Aku terpaku pada depan pintu IGD yang menjadi saksi bisu dalam kisah sembilu yang menghampiriku. Tak banyak yang bisa aku lakukan, hanya menatap sambil meratapi akan semua yang terjadi.
Jantungku berdegup kencang, pikiranku menjadi tak karuan, perasaanku melayang bagai terambang-ambang. Entah apa yang akan terjadi setelah kisah pilu ini menghampiri.
Akhirnya aku memutuskan untuk menyandarkan tubuhku pada jejeran kursi plastik yang berada tepat di samping pintu IGD.
Klik ...
Dokter berjas putih bersama suster yang menemaninya pun keluar dari ruangan darurat. Aku yang sedang terlamun, dengan sontak menghampiri mereka.
"Pak dokter, bagaimana keadaan pasien yang bernama Tuan Darjo? Dia baik-baik saja kan?" resahku.
Entah apa yang terjadi, tiba-tiba paras Dokter itu menjadi sendu bagai merasakan pilu pada jiwa lain yang tertusuk sembilu. Dokter itu masih membisu dan sesekali menatap pada suster yang berada tepat di sampingnya.
"Dok, jawab!"
"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi saudara Darjo tidak bisa terselamatkan," ucap dokter itu.
Aku mengerutkan ruang diantara ke dua alisku. "Apa maksud dokter?" Jantungku semakin berdegup kencang.
"Maaf saudara Darjo telah meninggal dunia."
Cairan dukaku berhasil mengalir deras membasahi parasku. Hati ini tidak percaya dan begitu sulit untuk menjadi realita.
Mungkin ini mimpi. Batinku menenangkan. Tapi berkali-kali aku cubit tanganku, ternyata ini memang kenyataan.
Pintu IGD pun terbuka, terlihat sesosok jenazah berselimut kain putih terkapar dalam ranjang menuju ruangan jenazah. Aku yang sedang tersendu pun langsung memberhentikan mereka, lalu membuka kain putih yang menyelimutinya. Ternyata, benar saja itu adalah Pak Darjo, suami Bu Sifa.
"Pak Darjo kenapa ninggalin Senja?" Aku memeluk erat tubuhnya yang sudah tak bernyawa.
"Dek maaf, biarkan jenazah ini sampai pada ruangnya." Salah satu suster menarik badanku yang tengah memeluk jenazah itu.
"Tapi Sus, dia–"
"Iya kami tahu, lebih baik Adik menengoknya di ruang jenazah," salip suster itu.
Lalu mereka pun pergi menuju ke ruang tujuannya.
"Kami permisi ya Dek." Dokter dan suster yang berada di sampingnya itu meninggalkanku yang tengah larut dalam kesedihan.
Tidak ada pilihan lain, akhirnya aku pun berlari meninggalkan rumah sakit ini dan memutuskan untuk pergi menuju kediaman Bu Sifa.
~ • ~
Sepucuk hidung Senja pun belum muncul dalam indra penglihatan mereka. Hanya kabut abu kendaraan yang menyapa diiringi dengan teriknya Sang Surya yang menjubahi pada pencarian mereka.
Di atas aspal lalu lintas ini mereka merendahkan tubuhnya dan berdiam sejenak.
"Biasanya kami dan Senja suka mengamen di daerah sini, tapi kok tidak ada ya?" tanya Mulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang di Ujung Senja
Fiksi UmumIni bukan cerita cinta ataupun yang berbau romantis. Tapi semoga saja kalian suka dengan cerita ini. Ini adalah cerita tentang seorang gadis jalanan yang selalu ingin menggapai bintangnya. "Aku memang tidak tahu apa makna dan wujud dari cita-cita...