Nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahram
Spiritualkuliah di Madinah mengharuskan ning feyl untuk memiliki mahram yang menjaga, tapi ia tak memiliki sanak saudara disana. haruskah ia memilih menikah untuk mengejar mimpinya atau justru sebaliknya?