Happiness

3.5K 304 17
                                    

Langit cerah siang hari ini serta gedung-gedung tinggi yang menjulang tinggi menjadi pemandangan Rheva saat ini. Tadi, seusai ia makan siang bersama dengan teman-temannya, Rheva memilih untuk memisahkan diri sejenak. Gadis itu berdiri di sudut ruangan yang tampak sepi. Hanya beberapa orang yang sesekali lewat untuk menaiki lift atau keluar dari lift. Rheva tampak melamun dengan satu tangannya mengenggam kopi yang ia beli tadi. Sesekali ia menyesap kopinya, diakhiri dengan Rheva yang menghela napasnya panjang tanpa melepaskan pandangan dari pemandangan yang ada di hadapannya. Hingga lamunannya tersadar ketika ia teringat sesuatu dan membuka ponselnya, mencari pesan masuk dari seseorang.

Namun hasilnya nihil. Tak ada nama Rega yang terpampang di deretan notification ponselnya. Lagi-lagi ia menghela napas. Entah sudah ke berapa kalinya ia menghela napas hari ini.

Rheva menatap layar ponselnya dengan wajah yang tak bisa dijelaskan, menatap room chat ia dan Rega yang masih belum berubah sejak tadi pagi setelah ia mengirim pesan pada Rega. Ya, sejak kemarin memang Rheva belum berkomunikasi lagi dengan Rega. Terakhir pun dua hari yang lalu mereka berkomunikasi setelah kejadian dimana Kemal dan Rega bertemu. Tak ada kabar Rega dari kemarin. Lalu pagi harinya Rheva menyapa Rega dan menanyakan kabar laki-laki itu namun Rega belum membalasnya hingga siang ini.

Tanpa pikir panjang, Rheva kembali mengetikkan pesan untuk Rega.

Rheva: Hi, Mas. Sibuk ya? Jangan lupa makan siang ya. Love you.

Sent.

Lalu setelah ia mengirimkan pesan, Rheva memasukkan ponselnya pada saku celananya sebelum akhirnya menyisir rambutnya yang tergerai rapi dengan jari tangannya. Rheva kemudian memutuskan untuk kembali ke kubikelnya dengan langkah kecil,membuat bunyi gemletuk dari stiletto yang ia pakai terdengar di ruangan tersebut.

"Rhe!" panggil sebuah suara yang membuat Rheva menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

Tampak Gian sedang melangkah ke arahnya dengan senyuman. Rheva tersenyum tipis pada laki-laki itu hingga akhirnya mereka berdua melangkah beriringan.

"Darimana Rhe? Kok gue nggak lihat lo tadi di bawah, kayanya lo baru keluar dari lift sebelah, ya?" tanya Gian diiringi suara tuk tuk tuk dari stiletto yang Rheva pakai.

Rheva melirik sejenak. "Nggak, gue nggak dari bawah. Gue habis berdiri aja tadi di sudut ruangan. Biasa, cari inspirasi lihat pemandangan gedung-gedung sama langit." jawabnya dengan senyum kecil.

Gian memperhatikan gerak-gerik Rheva dari sebelah. Astaga, gadis ini benar-benar cantik. Apalagi ketika tadi gadis itu menoleh dan rambut panjangnya yang tergerai rapi tampak tersibak, semakin membuat gadis itu terlihat cantik. Gian nggak munafik sih, kalau jauh dilubuk hatinya masih naksir Rheva. Tapi rasa-rasanya nggak mungkin banget kalau dia tetap kekeuh untuk menjadi kekasih Rheva, secara Rheva sudah punya pacar. Nggak mau banget deh, Gian ngerebut Rheva hanya karena sejujurnya dia belum bisa move on sepenuhnya dari gadis itu. Lagipula, dirinya juga sudah ditolak baik-baik dengan Rheva. Jangan sampai ada ditolak jilid dua. BIG NO! Mau ditaruh mana mukanya?

Toh, menjadi teman dengan Rheva setelah ditolak saja, Gian sudah bersyukur abis-abisan.

"Oh gitu, Rhe." sahut Gian. "Ngopi banget nih, habis lunch?" tanyanya basa-basi saat melihat kopi yang Rheva bawa.

Gadis itu tertawa kecil. "Biasa Gi, biar nggak ngantuk. Gue nggak bisa tidur semalam. Untung besok weekend jadi gue bisa tidur seharian." jawabnya.

"Bener, Rhe! Setuju gue sama lo." ucap Gian.

Ya iyalah lo setuju, Gi. Secara Rheva yang ngomong. Coba bukan Rheva alias bukan cewek yang lo taksir. Pasti nggak bakal setuju. Batin Gian mencaci dirinya sendiri.

Setelah Mendung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang