Hari ini adalah hari pertama Kala mengajar Aleta di rumahnya. Setengah jam yang lalu, Kala tiba di rumah Aleta. Mereka belajar di lantai dua, Aleta terlihat begitu bersemangat belajar bersama dengan Kala. Kala mulai mengajari Aleta dari materi awal kelas sepuluh karena banyak materi yang tidak dimengertinya. Sejauh ini, penjelasan Kala bisa diterima oleh Aleta. Sebenarnya Aleta hanya butuh dijelaskan dua sampai tiga kali untuk memahami materi. "Guru-guru yang dulu ngejelasinnya cepet banget, makanya aku nggak ngerti," kata Aleta ketika ditanya apa yang menjadi kesulitannya selama ini.
"Kalau kamu nggak ngerti, atau penjelasan guru terlalu cepat. Kamu bisa ngomong sama gurunya. Matematika itu, kalau kamu udah nggak ngerti di materi awal, akan susah untuk mengerti materi-materi selanjutnya."
"Iya sih, salahku dulu nggak mau nanya. Soalnya gurunya serem-serem."
Kala menyipitkan matanya. "Seseram-seramnya guru, kalau anak muridnya nanya mereka pasti dijawab. Nggak mungkin marah. Yang bikin marah itu, kalau anak muridnya curang, nyontek pas ulangan misalnya."
Aleta meringis, pasalnya setiap ujian matematika dia selalu melihat jawaban temannya. Dia kembali fokus pada soal yang diberikan oleh Kala, butuh waktu yang agak lama untuk mengerjakan soal-soal itu, namun Aleta bisa menjawab semuanya, walau dia tidak terlalu yakin apa jawabannya sudah tepat. "Ini Bu, udah selesai." Aleta menyerahkan buku catatannya pada Kala. Setelah menjelaskan materi awal, Kala memberikannya soal untuk dijawab oleh Kala. Anak itu memang butuh waktu yang lumayan lama untuk mengerjakan dua soal, namun menurut Aleta, tidak apa-apa lama, asal Aleta memang mengerti apa yang dia jelaskan.
"Udah bener semua ini."
Aleta melebarkan matanya, ada perasaan tidak percaya. "Beneran, Bu?"
Kala mengangguk. "Tapi Ibu akan kasih beberapa soal lagi sebelum pindah ke persamaan dan fungsi kuadrat."
Aleta yang mengetahui soal yang dikerjakannya benar, merasa jauh lebih percaya diri. Tetapi ternyata saat mendapat soal baru dari Kala, Aleta hanya bisa mengerjakan tiga dari enam soal. "Pusing, Bu," keluhnya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
"Pusingnya di mana?" tanya Kala, dia menaruh buku Aleta di depan anak itu dan Aleta mulai menjelaskan apa yang membuatnya bingung. Dengan sabar Kala mulai menjelaskan kembali materi yang tidak dimengerti oleh Aleta. Aleta tidak pernah merasa belajar matematika bisa semenarik ini, dia tidak merasa tertekan karena Kala begitu sabar menjelaskan materi padanya. Hingga keduanya tidak sadar kalau sudah belajar selama dua jam lebih. "Kita sambung hari Kamis ya, Al. Sekalian kamu pelajari bab berikutnya. Nanti kalau kamu nggak ngerti, Ibu bisa jelaskan." Kala mulai membereskan barang-barangnya yang ada di meja, kemudian memasukkannya ke tas.
"Nggak ngerti semuanya sih, kayaknya. Hehe." Aleta nyengir
Kala setengah tertawa. "Nggak boleh pesimis gitu, lah."
Tidak lama kemudian, ART Aleta membawakan camilan risoles untuk Kala dan Aleta. "Makan dulu, Bu," ajak Aleta. Kala mengangguk dan mengambil satu risoles. Mereka berdua mulai memperbincangkan hal lain, apalagi kalau bukan musik. "Ibu udah pernah nonton konser Tulus?" tanya Aleta.
"Pernah sekali," jawab Kala lalu menggigit risoles keduanya.
"Wah, enak banget. Bu, kalau nanti ada konser lagi. Nonton bareng, yuk. Tapi jangan sampe ketahuan Mas Zyan."
Kala mengerutkan keningnya, bingung. "Emang kenapa?"
Aleta cemberut. "Mas Zyan nggak suka musik. Pokoknya dia sensi banget kalau bahas musik. Ini aja aku mau ikut audisi Voice, bingung gimana biar diizinin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Mimpi (BISA DIBACA DI GOOGLE PLAYBOOK)
RomanceKala dan Aleta, dua orang yang sama-sama mengidolakan Tulus. Keduanya memiliki cita-cita yang sama, yaitu menjadi seorang penyanyi. Sayangnya Kala tidak bisa mewujudkan itu karena telalu takut untuk menentang keputusan kedua orangtuanya yang menging...