chapter 18

2.4K 81 37
                                    


Jarak anatara sidang dan wisuda gus felix selaa 3 bulan. Dan selama itu juga ia pergunakan untuk pengabdian di salah satu ma'had di mekkah. Selama itu juga aku tidak ia kunjungi di akhir bulan seperti biasanya, kali terakhir aku bertemu dengannya adalah ketika aku kembali dari Indonesia beberapa waktu silam.

Sekarang sduah masuk bulan ketiga, itu artinya sebulan lagi penantianku berujung. LDR kali ini benar-benar berat, sungguh. Kami tak bisa contact sama sekali karena peraturan ma'had dilarang membawa elektronik sama sekali ke dalam asrama. Hanya doalah yang menghubungkan kami.

Mbak feyl, seminggu lagi kami sekeluarga hendak umrah. Bisa menemui kami di masjid nabawi?

Tak ada angin tak ada hujan, di siang bolong aku mendapat direct massege dari gus fakkar. Bukannya tidak senang dengan kunjungan beliau semua, tapi aku tak berani untuk keluar asrama karena belum meminta izin dengan gus felix. Akhirnya hanya sebatas aku baca pesan itu, tidak aku balas, tidak mengiyakan tapi juga tidak menolak, menggantungnya saja.

Setelah berpikir selama dua hari, aku membalas pesan itu.

Injih gus, kulo rantos teng masjid nabawi nggeh. Mangke hubungi kulo menawi sampun teng masjid. (saya tunggu di masjid nabawi ya. Nanti hubungi saya kalau sudah di masjid).

Aku mengiyakan, hanya bermodal dzan ridha dari gus felix. Tak mungkin kan gus felix melarangku menemui guruku? Lagian jarak asrama-masjid dekat kok, yanga penting aku tidak berbuat aneh-aneh kan? Ya sudah aku iyakan saja.

***

Di hari yang telah ditentukan, au sudah stand by di masjid sejak waktu dhuha, hitung-hitung iktikaf, sudah lama aku tidak iktikaf disini seemenjak gus felix pengabdian. Setelah jamaah dhuhur dan mengaji sebentar, drrt drrt. Panggilan video dari gus fakkar lewat instagr*m. Kaget bukan kepalang "kenapa harus panggilan video coba?" akhirnya aku angkat dengan kamera belakang.

"assalamu alaikum, mba feyl dimana? Ini kami sudah ada di serambi masjid sebelah timur" ucapnya di seberang sana. "injih gus, kulo meriku nggeh (saya kesana ya)" jawabku sambil membenarkan anak rambut yang keluarr dari kerudung, biasanya gus felix yang melakukan ini, sekarang aku melakukannya sendiri.

Aku langsung sungkem seluruh keluarga ndalem yang turut ibadah umrah. "resto dekat sini yang enak dimana feyl? Ayo makan siang dulu" ajak pak yai. Lalu kuantar beliau sekeluarga ke sebuah resto laris yang bukan hanya menjual daging sapi, kambing dan unta, tapi ia juga menjual ayam dan aneka salad, untuk berjaga-jaga agar kejadian pingsan di resto tidak terulang lagi, tak lucu pingsan keadaan seperti ini.

Umrah beliau kali ini lama sekali. Di madinah saja seminggu, di mekkah dua minggu, lalu minggu keempat tour ke mesir dan turki. Wow berapa tuh ongkosnya ya?. Selama seminggu di madinah, bunyai selalu mengunjungi aku ke asrama bersama keluarga yang lain.

Di hari terakhir beliau di madinah beliau mendatangiku bersama gus fakkar. Biasanya bersama ning yang lain, kenapa hari ini gus fakkar? Entahlah aku juga tak paham. "sebenarnya nduk, ziarah Rasul kali ini sekalian ta'aruf" ucap beliau. "injih bunyai" jawabku merespon ucapan beliau. "kok injih? Kamu mau ta'aruf sama fakkar?" tanya bunyai heran. Loh, sebenarnya yang mau ta'aruf siapa sih? Aku tambah tak mengerti.

"niku bu.." belum selesai aku menjelaskan sudah terpotong "gak usah takut putus kuliah, kita nungguin kamu sampai lulus kok, tenang saja" ucap bunyai sambil mengelus punggungku. Bagaiman cara jelaskan kalau aku usdha menikah? Aku bingung mengutarakannya. "wes, ibu sudah ditunggu rombongan mau ke mekkah. Ta'arufnya hanya lewat direct massege saja ya! Gak boleh nomor telpon, masih lama banget" titah beliau ketika aku masih kalut dengan pikiranku untuk mengutarakan statusku. Sudahlah aku pasrah.

***

Waktu berjalan sangat lama. Pucuk dicinta, ulampun tiba. Akhirnya sabarku bertepi. Sekarang aku berada di bandara menunggu kedatagan abi dan umi untuk menghadiri wisuda gus felix. Kita tidak menggunakan jasa taksi seperti biasanya, kali ini gus felix menyewa mobil untuk sepekan kedepan. Selama di perjalanan tadi, gus felix tak pernah lepas menggenggam tanganku sambil menyetir, katanya rindu sekali.

Aku langsung menyalami beliau berdua dan menuntun abi yang sepuh, gus felix membawakan koper. Abi sangat sumringah melihat penyambutan kami "aku seneng ndellok kalian akur (aku senang liat kaliat akur)" ucap beliau sambil mengelus telapak tanagnku yang menuntunnya.

Abi duduk di depan bersama gus felix, aku di belakang bersama umi, dan mobil kami melesat ke mekkah. Kami tidak memesan hotel karena rumah beasiswa gus felix sudah lebih dari cukup.

Kami sampai di mekkah di penghujung hari dan langsung bersiap-siap untuk shalat maghrib. Gus felix yang menjadi imam. Katanya abi ingin tau rasanya menjadi makmum gus felix. Setelah shalat, abi kerso menyimak quran gus felix, tapi sambil rebahan di kamar, beliau lelah sekali. Sedang aku tetap di mushalla disimak umi.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MahramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang