Bagian 10

8.5K 1.7K 59
                                    


Hari ini adalah hari terakhir latihan bagi paduan suara Harapan Bangsa. Besok mereka akan membawa nama sekolah dalam pertandingan antar SMA. Meskipun sudah sering mengikuti perlombaan seperti ini, Aleta tetap merasa gugup. "Gugup?" tanya Mia, pelatihnya.

"Sedikit."

"Masih besok lombanya. Pokoknya malam ini kamu istirahat, ya."

Aleta mengangguk dan berpamitan pulang pada Mia. Saat dia berjalan keluar dari gedung pertemuan, Aleta dipanggil oleh guru matematikanya. "Baru selesai latihan?" tanya Kala.

Aleta mengangguk, dari pandangan Aleta sepertinya ibu gurunya ini sudah tidak sedih seperti kemarin. Wajahnya sudah jauh lebih ceria. Kala tersenyum. "Semangat ya buat lomba besok."

"Makasih, Bu."

Kala mengangguk. "Ehm... besok Ibu juga nonton lombanya, setelah selesai lomba, bisa kita ngobrol sebentar, Al?"

"Boleh, Bu. Ehm... kira-kira tentang apa, ya? Soalnya biar nggak penasaran aja. Kata Kak Mia saya nggak boleh banyak pikiran, Bu."

Kala tertawa mendengar ucapan Aleta itu. "Soal tawaran kamu itu."

Mata Aleta langsung berbinar mendengarnya. "Ibu mau?"

Kala menoleh ke kanan dan kiri. "Besok aja kita bahasnya, ya."

Seketika Aleta langsung mengangguk. "Oke deh, Bu. Besok, ya. Kalau gitu saya pulang dulu, Bu," pamit Aleta. Meskipun Kala belum mengatakan secara jelas kalau dia mau menjadi guru les Aleta, namun Aleta yakin kalau gurunya itu mau mengambil pekerjaan ini. Artinya dia tidak perlu pusing mencari guru les. Semalam Zyan meneleponnya, laki-laki itu mengatakan kalau Aleta tidak bisa menemukan guru les matematika, maka Zyan akan mencarikannya, katanya banyak teman-temannya yang mau mengambil pekerjaan ini.

Dalam bayangan Aleta, teman-teman Zyan pasti mirip-mirip dengan kakaknya itu, kaku dan ketus. Aleta tidak mau diajar oleh orang seperti itu, bukannya jadi pintar, nanti dia malah semakin tidak mengerti apa yang diajarkan, ditambah lagi stres karena merasa tertekan. Kala berjalan keluar dari gedung sekolah, di depan gerbang sekolah, Pak Joko sudah menunggunya. "Langsung pulang, Dek?" tanya Pak Joko.

"Iya, Pak. Mau istirahat, besok mau lomba."

"Wah, lomba nyanyi, Dek?"

"Iya, paduan suara. Untung banget Mas Zyan belum pulang, jadi dia nggak bisa ngerecokin aku malem ini," gumam Aleta.

Pak Joko hanya tersenyum saja melihat anak majikannya yang kadang seperti Tom and Jerry ini. Pak Joko sebenarnya adalah sopir Agung Rahadjiwa, namun semenjak Aleta tinggal bersama dengan Zyan, Pak Joko ditugaskan untuk mengantar jemput Aleta, dan saat ini dia juga merangkap menjadi sopir Zyan kalau anak majikannya itu harus ke bandara, atau keluar kota yang perjalanannya harus ditempuh dengan mobil.

"Adek nggak ngundang Pak Agung?" tanya Pak Joko.

Aleta mengerutkan keningnya. "Buat apa?"

"Dulu waktu anak Bapak ada pertandingan sepak bola antar SMA, dia minta Bapak nonton. Adek nggak minta Pak Agung nonton?"

Aleta langsung memandang Pak Joko dengan pandangan ngeri. "Waduh Pak, aku nggak berani, ah. Kalau Mas Zyan nggak suka aku nyanyi, tapi cuma sebatas ngomel. Kalau Papa? Aku yakin Papa nggak akan segan narik aku dari atas panggung kalau dia tahu aku ikut padus."

Seketika Pak Joko langsung merasa bersalah. Kadang dia lupa kalau di keluarga Rahadjiwa musik adalah hal yang terlarang. Padahal menurutnya yang orang awam, Aleta punya talenta untuk menjadi seorang penyanyi terkenal, anak itu berbakat alam, persis ibunya.

Tentang Mimpi (BISA DIBACA DI GOOGLE PLAYBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang