Yaa sin ...
Walqur'anil hakim ...Lantunan ayat suci Al-Qur'an menghiasi kesenyapan dalam rumah Bu Sifa. Ramainya insan, memadati pada ruangan tamunya.
Sesekali aku meratapi pada jenazah Pak Darjo yang terbaring dan ditutupi oleh kain putih di atasnya. Sungguh, ini sangat menyakitkan bagiku. Rancau batinku.
Sedangkan Bu Sifa tetap merintih dalam sandaran bahuku. Cairan dukanya, tetap mengalir membasahi area wajah meronanya.
Tiga puluh menit pun sukses membuat air mata Bu Sifa terus berlinang. Aku sendiri yang disandarkan olehnya merasa iba kepadanya karna kejadian tidak menyenangkan ini.
Puk ...
Seseorang menepuk bahu kananku, dengan sontak aku langsung terperanjat seraya menoleh wajahku ke sebelah kanan.
"Dika." Aku mengerutkan dahiku.
"Hehe ... maaf, oiya kamu dipanggil ibuku," ucapnya seraya menggarukkan kepalanya.
"Hmm iya bentar."
Aku langsung membangkitkannya dalam sandaranku. "Bu, ma-"
"Iya tidak apa-apa." Dia menyuguhkan senyuman kepadaku.
Akupun dan Dika langsung beranjak menuju Bu Tia yang sedang di dapur.
"Ada apa bu?" tanyaku.
"Hehe maaf, tolong kamu belikan air mineral gelas, sekardus!" suruhnya seraya mengasongkan uang yang tergenggam di tangannya.
"Bu Sifa?"
"Tenang! Aku akan menjaganya," jawabnya.
"Iya, Bu."
"Dika, kamu antar Senja!" suruh Bu Tia.
"Ah, mager bu," jawabnya yang asik memainkan game pada handponenya.
"Aku bisa sendiri bu," jawabku seraya mengambil uang yang tergenggam di tangan Bu Tia, lalu aku pergi meninggalkan mereka.
~ • ~
Langkahku beriring pada aspal kavling menuju warung berada. Selalu saja sendiri, apa tidak ada orang yang setia padaku? Rancau Batinku.
Langkah demi langkah kulewati. Tetap sendiri dan berjalan pada abunya jalanan bagai menunjukan suasana hatiku. Tiba-tiba ada teriakan dari belakang yang memanggilku.
"Senja ... TUNGGU!!" Teriakan itu.
Mendengar itu, akupun langsung menghentikan langkahku dan menoleh ke arah teriakan itu. Ternyata teriakan itu diciptakan oleh Dika, temanku.
Dia berlari ke arahku dan akhirnya dia berhasil menyejajarkan kakinya dengan kakiku. Aku hanya menatap datar kepadanya, tanpa melontarkan kata satupun.
"Hehe ... tungguin dong!" Wajahnya cengar-cengir kepadaku.
Aku hanya mengangkat salah satu alisku dan berkata dalam batinku. Tungguin? Bukannya dia gak mau katanya?
"Hello? Kenapa? Aku tampan ya?" Dia mengacungkan telunjuknya ke arah wajahnya.
"Natapnya kok gitu amat, hehe." Dia memalikan badan sambil melangkahkan kakinya.
Idih pede banget nih orang. Aku membuang muka.
Tanpa berfikir lagi, aku melupakan tentang itu dan kembali menyejajarkan ketertinggalan langkahku. Aku mencoba kembali menyejajarkan langkahku. Tetapi tetap saja aku kalah, karna dia berjalan dengan sedikit tergesa-gesa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang di Ujung Senja
Ficción GeneralIni bukan cerita cinta ataupun yang berbau romantis. Tapi semoga saja kalian suka dengan cerita ini. Ini adalah cerita tentang seorang gadis jalanan yang selalu ingin menggapai bintangnya. "Aku memang tidak tahu apa makna dan wujud dari cita-cita...