gus felix menggandengku ke salah satu restoran daging, dengan tangan kiri yang mebawa barang belanjaan tadi. "tidak tidak, jangan daging, sungguh aku tak suka daging!" teriakku dalam hati. ingin kuungkapkan tapi taksampai hati melihat betapa antusiasnya gus felix.
Aku hanya menanggapi terserah ketika gus felix menayaiku hendak makan apa. Aku benar-benar ingin muntah melihat daging disajikan di setiap meja. Aku berusaha tidak mencium aromanya sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi.
Pesanan kami datang. Gus felix memimpin doa, aku mengamini pelan. Aku masih belum menyentuh makananku. "kok mboten dahar ning?" tanyanya heran. Aku hanya meresponnya gelengan dengan senyuman berusaha baik-baik saja. "mau coba punya saya?" tanyanya sambil menyodorkanku sesuap. Aku membelak. Jangan!.
Aku pingsan ketika garpu gus felix yang menusuk daging sampai di ujung bibirku yang tertutup. Aku masih sempat mendengar suara gus felix memanggilku dengan nada panik. Setelah itu akupun tak mendengar apapun.
***
"dimana ini?" tanyaku ketika membuka mata bukan di asrama. "alhamdulillah ning sudah sadar?" bukannya mendapat jawaban malah mendapat kecupan gus felix di kening lama. "saya panik sekali njenengan tiba-tiba pingsan di resto tadi. Makannya terlalu telat ya?" ucapnya khawatir.
Aku ingat. tadi aku ke resto daging. Ini dia masalahnya. "sanes telat makan gus. Kulo mboten seneng daging. Ningali daging mentah atupun sudah diolah pasti nangis. Apalagi kalau tercium baunya langsung muntah. Semalam saya nahan nangis dan mual, makanya pingsan" balasku tersenyum menenangkan. "kenapa gak bilang kalau gak suka daging, kan gak mungkin saya ajak kesana" jawabnya menyesal. "saya gak sampe hati ningali njenengan antusias sekali" ucapku.
Dokter datang dan meberikan vitamin, aku diperblehkan pulang setelah meminumnya. Gus felix memapahku ke dalam taksi. "mau makan apa langsung ke hotel?" tanya gus felix. "langsung ke hotel mawon pun gus, nanti order saja makannya" jawabku lemas karena kelaparan.
Sesampainya di hotel "memesan doble bed lagikah?" tanyaku dalam hati. pelayan mengantar kami ke kamar. Aku tenang-tenang saja karena aku akan tidur terpisah dengan gus felix.
Ya ampun cobaan apa lagi ini?, gus felix memesan kamar yang hanya berisi satu kasur. King size sih, tapi,, ah entahlah. "mau order apa ning?" tawarnya. "pizza hut ada nggak di sekitar sini?" tanyaku. "ada nih. Mau pesen apa?" jawabnya. "temani makan ya gus!" pintaku. "iya pasti. Mau apa nih?" tanyanya lagi. "pizza meat lovers chicken extra moza" ucapku sambil menyengir. "jumbo nggeh, kan dahar berdua" ucapnya yang kuresppon dengan anggukan.
Makanan datang. Huu rasanya lapar sekali. Aku segera mebuka kotak makanannya padahal gus felix masih membayar si kurir, dasar tak sabarannya aku. Gus felix menyusulku duduk di sofa sebelahku. "meskipun laper jangan lupa doa ning!" tegurnya melihat betapa bersemangatnya aku untuk makan.
Tidak ada pembicaraan lagi diantara kami hingga pizza habis. Aku meminta izin ke kamar mandi terlebih dahulu untuk membersihkan diri. Terlalu lama menikmati harumnya sabun di bathup membuatku lupa dunia, gubrak. "ning?" ucap gus felix sedikit berteriak. "aaaaaa!!! Gus felix ngapain dobrak pintu kamar mandi?" teriakku panik sambil berlindung dibawah busa-busa. "maaf ning saya panik takut njenengan pingsan lagi. Njengan lama sekali di dalam, saya gedor-gedor pintu gak ada respon" ucapanya bersalah. Konyolnya aku hingga tak mendengar suara gedoran pintu. "hehe iya saya terlalu asik main busa. Bisa njenengan keluar sekarang?" jawabku tersenyum dengan nada sedikit memaksa.
