Tiba-tiba aku berada di sebuah tanah lapang dengan keadaan tandus, kering seperti tidak berpenghuni.
Aku terdiam sendiri, sesekali ditemani debu yang memburamkan indra penglihatanku. Tiba-tiba ada suara misterius yang memanggil namaku, seolah mengajakku untuk ke sebuah tempat."Senja? Senja? Ibu disini, sini temani ibu, ibu kesepian," ujar suara misteri yang mengaku sebagai ibuku.
"Hah? Ibu? Ibu? Ibu di mana? Senja kangen sama ibu," jawabku.
"Senja, ibu disini," ujar suara itu.
Suara itu semakin jelas, tapi aku tidak tahu entah dari mana asal suara itu. Aku mencari kesana kemari tetapi tetap saja aku tidak menemukan di mana asal suara tersebut.
"Senjaaa," panggil suara itu.
"Ibu? Ibu di mana? Ibu? IBU? IBU? IBU......," teriakku.
Aku tersadar dan terbangun dari tidurku karena mimpi yang menghantuiku tadi.
"Huh, ternyata cuma mimpi," sadarku.
Aku melihat mentari sudah menyapaku, seolah mengajak berpetulang untuk kesekian kalinya.
Akupun langsung beranjak dari kasur dan memandang alam dari jendela kamar ini. Aku merasakan ada yang tidak asing dari pagi ini. Iya, aku merasakan kembali hangatnya mentari yang membelai anak rambutku, seolah dialah ibu yang aku cari.
Dan di samping mentari, akupun tersenyum cerah pada payoda. Karna seolah-olah dialah seorang ayah yang memberiku semangat akan tujuan hidupku.
~ • ~
"Senja, ayo berangkat!" ajak Mulan yang berada di halaman rumah pak Darjo dan bu Sifa.
Akupun langsung keluar dari kamar dan menuju ke halaman. Di situ Mulan dan Anggi sudah siap untuk berangkat mengamen.
"Pak Darjo sama bu Sifa kemana?" tanyaku.
"Sebelumnya mereka udah izin ke padaku, katanya mau pergi ke pasar. Terus mereka bilang kalau kunci rumahnya titipin aja ke tetangga sebelah," jelas Anggi.
"Hmm oke."
Aku langsung pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan kembali ke halaman.
"Yaudah yo berangkat," ajak Mulan.
Akupun mengunci pintu rumahnya dan kamipun langsung menitipkannya ke tetangga sebelah seperti yang diamanatkan pak Darjo dan bu Sifa.
"Mul, Nggi gimana lebamnya? Masih sakit?" tanyaku sambil berjalan bersama mereka.
"Udah mendingan, kemarin malam dikompres sama bu Sifa," jelas Anggi.
"Hmm yaudah, baguslah," syukurku.
~ • ~
Hari ini berbeda seperti biasanya. Aku, Anggi dan Mulan memutuskan berpencar untuk mengamen. Walaupun berpencar tetapi kami sudah memutuskan pasar untuk dijadikan tempat berkumpul kembali. Tempat mengamenku sedikit lebih jauh dari rumahnya pak Darjo dan bu Sifa.
Aku mengamen di dekat SMA Negeri 1. Sesekali aku melirikan pandanganku ke arah puluhan siswa yang ada di sekolah itu.
Mereka sungguh beruntung. Andai saja aku seperti mereka, mempunyai orang tua yang lengkap, berpendidikan tinggi, memiliki teman yang banyak, kerjanya hanya belajar, bermain dan santai. Enak sekali hidup mereka, tidak sepertiku. Iriku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang di Ujung Senja
General FictionIni bukan cerita cinta ataupun yang berbau romantis. Tapi semoga saja kalian suka dengan cerita ini. Ini adalah cerita tentang seorang gadis jalanan yang selalu ingin menggapai bintangnya. "Aku memang tidak tahu apa makna dan wujud dari cita-cita...