Bagian 9

8K 1.6K 62
                                    




Cara baca nama Zyan itu : Zi-Yan ya.


*****

Kejadian hari minggu kemarin membuat mood Kala pagi ini tidak terlalu baik. Dia lebih banyak diam dan menghindar saat rekan kerjanya mengajak bicara. Kemarin dia menangis seharian, perkataan Satria benar-benar menyakitinya. Menurut Kala, kekasihnya itu hanya malu saja kalau menikahi dirinya yang hanya guru swasta biasa, sedangkan hampir semua anggota keluarga Satria bekerja sebagai PNS atau di perusahaan BUMN.

Sebenarnya itu juga yang terjadi di keluarganya, orangtuanya sendiri menganggap kalau pencapaian Kala menjadi salah satu guru di salah satu sekolah swasta terbaik di Jakarta tidak ada apa-apanya kalau dia bukan seorang PNS. Kala sudah sering menjelaskan kepada orangtuanya, bagaimana pemikirkan mereka sudah tidak relevan lagi di zaman sekarang. Tetapi mereka tetap berkeras, hingga Kala merasa selalu ditekan.

"Kalau jadi PNS, masa depan kamu terjamin, kamu punya jaminan hari tua. Kamu udah tua dan nggak kerja lagi pun masih dibayar, Kala," ucap mamanya saat itu.

Padahal Kala juga menjelaskan kalau pun dia tidak menjadi seorang PNS dia masih bisa mempunyai dana pensiun. Namun pemikirannya itu malah disalahartikan, orangtuanya mengatakan kalau dia memang tidak mampu, tidak seperti kedua kakaknya yang menurut orangtuanya sudah berhasil. Kala tahu selain masalah masa depan terjamin dan juga dana pensiun, tentu saja masalah gengsi juga menjadi faktor lainnya. Di lingkungan keluarganya dan juga keluarga Satria, pekerjaan sebagai seorang PNS dan juga pegawai BUMN masih sangat dibangga-banggakan.

"Kala." Ayumi menarik kursinya dan mendekati Kala yang sejak tadi hanya memandangi layar laptop dengan tatapan menerawang. "Ada apa sih?" tanya Ayumi.

"Nggak papa," jawabnya.

"Kalau nggak mau cerita sekarang, nggak papa. Pulangnya kita nongkrong di warung bakso pakde kumis, ya."

Kala menggeleng. "Gue mau langsung pulang."

"Terus menggalau sendiri di kosan?"

Kala menggigit bibir bawahnya. Tidak ada gunanya menutupi masalahnya pada Ayumi, karena sahabatnya itu tentu tahu karena perubahan sikapnya. "Ya udah, pulang nanti di bakso pakde."

"Nah gitu kan enak, gue lagi pengin banget makan bakso urat," ucapnya, lalu kembali ke mejanya sendiri.

*****

"Oke temen-temen latihan hari ini cukup. Ingat kompetisi kita tinggal dua hari lagi. Semuanya harus jaga kesehatan ya," ucap Mia, pelatih paduan suara Harapan Bangsa.

"Baik, Kak," ucap mereka semua. Aleta langsung membereskan barang-barangnya, bersiap untuk pulang. Aleta membuka ponselnya, ada pesan dari Zyan kalau siang ini Pak Joko tidak bisa menjemput Aleta karena harus mengantarnya ke bandara.

Mas Zyan : Mas ke Surabaya. Pak Joko nggak bisa jemput kamu. Kamu pulang naik taksi ya. Kirimin screenshoot data driver-nya ke Mas. Dan jangan lupa bilang sama guru kamu, kalau hari Minggu ini, Mas mau ketemu.

Aleta menggeleng-gelengkan kepala, Zyan memang terkadang bersikap berlebihan seperti ini. Dan masalah Kala yang menolak tawarannya, Aleta belum sempat membicarakan itu pada Zyan.  Aleta masih berharap kalau Kala berubah pikiran dan mau menjadi guru lesnya, sih.

"Aletaaaa..."

Aleta menoleh saat mendengar seseorang memanggilnya. Adrian, ketua kelasnya berjalan mendekati Aleta sambil tersenyum lebar.  "Kenapa Dri?" tanya Aleta.

Tentang Mimpi (BISA DIBACA DI GOOGLE PLAYBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang