Chapter 4

844 129 7
                                    

Indi merapikan rambut juga lipstik merahnya yang tampak memudar. Maklum, karyawan baru dengan pekerjaan sampingan bisnis masker cantip membuat dirinya sayang terhadap uang. Rasa kasihnya pada uang tak terhingga sepanjang masa, layaknya lagu kasih ibu.

Pagi ini tepat pukul sembilan pagi dia sudah sampai didepan kubikelnya. Melewati briefing dan berkenalan dengan senior satu timnya. Tim marketing, yup! Indi cukup percaya diri dengan statusnya kini. Marketing itu adalah pekerjaannya bahkan sebelum menyandang status karyawan. Anggap saja dulu dia seorang influencer.

Menurut Mbah Google, tugas seorang marketing adalah memasarkan produk. Oh itu sudah pasti. Lalu seorang marketing itu harus bisa apa, mari kita baca lebih lanjut referensi dari Mbah Google yang menurut Indi adalah Mbahnya.

Yang pertama, seorang marketing harus punya rasa percaya diri yang cukup. Tidak boleh kurang tapi juga jangan berlebihan karena nanti jatuhnya malu-maluin. Dengan punya rasa percaya diri, seorang marketing dikatakan dapat menyampaikan pengetahuannya tentang produk yang dipasarkan dengan baik. Mungkin nanti Indi bisa tambahkan kedipan manjalita saat memasarkan produk kepada konsumen agar cepat laku.

Yang kedua, mengenal calon konsumen dengan baik. Hal ini adalah hal yang harus Indi pahami, dia harus pintar membedakan mana yang mau beli, mana yang cuman mau tanya-tanya dan mana yang mau melakukan plagiarisme. Dengan begitu Indi bisa memutuskan untuk berkomunikasi seperti apa, misalnya untuk yang plagiarisme seperti baku hantam mungkin?.

Yang ketiga, menyiapkan presentasi. Presentasi sudah makanan sehari-hari Indi waktu kuliah beberapa tahun lalu. Seharusnya sudah biasa. Yang ini bisa belajar lagi saat kegiatan berlangsung.

Yang keempat, membuka dan menutup presentasi dengan memukau. Mungkin Indi harus menyibakkan rok diawal dan akhir presentasi agar memukau. Ok. Itu saja, Indi siap kerja. Kerja!

"Hai, kamu pasti Indi ya? Aku Ayu"

Indi menyalami Ayu dengan senang karena Ayu adalah orang yang menyapanya untuk pertama kali setelah briefing pagi berakhir.

"Kamu masih hari pertama, jadi baru tahap penyesuaian lingkungan kerja. Kalaupun ada palingan nanti cuma fotocopy sama print file. Kamu sudah pintar pake mesin fotocopy belum?"

Indi langsung menggeleng. Dia hanya pintar mengendalikan mesin print-Fc ukuran kecil, no dengan yang besar.

"Ya udah nanti aku ajarin. Kamu boleh kok keliling-keliling dulu, nomor Hp kamu tulis di kertas deh, supaya kalau ada apa-apa aku bisa hubungi kamu"

Menuruti Ayu, Indi menuliskan nomor Hpnya kemudian memastikan dengan menghitung kalau angkanya tepat dua belas digit bukan lima belas digit yang artinya bisa jadi itu nomor rekeningnya.

"Ini nomorku Mbak, kalau gitu aku jalan-jalan dulu mbak"

Ayu mengangguk kemudian kembali dengan kesibukannya. Sedang indi kini kebingungan harus tour kemana, lantai ini sangat luas. Atau sebaiknya ke kantin saja dilantai bawah? Mumpung dia belum breakfast juga kan.

Sampai di kantin,Indi langsung melangkah ke meja prasmanan yang menghidangkan banyak makanan yang sukses membuat perutnya bergetar kelaparan.

Memilih bubur ayam sebagai menu sarapannya pagi ini, Indi langsung melangkah ke meja yang kosong disudut ruangan. Menyantap makanannya seorang diri dengan tenang sampai akhirnya semangkok bubur ayam yang masih utuh belum di aduk mendarat didepan mangkuknya diikuti tarikan kursi didepannya.

"O? Mas yang hari itu kan?"

Untuk kesekian kalinya Indi terpesona dengan makhluk tuhan paling seksi ini. Lihat? Matanya langsung dengan jeli mengenali pria ini.

Catatan Hati Seorang IndiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang