O9. Izin

102 56 24
                                    

*komennya yang banyak yupsss!!

Pagi-pagi sekali, Mahesa sudah rapih dengan celana training, hoodie, dan sepatu olahraganya. Ini merupakan sebuah fenomena terlangka yang dialami Mahesa. Pasalnya, hampir setiap hari Mahesa bangun siang. Kali ini ia bangun pagi demi bertemu gadis yang membuatnya nyaman. Kalea. Gadis cantik teman adik kesayangannya itu membuat Mahesa ingin mengenalnya lebih lanjut.
Mahesa berniat untuk mengabari Kalea terlebih dahulu.

Kalea.

Le. Gue otw.
05.32

Oke kak.
05.32
read

Selesai mengabari Kalea, Mahesa turun menuju dapur untuk minum. Di sana terdapat Naqila yang sedang meminum air. Naqila heran melihat penampilan rapih Mahesa, dan bertanya.

"Tumben pagi banget bangunnya. Biasanya mah kalo belum jam 9 juga belum bangun," ejek Naqila.

"Sembarangan kalo ngomong, mana ada gue bangun jam segitu," jawab Mahesa sambil mengambil air minum

"Fakta kok," kata Naqila. "Mau kemana?" tanya Naqila penasaran.

"Ke-po," jawab Mahesa singkat lalu meneguk air minum.

"Ngeselin," ucap Naqila sambil memukul lengan Mahesa, dan membuat air minum itu tumpah ke hoodie Mahesa.

"La! Tumpah nih," kesal Mahesa lalu mengelap hoodienya dengan tissue.

"Bodo amat!," jawab Naqila pergi meninggalkan Mahesa di dapur.

"Gila! Sinting! Ga ada akhlak!" hina Mahesa.

"Ga denger!" jawab Naqila.

Selesai perdebatan dengan adiknya itu, Mahesa berjalan menuju motornya yang berada di luar rumah. Tak sengaja, Mahesa berpapasan dengan sang ayah yang baru keluar dari kamar, Ayah Dika.

"Mau kemana kamu?" tanya Ayah Dika dingin.

"Anda tidak perlu tahu," jawab Mahesa.

"Pagi-pagi udah keluyuran, mau jadi apa kamu?!" murka Ayah Dika.

"Anda juga tidak perlu tahu saya ingin menjadi apa. Yang jelas, jika saya menikah nanti, saya tidak akan menghianati istri saya dan keluarga saya!" sindir Mahesa kejam.

"Kurang ajar kamu!" amarah Ayah Dika sudah di ubun-ubun lalu memukul wajah Mahesa.

Mahesa tersungkur di atas lantai dan terdapat sedikit lebam di wajahnya akibat pukulan dari ayanya. Hingga Naqila yang entah kapan datang membantu Mahesa berdiri.

"Ayah! Ayah ga bisa pukul Kak Mahes seenaknya. Dia anak ayah, darah daging ayah!" kata Naqila.

"Anak mana, yang berani ngomong tanpa etika di depan orang tuanya?!" jawab Ayah Dika sambil melirik Mahesa.

"Ayah mana yang ninggalin anaknya saat ia terpuruk, dan suami mana yang bisa-bisanya ninggalin istrinya lalu memilih wanita murahan yang cuma tau harta harta harta!" murka Mahesa.

"Ngelunjak kamu Mahesa!" Ayah Dika berniat memukul Mahesa, namun ditahan oleh Naqila.

"Ayah! Kak Mahes! Udah! Ila pikir kalau Ila pulang ke Jakarta, kalian bakal damai. Ternyata sama aja," kata Naqila.

Ayah Dika yang mendengar perkataan Naqila, memilih kembali ke kamar. Sementara Mahesa masih diam beberapa menit, lalu tersadar dengan janjinya.

"La, gue pergi dulu ya," kata Mahesa namun ditahan oleh Naqila.

"Itu lukanya dibersihin dulu kak," pinta Naqila.

"Ga sempet La, nanti aja gampang. Udah ya gue pergi dulu," kata Mahesa lalu pergi meninggalkan Naqila.

Untuk KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang