Kala seperti sedang menunggu keputusan dosen seperti beberapa tahun lalu saat dia menjalani sidang skripsi. Kenapa Zyan terlihat seperti dosen killer? Apalagi tatapan matanya yang begitu tajam mengarah ke Kala. Membuat Kala menjadi gugup. Padahal sebenarnya, kalau pun dinyatakan tidak layak untuk menjadi guru les Aleta, tidak masalah baginya.
"Kapan Mbak Kala bisa mulai ngajarin, Aleta?" Ucapan Zyan itu membuat Kala mengembuskan napas lega.
"Saya diterima?" tanya Kala.
Kali ini Zyan tertawa dan tawa itu membuat dirinya semakin tampan. "Kamu nggak yakin dengan jawaban di kertas ini?" tanyanya.
"Yakin, sih. Walau soalnya banyak matematika teknik sipil ketimbang untuk anak SMA. Mas Zyan anak teknik sipil?"
Zyan mengangguk.
"Oh, pantesan," gumamnya. "Saya bisa mulai ngajarin Aleta minggu depan, kok," ucapnya.
"Oke bagus kalau gitu. Oh ya, sama mau Mbak bener-bener memperhatikan dia, ya. Nilai matematikanya nyaris di bawah rata-rata. Dan dia memang paling malas belajar matematika. Sebenarnya saya kecewa karena dia nggak masuk IPA. Tetapi dipaksakan juga tidak mungkin, itu kenapa saya ingin setidaknya nilai matematika dia lebih baik dari sebelumnya."
"Saya usahakan."
Zyan memandangnya lagi, Kala jadi salah tingkah dipandangi oleh laki-laki itu, mata Zyan tajam seperti elang, Kala jadi semakin gugup, padahal dia sudah melewati testnya dan dinyatakan berhasil.
"Kita membahas soal pembayaran kamu, ya," ucap Zyan akhirnya. Kala mengangguk, lalu mendesah lega.
Setelah itu keduanya membahas masalah pembayaran Kala, saat Zyan menyebutkan nominalnya, Kala langsung menyetujuinya. Jelas Zyan orang yang tahu cara menghargai orang lain, dia mengajukan harga yang layak, malah di atas rata-rata. Kala juga diminta untuk menandatangani perjanjian, kalau kata Zyan biar sama-sama enak dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kala tidak menyangka kalau Zyan sudah menyiapkan semuanya sedetail ini.
Setelah semuanya selesai, Zyan memanggil Aleta. Adiknya itu langsung tersenyum semringah saat Zyan mengatakan kalau Kala akan mulai mengajarnya minggu depan. "Kan aku udah bilang, Bu Kala ini keren. Mas sih, nggak percayaan."
Kala tersenyum mendengarnya, karena semua urusannya di sini sudah selesai, Kala berpamitan pulang pada Aleta dan Zyan. Tadinya Aleta menawarkan agar Kala diantar oleh Pak Joko, namun Kala menolak, lagi pula rumahnya tidak terlalu jauh dari sini. Jadi, dia lebih memilih naik ojek online saja.
Sepanjang perjalanan Kala memikirkan Satria. Apa laki-laki itu masih menunggunya? Pertanyaan Kala terjawab saat tiba di kosannya. Satria tidak ada di sana, tidak juga panggilan pesan dan telepon dari laki-laki itu. Kala mengembuskan napas, bukankah ini yang dia inginkan?
******
Hari Senin pagi seperti biasa murid-murid dan para guru Harapan Bangsa berkumpul di lapangan untuk melakukan upacara. Di upacara kali ini juga kepala sekolah mereka mengumumkan tentang kemenangan Paduan Suara Harapan Bangsa, semua anak bersorak gembira karenanya, kemudian Aleta sebagai perwakilan anak padus diminta untuk maju ke depan, untuk menyerahkan tropi kepada kepala sekolah.
Aleta sangat senang, walaupun memang bukan juara pertama, tetapi dia dan teman-temannya yang lain membuktikan hasil latihan mereka sampai suara mereka serak bahkan habis membuahkan hasil. Lebih dari itu, hal ini juga membuat Aleta semakin semangat untuk mengejar mimpinya menjadi seorang penyanyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Mimpi (BISA DIBACA DI GOOGLE PLAYBOOK)
RomanceKala dan Aleta, dua orang yang sama-sama mengidolakan Tulus. Keduanya memiliki cita-cita yang sama, yaitu menjadi seorang penyanyi. Sayangnya Kala tidak bisa mewujudkan itu karena telalu takut untuk menentang keputusan kedua orangtuanya yang menging...