***
Ning feyl lama sekali di kamar mandi, apa saja yang ia lakukan di dalam? ning? Tasek dangu nopo? tanyaku sambil mengetuk pintu pelan, tapi tak ada respon. Mungkin saja masih berwudlu. Beberapa menit kemudian kugedor sedikit keras. Masih juga tak ada respon. Kugedor lebih keras dan memanggilnya sedikit berteriak, tapi tak kunjung ada respon. Aku mulai panik. Yang terpikirkan olehku sekarang hanya mendobrak. Ya aku harus mendobrak pintu ini, bisa saja ning feyl pingsan lagi di dalam.
"ning?" ucapku sedikit berteriak. "aaaaaa!!! Gus felix ngapain dobrak pintu kamar mandi?" teriaknya panik sambil berlindung dibawah busa-busa. Ada yang bergetar di salah satu bagian tubuhku. Bagaimana tidak aku dapat melihat leher polosnya dengan sangat jelas. Rasanya aku ingin langsung ikut bergabung dengannya di bathup. Tapi berusaha kutahan. "ini bukan keadaan yang tepat felix!" tegurku pada diri sendiri. "maaf ning saya panik takut njenengan pingsan lagi. Njengan lama sekali di dalam, saya gedor-gedor pintu gak ada respon" ucapaku bersalah. "hehe iya saya terlalu asik main busa. Bisa njenengan keluar sekarang?" jawabnya tersenyum dengan nada sedikit memaksa. Tuhkan, dia belum siap.
Dengan berat hati aku berjalan keluar kamar mandi. Aku mengambil mushafku dan memurajaahku untuk menetralisir rasa ini lagi. Inilah obat penenangku, alquran asy syifa. Ceklek. Pintu kamar mandi terbuka menampilakn wajah cantik ning feyl yang fresh selepas mandi. Berganti aku yang memasuki kamar mandi untuk meberishkan diri.
Malam telah larut. Aku mendpati istriku memoles lotion yang tadi dia beli di supermarket. Betisnya sangat mulus, putih dan, menggoda. Astaghfirulah sadar felix!. Aku segera duduk di salah satu tepi ranjang. Ning feyl beranjak dari ranjang dan pergi ke depan cermin. Harum lotionnya menguar. Dia memasang lipbalm barunya di depan cermin. "gus aroma stroberinya tercium nggak?" tanyanya bersemangat sambil menjulurkan lengannya ke hidungku. Deg. Ada yang bergetar di satu titik. Aku menoleh ke arah bibirnya yang lembab efek lipbalm tadi.
Aku mencium tangannya "harum ning" jawabku sambil tersenyum. "aku suka sekali aroma stroberi" ucapnya merasa bangga. "saya sepertinya akan suka juga mulai malam ini" ucapku sudah tak tahan dan mencium bibirnya sekilas. Dia terbelak. Jangankan dia, aku saja kaget dengan perlakuanku yang tiba-tiba ini. "maaf ning kelepasan. Jangan berhias seharum ini ya selain untuk saya" ucapku sedikit memerintah.
"sudah larut, ayo istirahat!" ajakku. Ia mengangguk dan berbaring disebelahku. Cup. Dia mencium pipiku lalu berbaring dan memejamkan matanya paksa lalu tidur membelakangiku. "bukankah sudah tau hukum tidur memunggungi suami?" ucapku sedikit menyindir. Dia mengalah dan membalikkan badannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahram
Spiritualkuliah di Madinah mengharuskan ning feyl untuk memiliki mahram yang menjaga, tapi ia tak memiliki sanak saudara disana. haruskah ia memilih menikah untuk mengejar mimpinya atau justru sebaliknya?