Prolog ~ 💫

253 63 94
                                    

Namaku Senja. Entah apa yang membuat mereka memanggilku dengan nama itu. Ada yang bilang namaku itu diambil dari waktu ditemukannya aku. Ada juga yang bilang, namaku terinspirasi dari band yang sedang naik daun pada zamanku, yaitu Senja Band. Tapi yang pasti mereka senang memanggilku dengan nama itu dan akupun nyaman dipanggil dengan nama Senja.

Dari kecil aku selalu penasaran apa itu yang disebut orang tua, pelukan cinta kasih dan hangatnya belaian ibu. Dan terkadang aku haus akan setetes kasih sayang itu. Namun, apadaya aku hanya bisa memandang anak-anak yang bahagia bersama kedua orang tuanya dengan senyuman lapar dan menghayal dalam angan-angan yang sangar.

Sampai sekarang aku saja tidak tahu bagaimana paras ibuku, ayahku dan bagaimana sifatnya. Tapi terkadang aku bingung kenapa mereka tega membuangku ke pinggiran jalan hingga aku terlantar seperti ini. Walaupun mereka memang tega tapi aku yakin pasti ada sebab di balik semua ini.

Aku tinggal di pinggiran jalan, ditemani debu jalanan dan dua sahabat sejalan. Sedari kecil aku selalu bersama mereka, yaitu Anggi dan Mulan. Iya, mereka sama sepertiku terlantar tanpa sosok orang tua dan tinggal di hamparan tanah yang buas. Umurku dengan mereka tidak jauh beda. Tapi diantara mereka ada yang berumur lebih muda dan lebih tua, seperti Mulan dia berumur 18 tahun, dia 2 tahun lebih tua dariku sedangkan Anggi, dia setahun lebih muda dariku.

~ • ~

Setiap pagi aku bersama dua sahabatku selalu pergi ke rumah pak Darjo dan bu Sifa. Seperti biasa kami mengambil peralatan mengamen di kediaman mereka.

Mereka adalah sepasang suami istri yang belum mempunyai anak sampai saat ini. Oleh karena itu terkadang kami selalu disapa hangat oleh mereka, seakan-akan mereka telah menganggap kami seperti anak mereka. Meski begitu, kami senang akhirnya kami bisa mendapatkan sepasang orang tua, walaupun bukan sedarah daging. Tetapi kami belum tahu apa alasan mereka untuk berbuat seperti itu. Yang kita tahu bu Sifa dan pak Darjo itu orang yang sangat baik kepada kami.

"Assalamualaikum," salam kami.

"Waalaikumsalam," jawab pak Darjo.

"Pak, biasa," ucapku mengasih kode.

"Ambil di dekat kulkas," jawabnya.

Mulan langsung mengambil semua peralatannya.

"Makasih pak, kami berangkat ya," ucapku.

"Ehh mau kemana buru-buru amat, nih minum dulu teh hangatnya," tawar bu Sifa yang sedang membawa jamuan teh kepada kami.

"Gausah bu, kami sudah kenyang," tolak Anggi.

"Iya bu, Senja jug-" aku juga menolaknya.

"Kapan kalian makan? Udah kalian minum dulu aja, sambil menyegarkan otak kalian," serobot pak Darjo.

Akhirnya kami menuruti apa yang dibilang pak Darjo dan bu Sifa. Bukannya kami menolak dan tidak menghargai teh buatan bu Sifa, tetapi kami malu karena selalu merepotkan mereka.

Sesudah habis, kamipun langsung pergi dari kediaman mereka.

"Kami pamit ya, Assalamualaikum," salam kami.

"Iya, walaikumsalam," ucap bu Sifa.

"Awas hati-hati dijalan," peringatan pak Darjo.

Bintang di Ujung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang