Bagian 15

9.2K 1.8K 57
                                    


Katanya dalam sebuah hubungan harus memaklumi kekurangan pasangan, kadang kala juga harus mengalah agar hubungan bisa langgeng. Hal itu yang selama ini diterapkan Kala dalam hubungannya dengan Satria. Selama mereka bersama, Kala selalu memaklumi Satria yang sering banyak menututnya. Karena Kala pikir, Satria juga pasti banyak menoleransi sikap-sikapnya selama ini. Namun semalam dia berpikir, sepertinya memang dirinya yang lebih banyak mengalah, lebih banyak memaklumi dan lebih banyak menuruti kemauan Satria. Hal kecil seperti makan atau menonton film saja dia bisa mengalah pada Satria.

Kala ingat banyak perdebatan yang ujungnya dia mengalah pada Satria. Salah satunya pedebatan tentang makanan. "Aku mau makan seafood. Mau, ya?"

"Bosen ah, aku udah sering makan seafood sama temenku. Makan yang lain aja," Satria menolak keinginan Kala, padahal beberapa hari lalu Kala sudah bilang pada Satria kalau dia ingin makan seafood, dan Satria mengiakan.

Kala mengembuskan napas pelan. "Terus mau makan apa?"

"Terserah."

Kata-kata yang diucapkan Satria itu sama sekali tidak membantu. Dan itu sering sekali terjadi, begitu pula dengan menonton film, Kala selalu mengalah, padahal sebelumnya dia sudah mengatakan ingin sekali menonton film yang telah dipilihnya, namun saat hari H, Satria malah memutuskan sepihak. Ketika dia menceritakan hal ini pada Ayumi, Ayumi hanya bisa geleng-geleng kepala. Kata Ayumi, kalau memang Kala akan menikah dengan Satria, dia harus menerima sifat Satria yang ini seumur hidupnya, karena agak mustahil untuk berubah.

"Gue nggak sependapat sama cewek-cewek yang merasa dirinya bisa jadi pahlawan untuk hidup orang lain. Berharap pasangannya berubah setelah menikah lah, apalah. Menurut gue pacaran itu ya untuk tahu dan beradaptasi, lo cocok nggak sama dia. Dan bisa nggak lo untuk menerima sifat-sifat dia sampe akhir hidup lo. Bukan untuk mengubah sifatnya, emang lo Tuhan?"

Ucapan Ayumi biasanya masuk dan keluar begitu saja, karena Kala memilih untuk memaklumi sifat Satria. Tapi setelah mereka tidak berkomunikasi cukup lama, rasanya ada pencerahan dalam kepala Kala, kalau hubungan yang terjalin antara dirinya dan Satria itu tidak sehat. Apalagi masalah pernikahan, Satria sering kali membahas masalah ini, namun tidak pernah ada omongan pasti kapan mereka menikah. Satria selalu mengatakan nanti, kalau Kala sudah diterima PNS. Kalau memang dia tidak diterima, apa pernikahan itu tidak akan pernah terjadi?

"Gimana mengajar hari pertama?" Ayumi sudah menarik kursinya dan duduk di sebelah Kala. Suasana kantor guru sedang sepi, karena para guru sedang mengajar di kelas masing-masing. Hanya tersisa Kala, Ayumi dan Pak Yunus di sudut lain yang sepertinya sedang sibuk memeriksa tugas muridnya.

Kala yang sibuk membuat soal untuk ulangan harian menoleh sekilas pada sahabatnya. "Lancar," jawabnya singkat lalu kembali fokus pada kertas dan buku di hadapannya.

"Lo ketemu kakaknya Aleta nggak?" tanya Ayumi penasaran.

"Lo tahu kakaknya?" Kali ini Kala benar-benar menatap Ayumi.

Ayumi melipat tangannya di di depan dada. "Ya iyalah, waktu kelas sepuluh kan gue pernah ngajar dia. Gue pernah ketemu juga sama Kakaknya, gue lupa sih pas kapan. Cuma gila sih, Kakaknya ganteng banget."

Kala menyipitkan matanya. "Dasar jomlo nggak bisa lihat yang bening dikit." Tentu Kala mengakui ketampanan Zyan, hanya dia menahan diri, dia tidak terbiasa memuji laki-laki lain untuk menghargai perasaan pasangannya. Menurut Ayumi itu hal konyol, toh Kala dan Satria juga belum menikah. Dan menganggumi jelas berbeda dengan selingkuh.

"Tapi bener kan, dia ganteng. Siapa sih namanya?"

"Zyan."

Ayumi menjentikkan jarinya. "Itu dia. Zyan. Enak banget sih, lo, Kal. Bisa lihat yang bening-bening seminggu tiga kali."

Tentang Mimpi (BISA DIBACA DI GOOGLE PLAYBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang